Part 42 : Apa yang Harus Kupilih?

1K 69 2
                                    

Setelah permainan terlarang kemarin berakhir, aku masih tidak menjawab pertanyaan yang cenderung seperti akan merenggut nyawa punyaku. Aku duduk di balkon lantai dua dengan mata masih menuju ke arah langit. Berharap ada sebuah jawaban yang turun dari atas sana. Sampai saat ini benar-benar membuat kepalaku ingin meledak. 

Ditambah lagi Nico yang masih tak memberi kabar hingga sekarang. Aku berpikir bahwa mungkin Nico sekarang sudah berubah. Ia mulai mempermainkan aku. Lantas apa aku masih harus berada di sampingnya?!

Aku malah semakin mempertanyakan apa itu cinta. Mengapa semuanya tampak selalu terbalik dan berlawanan dengan seiringnya waktu. Entah itu Nico, entah itu Yugo. Awalnya Nico itu seperti seorang laki-laki yang luar biasa seramnya, bahkan awalnya pun aku tak begitu akrab dengannya. Intinya dia terkenal dengan sikapnya yang super dingin, tapi apa yang sudah terjadi waktu itu membuat ia semakin perhatian padaku, dan pada akhirnya menyukaiku. 

Sementara Yugo, cowok yang sok kepedean yang akhirnya berteman denganku hanya karena rasa kepedean dia yang tinggi. Pada saat itu aku akui ada sedikit rasa terlintas yang sudah muncul, dan cara dia membela saat aku pernah dirisak oleh Kimi dulu, membuatku semakin menaruh rasa yang tak biasa kepadanya. Namun banyak sekali perbedaan dan halangan yang muncul hingga pada ujungnya ia akan segera bertunangan dengan Naura, teman masa kecilnya. 


Aku hanya bisa tersenyum mengingat segalanya dari awal. Tiba-tiba aku merasakan adanya air keluar dari ujung mataku. Kini aku dibuat bingung dengan apa yang harus aku pilih. Apakah aku harus menghentikan pertunangan itu atau tidak. Jika menghentikannya, aku menyakiti hati Nico sekaligus dengan Naura. Namun jika aku tidak menghentikannya, mungkin aku akan menyesal seumur hidupku. 

Semilir angin yang entah datang darimana seperti membisikanku sesuatu tentang apa yang harus aku lakukan kelak. Aku mencoba mengusap air mataku tanpa sisa, dan beranjak dari kursi. Ketika aku ingin masuk ke kamar, terdengar suara mama dari lantai bawah memanggilku. 

"Je, itu ada teman kamu di depan mau ketemu kamu." 

Perkataan mama menggema ke seluruh ruangan. 

"Iya ma," balasku dengan langsung menuruni anak tangga.

Aku tidak bisa menebak siapa yang ingin bertemu denganku di sabtu pagi hari ini, apalagi hari ini adalah tanggal merah. 


Aku berjalan perlahan ke arah pintu depan, dan mendapati mobil yang sangat aku kenal sudah terparkir di halaman depan rumahku. Aku melihat seorang lelaki sedang duduk di depan rumahku. Ia terlihat cemas dengan tangan yang diketuk-ketukan ke meja. 

"Kamu? mau ngapain ke sini?" tanyaku langsung beruntun dengan nada datar. 

"Maafin gue Je, bukan maskud gue bikin lo marah, tapi gue gak ngabarin lo setelah gue janji mau jemput lo itu, karena gue harus cepat-cepat pulang." 

Penjelasan panjangnya masih tak menyita perhartianku. Aku masih saja memandang lurus ke depan, dan tak ingin melihat ke arahnya.

"Gu tau lo marah Je, jadi biar gue jelasin sejelas-jelasnya. Gue cepat pulang itu, karena nyokap gue sakit Je. Gue gak sempat ngabarin lo dulu, karena hape gue sendiri aja lupa gue taruh mana saking paniknya. Sampai hari ini gue gak bisa nemuin hape gue, makanya gue langsung ke rumah lo buat jelasin semuanya." 

Kini penjelasan panjangnya yang kedua membuatku akhirnya melirik kepadanya. 

"Nyokap lo sakit apa Kak Nico?" aku bertanya sedikit cemas. 

"Asthma nya kambuh parah, dan itu kambuh saat perjalanannya pulang ke sini," jawabnya lirih.

Tanpa banyak tanya lagi, aku izin dengan mamaku untuk pamit menjenguk mamanya Nico. 

Because of HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang