Pagi ini tak secerah pagi kemarin, di mana banyak awan berwarna kelabu menutupi langit-langit sekolahku. Tidak banyak yang aku kerjakan pagi ini. Sama seperti pagi biasanya, bersiap ke sekolah, sarapan, lalu berangkat menggunakan busway. Hari ini pun mamah dan papah pergi keluar negeri karena ada urusan bisnis yang tidak aku ketahui jenisnya.
Sesampainya di gerbang sekolah tadi, aku melihat Kak Zacky sedang berdiri menghadap mading, sepertinya ia melihat ke sekumpulan karya anak mading di sana. Dengan perlahan aku menghampirinya yang masih saja tak sadar kalau ada suara langkah kaki di dekatnya.
"Kak Zacky?" sapaku dengan menepuk pundaknya.
"Eh Jefanka. Kok jam segini udah dateng?" tanyanya dengan raut wajah yang tidak berubah dari sebelumnya.
"Oh kalau aku sih emang udah biasa dateng jam segini," jawabku singkat.
"Je, kamu lagi ada masalah sama Nico?" Aku kaget bukan main mendengar pertanyaan Kak Zacky.
"Darimana Kak Zacky tau?!"
"Inget loh Je, kompetisinya tinggal kurang dari 2 bulan lagi, kalau kamu emang kesel sama Nico, ya kamu buang dulu perasaan kamu itu. Kalau mau jadi pemain badminton yang sukses, kamu harus bisa bersikap professional."
Mendengar perkataan Kak Zacky ini sangat menusuk sekali. Aku tau, aku terlalu dibawa perasaan. Seharusnya aku bisa lebih bersikap professional untuk mengejar cita-citaku.
"Iya kak, maafin Jefanka."
"Kamu gak perlu minta maaf Je, kamu bisa mulai latihan hari ini. Kakak denger, hari ini belajar cuma sampai jam 9 karena akan ada rapat besar dengan komite sekolah," bisik Kak Zacky dengan mata melirik ke penjuru sekolah.
Aku balas dengan anggukan semangat, lalu aku melambaikan tangan ke Kak Zacky.
Sebelum kelas dimulai, aku ingin mengirim short message kepada Nico agar siap di gedung olahraga saat istirahat nanti. Ketika aku melihat kontak di handphoneku dari A-Z, aku sama sekali tidak menemukan nama Nico atau Kak Nico. Padahal aku merasa aku sudah menyimpan kontaknya dulu.
"Masa gue harus ke kelas dia lagi?! Apa lagi setelah kejadian kemarin sama Yugo itu bikin gue salah tingkah nanti." Aku mengacak-acak rambutku.
"Je, sadar Je! Lo kesurupan jin apa sih?!" Willa memegangi kedua tanganku.
"Nyebelin lo Will. Sahabat tercantik dan terhits lo ini lagi pusing, lo malah memperlakukan gue kayak orang gila."
"Lah lo emang lagi gila kan?! hahaha" jawab Willa dengan tertawa keras.
Ketika asyik tertawa, terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki menyeret. Guru baru bahasa mandarinku datang dengan penuh rasa percaya diri. Mungkin dia berumur 40 tahunan tapi style-nya sangatlah nyentrik.
"Anak-anak duduk tenang ya. Ibu akan memberikan materi baru. Perkenalannya nanti saja ya," kata bu guru nyentrik itu.
Dia memakai selendang yang melilit ke lehernya, sehingga berulang-ulang kali ia mencoba untuk mengendurkan selendang itu supaya tak terlalu mengikat di lehernya. Aku saja yang melihatnya sudah tak nyaman. Untuk alasan yang jelas, aku ingin cepat-cepat mengakhiri pelajaran hari ini.
"Anak-anak, pelajaran sekolah akan di akhiri sampai sini ya, karena tadi ibu sudah diberitahukan bahwa ada rapat besar. Jadi kalian boleh pulang."
"Horeeee!!" teriak siswa-siswi di kelas.
Saat teman-teman lain teriak, aku melihat Genta yang ternyata sedang melihatku. Untuk menghilangkan rasa awkward ini, aku pun memberikannya senyuman seperti biasanya, dia pun membalas dengan senyuman yang sering ia berikan kepadaku sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of Him
Roman d'amourBerawal dari siswa-siswi yang tak saling mengenal, antara lain Jefanka dan Yugo. Mereka bertemu secara tak sengaja di sebuah waktu yang tak terduga. Kejadian demi kejadian membuat mereka dekat dan sesuatu hal yang tak diharapkan terjadi, tumbuh...