Highest rank #13 in Teenfiction
#14 in remaja
#1 in fanfiction
Ini cerita yang akan menceritakan tentang gadis yang berubah menjadi seorang nerd, demi mendapatkan teman yang benar-benar real dan tidak ha...
Mari berbaper ria setelah emosi habis baca chapter 11 wqwq
ΔΔΔ
Diba membuka matanya, mencoba untuk duduk. Jacob sedari tadi memainkan HP-nya jadi beralih menatap Diba dan membantunya untuk duduk.
"Kepala lo sakit banget, ya?" tanyanya khawatir. Diba menganggukkan kepalanya. Jacob membenarkan posisi bantal, ia meletakkannya dibelakang punggung Diba.
"Makan ini dulu ya, dokternya nyuruh lo makan, habis itu minum obat .... " kata Jacob. Diba menatap mangkuk bubur yang berada ditangan Jacob tanpa minat.
"Aku gak suka bubur, kak." Jacob menghela napasnya.
"Terus mau apa? Nasi goreng mau?" tawar Jacob. Diba tetap menggelengkan kepalanya. Rasanya masih berkunang-kunang.
"Aku gak mau apa-apa," katanya.
"Eh, gak boleh ... Lo harus makan dulu! Makan ini aja deh, 4 sendok habis itu minum obat, ya?" Jacob berusaha membujuknya dengan bersikap lembut.
Walaupun rasanya aneh, Jacob itu kan terkesan dingin kepada perempuan. Diba akhirnya menyerah, ia luluh dengan sikap manis Jacob kepadanya. Jacob mulai menyuapinya dan Diba memaksakan untuk menelan bubur tadi.
Sesaat, Diba terpaku kepada mata Jacob. Seakan terhipnotis, ia hanya diam saat Jacob menyuapinya. Sementara lelaki itu malah ikutan menatapnya. Diba seakan tersadar mengalihkan pandangannya saat Jacob tiba-tiba bertanya.
"Kenapa?"
Pipi Diba memerah. "Gak apa-apa," katanya.
"Udahan atau mau lagi?" tanya Jacob.
"Udah, aku mual," jawab Diba.
Jacob mengangguk, lalu mengambil gelas berisi teh hangat dan obat yang harus Diba minum.
"Lo mau sesuatu?" tanya Jacob setelah Diba memakan obatnya.
Diba menggelengkan kepalanya. "Yang lain kemana? Kenapa kakak yang jagain aku?" tanya Diba. Hampir saja lupa kalau dia masih menjadi si nerd.
"Disuruh Azzam keluar ... Gue mah fine aja disuruh jagain lo, kenapa? Gak mau gue yang jagain?" tanya Jacob.
Diba buru-buru menggelengkan kepalanya. Jacob tertawa melihat reaksi lucu Diba.
"Duh, lucu banget sih!" gemas. Jacob malah mencubit pipi Diba. Diba jadi malu sendiri.
"Lo ada hubungan apa sama Azzam? Azzam khawatir banget sama lo, dia sampai nelfon orang banyak gitu, nelfon Papanya, terus sampai ngasih tau kepala sekolah. Barusan gue liat ada dua polisi dateng kearah ruangan kepsek." Diba mengernyit bingung.
"Aku cuma kenal dia sebatas adik dan kakak kelas, emangnya polisi ngapain kesini kak?" tanya Diba.
"Ngebawa Khaila sama temennya, kasus bully yang dia lakuin udah kelewat batas. Itu bisa bikin citra sekolah buruk," jelas Jacob.
"Tapi ... Gak seharusnya sampai kepolisi, kan? Aku masih baik-baik aja," kata Diba.
"Gak bisa gitu, Diba ... Semua itu ada sanksi nya, kalau dia tetap disini yang ada lo juga makin babak belur, lo mau sampai kehilangan nyawa cuma karena dia kesel sama lo?" tanya Jacob membuat Diba terdiam. Ada benarnya, hanya saja Diba tetap tidak tega melihat Khaila yang mungkin harus tinggal dibalik jeruji besi, apalagi mengingat keluarganya yang sekarang juga sedang dimasa krisis.
ΔΔΔ
"Ma, Pa ... Emang gak bisa ya? Dia di bebasin aja? Tinggal keluarin dari sekolah," kata Diba. Sejak 10 menit yang lalu dia berusaha membujuk kedua orang tuanya.
"Gak bisa, Diba ... Kamu tau itu udah keterlaluan, kalau aja kamu gak lari waktu dia nodongin gunting, kami bisa aja kehilangan kamu."
Diba menunduk, "Tapi, kalau aku disuruh jadi saksi gimana? Siapa yang bakalan jadi wali aku? Mama sama Papa tau kan, aku jadi siapa disekolah?"
"Semua itu bisa diatur, Adiba. Papa bisa minta tolong salah satu tante kamu buat jadi wali, kamu jangan belain dia terus ... Papa jadi nyesel ngajarin kamu yang baik-baik, seharusnya Papa ajarin kamu supaya bales yang buat buruk sama keburukan juga!" Adrian sendiri jadi kesal, Mauren hanya menggelengkan kepalanya.
"Udah gak usah dengerin Papa kamu, sana naik! Istirahat, besok gak usah sekolah dulu ... Dari tadi kamu ngeluh sakit kepala terus," kata Mauren. Diba mengangguk, mengikuti perintah Mama-nya.
ΔΔΔ
Seperti yang dikatakan kedua orang tuanya, Diba harus istirahat dirumah hari ini. Mungkin hari ini akan menjadi hari yang sangat membosankan baginya.
Ia meraih benda pipih bermerek apel yang digigit disebelahnya.
Iseng, Diba mengirimi pesan kepada Jacob.
Jacob Malik
Kakakkkk??|
Diba kembali meletakkan ponselnya dikasur. Menunggu balasan dari Jacob. "Gak dibales? Masih belajar kali, ya?" gumamnya. Sedetik kemudian ponselnya bergetar.
Senyumnya mengembang
|Dapat kontak gue dari mana nih? |Btw, lo gak masuk ya?
Dari kak Azzam, iya gak masuk, soalnya disuruh istirahat dulu| Btw, makasih banget kemarin udah jagain aku di UKS|
|ooh, yaudah istirahat |kenapa malah main hp coba? |iyasi sama-sama, cepet sembuh dong ya!!🙄
Diba senyum-senyum sendiri. Oh, jangan pada bingung! Dia nge-chat Jacob pakai akun line yang berbeda. Jadi, Jacob tidak akan tahu.
Gak belajar kak?|
|Belum, buk Tia masih shalat dhuha, lo gak mau istirahat?
Aku bosen banget gak ada kerjaan😅| Maaf banget kalau ganggu deh, ya?|
|Santai, gak ganggu. |Gabut banget deh lo?
Banget lah| Duh aku banyak ngomong banget gak sih? Maafin ya|
|Maaf mulu, ntar gue marah beneran, mau lo? |Jangan lupa minum obat, ntar sakit lo makin awet |Gue tinggal dulu ya, buk Tia nya udah masuk |Nanti kalau udah kelar gue chat lagi deh? |Lo tidur aja, jangan main hp mulu, jangan lupa makan sama minum obatnya juga👌
Okesiapp🙄|
Satu kata yang melambangkan perasaan Diba saat ini. Senang. Rasanya ada kupu-kupu yang terbang diperutnya. Ia bahkan tak berhenti tersenyum sejak awal memulai chat dengan Jacob.
"Aaahh, kenapa dia jadi sweet gitu? Bahaya juga nih lama-lama," gumamnya.
ΔΔΔ
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.