Malam ini Jacob menepati janjinya, datang jam 7 malam untuk belajar bersama Diba.
Keduanya sekarang sedang duduk diruang TV dengan buku tebal penuh dengan soal-soal. Bukannya belajar, Diba malah asik memakan pie yang Jacob bawakan untuknya. Sementara Jacob hanya memperhatikannya sambil tersenyum gemas.
"Heh, gak mau belajar?" tanya Jacob.
Diba menoleh, "Hm?" gadis itu buru-buru menelan pie nya. Dia baru makan dua buah, tapi dia ingin lagi. Tapi, kasihan Jacob disuruh datang jauh-jauh eh ujung-ujungnya cuma ngeliatin Diba makan pie.
Diba nyengir, "Maaf-maaf. Habisnya enak sih, kan jadi keterusan!" gadis itu mengerucutkan bibirnya. Matanya melirik pie yang berada diatas meja.
Jacob tertawa, "Itu kalau mau makan lagi aja sih, gak usah dilihatin. Makannya sambil belajar," kata Jacob.
Diba mengulum bibirnya, lalu menggelengkan kepalanya.
"Gak-gak, belajar aja!" serunya. Kemudian mengambil bantal. Posisi mereka duduk diatas karpet.
Diba meletakkan bantal tadi dibawah, lalu menelungkupkan badannya. Menjadikan bantal tadi tumpuan untuk kepalanya.Jacob menggelengkan kepalanya kemudian membuka buku soal milik Diba.
"Yang mana yang gak paham?"
Diba membalik satu persatu kertas.
"Kalau pelajaran kelas sepuluh sih udah lumayan, cuma yang ini. Susah banget kalau udah soal cerita." keluhnya."Model matematika? Lah ini kan mudah, seriusan gak bisa?" tanya Jacob sambil memperhatikan soal-soal yang Diba tunjuk.
Diba cemberut, "Susah banget kak! Masa yang kuis ini Diba sama sekali gapernah dapat nilai sepuluh ... Bego banget kan ya," ucapnya dengan nada kesal.
Jacob tersenyum, "Gak paham gimananya?"
"Sebenarnya kalau disuruh nyari model matematikanya aku bisa, cuma kalau bikin tabelnya aku gak paham. Nentuin mana x mana y, soalnya kan beda-beda. Apalagi kalau dibuku catatan contohnya mudah banget, eh giliran pas soal ujian susahnya pake banget."
"Yaudah ini mau diajarin gak? Cemberut mulu," kata Jacob.
"Kenapa? Jelek banget ya kalau cemberut?" tanya Diba.
"Enggak, bikin gemes. Nanti aku khilaf," balas Jacob.
Diba cengo, ini khilaf apa dulu maksudnya? Errr ... Pikiran Diba kemana-mana ini!
"Senyum dulu, baru aku ajarin."
"Hah?"
ΔΔΔ
"Pagi, sayang!" makin hari makin jadi. Siapalagi kalau bukan Iqbaal. Sementang Diba sudah membuka hati dan tidak cuek padanya, anak laki-laki itu jadi suka semena-mena. Untung saja Diba tak mudah baper.
Seisi koridor langsung menengok saat Iqbaal berseru kepada Diba. Sebagian siswi merasa kalau dia yang dipanggil sayang, padahal bukan. Sebagian siswi juga berbisik karena iri.
Diba berdecak, "Emang gak ada otak ya lo, bal."
Iqbaal nyengir, "Santai dong, eh gue mau nanya nih!"
"Apa?"
"Bang Jacob balik, ya?"
Diba terdiam, dia juga berhenti berjalan. Lalu menggigit bibirnya.
"Heh, gue nanya nih!"
Diba menatap Iqbaal sebentar, kemudian kembali berjalan.
"Iya."
Iqbaal menganggukkan kepalanya, "Ooh, pantesan ya. Kemarin gue ngajakin cewek pergi sekolah bareng, terus tadi malem dia tiba-tiba bilang kalau dia dianterin sekolah sama abangnya. Ternyata abangnya yang itu balik," sindir Iqbaal.
Diba seakan merasa tersindir berdecak, dari mana lagi ini manusia tau kalau Diba pergi sama Jacob?
"Kok lo tahu?!"
Iqbaal mengangkat bahunya. Lalu berjalan mendahului Diba.
"Eh, Iqbaal!" seru Diba karena kesal dikacangi.
Dikelas cowok itu juga tiba-tiba mendiami dia.
"Heh, lo kok diemin gue sih?!" kesabaran Diba hampir habis. Sedari tadi saat Diba bertanya tentang pelajaran bahkan anak itu tak mau menjawabnya.
"Gue ngambek, lo malah jalan sama cowok lain. Terus batalin janji kita."
Dih, apa-apaan cowok ini?
Bikin Diba merinding disko."Heh? Sakit lo?" tanya Diba dengan wajah 'ew' jelek lah, kayak meme-meme muka jelek gitu.
"Iya, sakit hati ini." dia menepuk dadanya.
Diba merubah wajahnya datar, "Perlu lo tahu, yang lo pegang tuh jantung bukan hati," kata Diba kemudian berlalu pergi dari hadapan Iqbaal.
Lelaki itu berdecak, iisshh. Padahal itukan perumpamaan.
"Diba tungguin!!" teriaknya.
Diba menutup wajahnya malu, kenapa lah dia harus memiliki teman sejenis Iqbaal. Dengan tidak berperasaannya dia menarik Diba, lalu merangkul gadis itu dengan memasang wajah yang kini tertawa.
"Ya allah, malu bal!" omel Diba.
"Bodoamat."
Diba menepuk jidatnya, kemudian mencubit pinggang Iqbaal dengan cubitan gemas. Tahu kan gimana? Nyubitnya kecil doang, seujung jari. Tapi sakitnya luar biasa.
Iqbaal meringis sampai terduduk dilantai. Makin malu Diba dibuatnya.
Tak mau kalah, dia kembali berdiri dan kembali merangkul Diba. Lalu mencubit hidung mancung gadis itu tanpa ampun."Aaaduuuhh!!! Udah bal! Iqbaaaaaalll!!" ringisnya.
Iqbal beralih mencubit pipi Diba, "Gak mau. Sakit tahu cubitan lo, ini gue nyubit pipinya kan lembut gak pake kekerasan," kata Iqbaal.
"Iqba-"
Iqbaal dan Diba sama-sama terdiam saat tangan Iqbaal tiba-tiba ditepis oleh seseorang. Wajah Diba memerah, dia mengusap hidungnya dan menatap tajam Iqbaal.
"Wah-wah, pakabar bang?"
Diba beralih menengok orang yang disapa Iqbaal. Gila aja, Jacob disana dengan wajah tak sukanya menatap Iqbaal.
Dan bodohnya, Iqbaal menyapanya seakan mereka memiliki hubungan yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Nerd ✔️
FanfictionHighest rank #13 in Teenfiction #14 in remaja #1 in fanfiction Ini cerita yang akan menceritakan tentang gadis yang berubah menjadi seorang nerd, demi mendapatkan teman yang benar-benar real dan tidak ha...