11

158K 10.6K 952
                                    

Hari-hari berlalu, akhirnya hari yang paling sering ditunggu tiba. Hari rabu lebih tepatnya, hari dimana ada matpel olahraga selama 3 jam pelajaran.

Diba mengganti bajunya bersama dengan Raina dan Ghyta, seperti biasanya.
Lalu mereka kembali berkumpul di lapangan sekolah seperti biasanya.

"Hari ini mau olahraga bebas atau voli?" tanya pak Rizal.

"BEBAS PAK!" serentak mereka satu kelas menjawab.

"Yaudah, saya bebaskan lagi. Tapi, jangan ada yang kabur ke kantin ... Siapa yang kedapatan, gak usah ikut matpel saya, paham?" tanya pak Rizal.

"PAHAM!"

Setelah itu mereka semua berpencar, hari ini Diba baru ingat kalau olahraganya akan sama dengan kelas Azzam. Diba memilih bergabung dengan siswi yang bermain basket. Begitu juga Raina dan Ghyta.

Khaila dari tadi hanya duduk dengan beberapa siswi yang lainnya, saat melihat Diba, ia langsung berjalan agar bisa ikut bermain basket.

Mereka mulai bermain, tapi Diba tidak sadar akan kehadiran Khaila didekatnya. Azzam dari kejauhan juga mulai berjalan mendekat, takut terjadi sesuatu pada adiknya.

Khaila tidak menyadari Azzam dan yang lainnya mulai mendekat. Dia menatap lekat-lekat bola basket yang berada ditangannya, lalu dengan sengaja melempar kuat kearah Diba.

"DIBA AWAS!" Teriak Jacob dari kejauhan, ia langsung berlari berharap bisa menghadang bola basket. Begitu juga yang lain, mereka mencoba menyelamatkan Diba.

Diba menoleh kearah Jacob membuatnya malah tidak menyadari kalau bola yang Khaila lemparkan sedang menuju kearahnya.

Raina yang berada didekat Diba juga langsung berlari dan berniat mendorong gadis itu, belum sempat Raina mendorong Diba ... Bola sudah duluan menyapa kepala gadis itu, membuat Diba tumbang seketika.

Ia menatap sekelilingnya dan merasakan penglihatannya jadi berkunang-kunang.
Diba memegangi kepalanya dan akhirnya pingsan tepat saat Azzam mencoba membangunkannya.

"Diba! Bangun!" seru Azzam. Dia buru-buru mengangkat Diba. Wajahnya kelihatan sangat panik, bagaimana tidak? Bola tadi tepat mengenai kepala Diba, bagaimana kalau terjadi apa-apa?

"Tolong lo semua masukin dia keruangan kepsek. Kunciin kalau perlu!" seru Azzam dengan wajah dinginnya. Jacob, Rafa dan Aiden juga langsung beralih ke Khaila dan menarik gadis itu dan membawanya ke ruangan kepala sekolah seperti yang Azzam bilang. Khaila memberontak minta dilepaskan, tapi apa daya. Dia sendiri dan yang menahannya 3 orang lelaki.

Sementara itu ....

"Gimana keadaannya, dok?" Azzam masih cemas, dia ditemani Raina, Ghyta dan Iqbaal yang baru saja ikut.

"Bersyukur benturannya gak terlalu kuat, paling pas bangun dia ngerasa pusing, nanti kamu bisa kasih obat yang udah saya siapin, tapi sebelumnya tolong suruh dia makan, kayaknya dia belum sarapan."

Azzam mengangguk mendengaran penuturan dokter yang bertugas di UKS sekolah. Sang dokter kemudian pergi dan Azzam masuk kedalam ruangan UKS untuk melihat kondisi Diba bersama Raina, Ghyta dan juga Iqbaal.

Rafa, Aiden, dan Jacob kembali dari ruangan kepala sekolah.
"Gimana?" tanya Azzam.

"Udah sama buk Salwa, aman. Lo dipanggil kesana tuh," kata Rafa. Azzam menganggukkan kepalanya.

"Lo berdua mending balik ke lapangan, nanti dicariin pak Rizal. Terus juga lo berdua juga balik, Jacob lo tungguin Diba. Lo, gak ada gunanya disini, mending keluar aja." Azzam menatap nyalang Iqbaal yang bahkan sejak tadi hanya diam tidak melakukan apapun. Sesuai yang Azzam katakan, mereka semua bubar menyisakan Jacob di UKS.

Iqbaal sedikit kesal melihatnya, padahal ia berharap kalau dia bakal disuruh menjaga Diba disana.

ΔΔΔ

"Saya udah kumpulin semua bukti kelakuan kamu disekolah, kamu mau apa?" tanya Salwa, menatap Khaila dengan tatapan sinis.

"Jangan keluarin saya buk ... Keluarga saya juga lagi banyak masalah, saya mohon buk .... " Khaila bahkan sampai menangis.

"Drama banget lo, setan." entah untuk keberapa kalinya Azzam mengumpat dan mengatai Khaila.

"Lo suka sama gue? Lo marah karena dia deket sama gue? Heh! Sadar diri makanya! Kalau kelakuan lo gak kayak gini juga gue mau aja dideketin lo!"

"Maaf .... " cicit Khaila.

"Lo pikir jadi Diba gak sakit?! Ini udah kedua kalianya kepala dia kena sasaran lo, kalau sampai kepala dia kenapa-kenapa lo mau tanggung jawab?! Lo mau gantiin kepala dia sama punya lo?! Oh, gue lupa ... Diba mana mau, lo kan gak ada otaknya."

"Oh ya, lo juga sampai ngancem dia dibelakang gedung sekolah, kan?! Beraninya kok keroyokan? Lo mau gue bikin babak belur juga di gedung belakang?! Hah?! Lo mau gue bikin sampai berdarah digedung sana?!"

"Coba sini lo gue jambakin sampai rambut lo rontok semua? Gue lemparin bola basket sampai kepala lo keluarin darah banyak, sampai lo geger otak juga bisa, mau lo?!"

"Atau besok gue samperin lo di toilet sekolah sambil bawa pisau, gimana? MAU GAK LO?!"

"Sekalian gue bunuh aja lo pas jalan pulang sekolah, gimana?! Atau gak gue siksa dulu, gue sayatin kulit lo dikit-dikit?! MAU LO GUE BIKIN KAYAK GITU?! HAH?! JAWAB! sekarang lo nangis, kemarin lo sok berkuasa pas bikin Diba nangis, LO PIKIR LO SIAPA?! LO PIKIR LO JAGOAN DISINI, IYA?!"

Salwa menahan tubuh Azzam yang semakin lama semakin mendekat kearah Khaila. Emosinya menggebu-gebu, sama seperti saya yang sedang mengetik cerita ini *eh.

Tangisan Khaila semakin menjadi-jadi. Azzam pun semakin geram.
"Gak usah sok nangis, lo pikir gue kasihan? sorry bitch, someone like you doesn't deserve it. Siap-siap aja bentar lagi nama lo kepampang dikoran-koran, dan bentar lagi jemputan lo datang .... " selanjutnya Azzam keluar dari ruangan tadi dengan membanting pintu.

Khaila masih menangis tersedu-sedu. Salwa pun enggan menenangkannya karena menang tidak ada lagi rasa kasihan yang ia berikan kepada Khaila.

"Seharusnya kamu sadar ... Keluarga kamu punya banyak masalah, tapi kamu malah buat masalah disini. Cuma gara-gara kesel Diba deket sama penguasa sekolah? Diba jadi anak kesayangan guru karena dia pintar? Kamu mau tau definisi bodoh? Itu kamu!" tutur Salwa.

"Ah, seperti yang dibilang Azzam barusan, sebentar lagi pihak berwajib bakalan jemput kamu, saya cuma mau bilang ... Selamat menempuh hidup baru dibalik jeruji besi ... Saya harap kamu disana nemuin teman yang satu spesies seperti kamu, oh atau yang lebih parah dari kamu?"

"Kamu juga harus ingat satu hal ... Apa yang kamu buat sekarang bakalan kamu terima dimasa yang akan datang, siapa tahu ... Disana nanti kamu yang bakal diperlakukan seperti itu, kan?"

Ya allah, kenapa karakter-karakter ku jadi pedes gini mulutnya, itu juga Azzam jadi berjiwa psikopat ㅠㅠ

Detik selanjutnya, 2 orang berpakaian khas polisi masuk dan membawa Khaila pergi bersama mereka.

Inilah pilihannya, mau Diba suka atau tidak, pilihan kedua orang tuanya adalah membawa semua masalah kejalur hukum.

Oh, jangan lupakan Sabrina dan Farah. Mereka mungkin juga akan kena imbasnya. Entah menjadi saksi atau juga seorang tersangka, yang pasti ini akan menjadi menyenangkan bagi Azzam yang mendadak mengeluarkan aura jahatnya.

ΔΔΔ

Gila, greget aku menulisnya :')

Proud of me. Bye.

*masih mengagumi diri sendiri, berhasil ngerubah Azzam yang selalu bertingkah lembut didepan adiknya menjadi orang yang mungkin paling kejam di cerita ini:)*

Fake Nerd ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang