18

134K 9.3K 136
                                    

Diba menyembunyikan wajahnya dilekukan leher Jacob. Semua mata tertuju padanya. Azzam sudah kembali dari gedung belakang sekolah menatap Jacob yang menggendong Diba. Ia menghela napasnya lega. Lalu berlari mendekati keduanya.

Jacob membawanya ke UKS. Para siswa dan siswi yang dari tadi mencari juga beberapa ada yang ikut melihat ke UKS karena ingin tahu apa yang terjadi pada gadis itu. Sebagian ada yang kembali ke kelas.

Diba duduk dikasur UKS dan menunduk, belum siap melihatkan wajahnya yang masih sedikit belepotan. Jacob masih senyum karena ia gemas melihat Diba.

"Gue keluar dulu, nanti Raina bawain baju ganti buat lo ... Gak pa-pa gue tinggal kan?" tanya Jacob. Ia jongkok dan mengadahkan kepalanya untuk menatap Diba. Diba mengganggukkan kepalanya. Kemudian Jacob keluar, digantikan dengan Raina, Ghyta dan Azzam.

"Sama mereka berdua dulu, gue mau bicara sama Jacob," kata Azzam.

Raina dan Ghyta menatapnya khawatir, "Lo gak ada yang sakit, kan?" tanya mereka.

Diba menggelengkan kepalanya, meraih baju yang sudah disiapkan oleh Raina dan Ghyta.
"Gue fine, gak usah terlalu khawatir gitu," ucap Diba meyakinkan.

Ia masuk kedalam kamar mandi UKS, ia membersihkan badannya dan mengganti pakaian. Kemudian keluar dan berbaring dikasur.

"Huh, pegel badan gue." Diba memejamkan matanya. Pusing dikepalanya sudah mulai berkurang.

"Lo kenapa bisa kayak gitu? Siapa yang nyekap lo di gudang?" tanya Raina.

"Gue gak mau bahas itu dulu ... Mau istirahat," kata Diba membuat kedua sahabatnya menghela napas berat.

"Jangan ada rahasia diantara kita, loh!" kata Ghyta mengingatkan.

Diba membalik badannya. Membelakangi Raina dan Ghyta.
"Yang ngelakuin Farah, gue gak yakin. Dia kayak disuruh sama Khaila," kata Diba singkat.

Raina dan Ghyta membulatkan mata kaget.
"Sumpah?! Gue kira dia udah tobat, tau gak?!" hebohnya.

"Gue kirain kemarin ditahan beberapa hari bikin kapok, ternyata makin parah!" tambah Ghyta.

"Udah, diem. Gue capek banget, kalau bang Azzam masuk bangunin ya!" kata Diba. Kedua temannya itu hanya berdehem. Kemudian kembali membahas Farah. *yeu gibah mbak.

Azzam masuk dengan tergesa-gesa, bersama Mauren. Ia dikabari pihak sekolah, jadi Mauren buru-buru datang. Ia kesini sebagai orang tua Diba, tapi yang orang-orang tahu dia kesini hanya karena dia pemilik sekolah.

Raina dan Ghyta menoleh saat Mauren masuk bersama Azzam. Mereka membungkuk, lalu menyalami Mauren.

"Diba tidur, ya?" tanya Mauren hati-hati. Keduanya mengangguk, kemudian permisi keluar.

Mauren berjalan kearah kasur dimana Diba tidur.
"Sayang ... Bangun yuk, kita pulang?" Mauren mengusap kepala Diba dengan penuh kasih sayang.

Diba hanya berdehem, kembali melanjutkan tidurnya.
"Ayo pulang, nanti tidurnya dirumah aja .... " kata Mauren. Akhirnya Diba membuka matanya, lalu duduk dan mengusap matanya.

"Mau abang gendong apa jalan sendiri?" tanya Azzam.

"Jalan sendiri aja, tapi Mama keluar duluan, ya? Nanti bikin curiga." Mauren mengangguk, keluar terlebih dahulu. Ia menyempatkan diri untuk bertemu kepala sekolah. Sementara Diba dan Azzam masuk kedalam mobilnya.

ΔΔΔ

"Farah, kok lo malah tiduran, sih?!"

Farah mengangkat kepalanya. 20 menit dia baru tertidur. Ia menatap teman sekelasnya yang baru saja menggebrak meja.

"Suka-suka gue, lah. Kan gak wajib, lagian dia udah gede. Bisa jaga diri lah," kata Farah dengan nada angkuh.

Temannya tadi menggelengkan kepalanya, setelah selesai minum, ia langsung keluar melanjutkan mencari Diba. Farah hanya tersenyum miring melihatnya.

Selang beberapa menit, teman sekelasnya sudah masuk sebagian. Farah mengernyit heran.
"Kok udah pada balik aja?" tanya Farah keheranan.

"Iya, Adiba udah ketemu. Di gudang, kayak habis disekap."

Farah membeku, padahal ia menyembunyikan Diba ditempat yang bahkan dilihat dari pintu saja tidak kelihatan.
Jantungnya berdetak lebih cepat, keringat mengalir dipelipisnya. Ia malah ketakutan sekarang.

Anak itu menarik napas, kemudian menghembuskannya perlahan.
"Tenang ... Lo gak bakalan ketahuan, semua pasti ada jalan keluarnya," gumamnya menyemangati diri.

"Farah? Lo dari tadi dikelas, ya?" tanya sang ketua kelas.

"Iya, gue tidur. Kenapa?" tanya Farah.

"Oh, gak kenapa-kenapa."

Farah tidak memperdulikan ketua kelasnya. Tapi, sang ketua kelas terus memperhatikannya. Ia tersenyum tipis.
"Gue tau siapa pelakunya," lanjut lelaki itu membuat seisi kelas menatapnya.

"Gue berani taruhan, kalau gue kalah ... Lo semua gue traktir makan di platinum. Sepuasnya. Sebaliknya, kalau gue menang, gak mau tahu setiap orang harus ngasih gue cemilan harga diatas 20k," tambahnya lagi.

Seisi kelas bersorak, sementara Farah tidak peduli, ia sedang memakai headset ditelinganya.

"Emang siapa?" tanya cewek diujung kelas.

"Diem, nanti gue kasih tunjuk. Tapi jangan ada yang nyebut namanya!" serunya.

Seisi kelas menurut. Ia mengarahkan tangannya dan menunjuk Farah yang membelakangi mereka. Kembali dibuat kaget, mereka semua menutup mulutnya agar tidak keceplosan.

Perlu diingatkan lagi, Farah tidak mendengar itu semua karena dia sedang memakai headset.

ΔΔΔ

Adrian menatap Diba dengan tatapan tegasnya.
Ia sudah tak tahan lagi.
"Jawab yang jujur, kamu masih ada digangguin kan, selain yang terjadi hari ini?" tanya Adrian.

Diba menggelengkan kepalanya.
"Serius, deh. Kemarin Diba gak ada digangguin, baru hari ini. Diba juga ketemu Farah sama Sabrina baru hari ini," jawabnya jujur.

"Udah gak bisa ditoleransi lagi, kalau Papa biarin mereka bisa aja sampai bunuh kamu buat balas dendam," kata Adrian.

Ia menghela napasnya.
"Kamu besok tolong ke sekolah yang bener, gak usah jadi kayak anak gak jelas lagi. Dandan kayak kamu biasanya, jangan ngebantah." kemudian ia pergi meninggalkan anak gadisnya sendirian.

Mereka baru saja berbicara empat mata. Diba menghela napasnya. Ia juga ikut berjalan keluar ruang kerja Papa-nya. Diluar Azzam dan Naomi sudah menunggu.

"Gimana?" tanya Naomi khawatir.

"Papa gak marah, cuma besok gue bakalan ngaku gue siapa. Papa gak suka gue kayak gini," kata Diba. Mereka berjalan menaiki tangga menuju kamar Diba.

"Tapi ... Jacob, gimana?" tanya Azzam tiba-tiba.

"Apa?"

"Dia udah mulai ada rasa sama lo, kalau tau lo ternyata kayak gini ... Gue gak jamin dia masih suka, pasti dia merasa bersalah udah suka sama adek gue," kata Azzam.

Diba tersenyum tipis.
"Kalau emang takdirnya gak bisa sama-sama, ya gue bisa apa, bang?"

Fake Nerd ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang