Malam ini milikku.
Ini pertama kalinya-- pasca melahirkan-- telah sembilan bulan mengabaikan suamiku.
Setelah menidurkan Lynn di box bayinya, aku bersiap memilih gaun tidur hadiah dari ibu Rosser saat menikah dulu.Mengingatnya aku tersenyum geli. Bagaimana tidak? Pakaian ini hanya ada satu dalam lemari. Itupun hanya kupakai saat malam pertama bersama Marc dan sekarang aku memakainya lagi.
Marc belum ada di kamar saat aku keluar dari kamar mandi. Maka kuputuskan untuk sedikit bercermin, menghilangkan sisa kotoran dengan milk cleanser.
Kuperhatikan lagi setiap lekuk wajahku. Kantung mata hitam menghias dibawah mata. Serta kulit wajah yang sedikit lebih kusam. Aku menghirup nafas dalam. Mencoba mengabaikan keadaan diriku saat ini dan berniat akan memberi perhatian lebih pada wajah.
Kutarik nafas dalam-dalam sekali lagi. Rambut berombakku kubiarkan tergerai. Ini tidak buruk. Rambut megarku sudah tampak tipis ketika aku berangsur dewasa. Aku jadi ingat ketika teman-teman sekolah memanggilku SEMAK. itu karena rambut megarku lebih mirip semak daripada helaian rambut.
Dapat kudengar jelas dentuman jantung yang mengencang. Biar kuperjelas, aku berdebar menunggu suamiku sendiri. Aku berdebar seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta. Berdebar seperti seorang pengantin baru yang akan merayakan malam pertamanya.
Wajahku bersemu merah seiring dengan seulas senyum ringan tercetak jelas di wajahku.
Kudengar knop pintu diputar. Aku yakin dia Marc yang mungkin sudah lelah dengan pekerjaannya.
Tiba-tiba saja tanganku jadi begitu dingin melihat Marc melepas kaosnya dan berganti piyama. Kurapatkan piyama tidur agar ia tak tahu bahwa aku sedang 'siap'.
"Kau lelah, Darl?" Marc menoleh. Rupanya terkejut dengan kehadiranku.
"Sejak kapan kau di kamar? Kukira kau masih meninabobokan Lynn di bawah."
Kudekati tubuh maskulinnya, memeluknya dari belakang.
"Eum ... ada apa?" tanyanya heran.
"Malam ini dingin."
"Memang. Tapi jika bersamamu semua menjadi terasa hangat."
Marc menarikku ke atas ranjang. Mendekap tubuhku dan menutupinya dengan selimut. Kulingkarkan tanganku pada leher halusnya.
"Ada apa? Ada yang mengganggu pikiranmu?" Marc memelai anak rambutku yang jatuh menutupi sisi wajah.
"Eum ... apa aku terlihat gendut?" Bukannya menjawab, Marc justru terkekeh.
"Ya, dan bukankah itu menandakan kau bahagia bersamaku, heh?" Aku tersenyum simpul.
"Itu karena makanku bertambah porsi. Kau tidak keberatan?"
"Apalagi? Itukan karena kau harus memberi nutrisi pada Lynn. Aku justru akan marah jika anakku kekurangan gizi. Aku lebih berterima kasih padamu, Darl. Demi aku dan Lynn kau bahkan mengorbankan segalanya. Termasuk karier yang kau bangun dengan susah payah hanya karena ingin fokus pada suami dan anakmu. Entah apa jadinya jika aku tanpa dirimu."
Kulihat manik mata Marc yang berbinar. Dia bahagia, bahagia bersamaku.
"Jadi, apa kau tak merasa berat jika aku ada di atasmu?"
"Hmmm?" Marc mengerutkan keningnya. Tak paham dengan sinyal hasrat yang kuberikan.
"Ah, kau tak paham juga. Padahal aku sudah membeli pembersih kewanitaan khusus dan memakai lingerie." Seketika kulihat mata Marc berbinar cerah. Antara menertawakan sikapku dan bergairah.
![](https://img.wattpad.com/cover/91540568-288-k207904.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)
FanfictionCOMPLETE STORY "Musim Gugur akan mengajarkan kita. Bahwa tanpanya, Musim Semi takkan nenjadi seindah ini." Tentang kisah cinta sejati. Yang harus melupakan dan dilupakan. Tentang besarnya arti kesetiaan dan pengorbanan. Tentang menunggu dan harus me...