FA-13

795 73 25
                                    

Malam ini, ketika hujan deras mengguyur antero Lleida dan petir terdengar memecah belah keheningan malam. Aku coba mengabaikan kejadian beberapa waktu terakhir yang akan membuatku menyesal seumur hidup.

Tak ada terdengar lolongan parau anjing malam atau suara kucing yang tertekan di luar. Tentang bagaimana ia melewati malam tanpa kedinginan. Mereka berlindung di bawah bayang pohon hanya agar bulu berkutu mereka tidak basah tertempa derasnya hujan.

Hadiah terbesar dalam hidupku adalah memiliki Emma. Dia menghangatkanku saat aku kedinginan dan begitupula sebaliknya. Dia yang menjadi sandaranku ketika aku lelah. Dia juga yang rela bertaruh nyawa demi memberiku keturunan.

Tom pernah bercerita padaku, bahwa seorang wanita berhati malaikat takkan mudah disakiti. Mereka kuat laksana besi anti karat. Mereka kokoh bagai karang di lautan. Namun mereka juga memiliki hati yang tak mampu menerima pengkhianatan.

Kukecup lagi keningnya.

Sudah berapa lama aku tak melihatnya tidur pulas seperti sekarang ini. Bahkan dia mengabaikan segala riuh kejadian alam di luar. Semestinya aku sadar, akulah orang yang menyebabkan dia tak bisa nyenyak dalam tidurnya. Selalu bermimpi buruk ketika mencoba tidur. Tapi bukan Emma, jika ia tak pandai menyembunyikan kegalauannya.

Kulihat Emma bergerak dalam tidurnya, semakin merapatkan pelukannya pada pinggangku sambil menarik nafasnya.

"Kenapa belum tidur?" tanyanya serak.

"Kau terbangun?"

"Ya, karena aku merindukan usapan jarimu di bibirku seperti dulu." Aku tersenyum malu. Emma tidak akan melihatnya. Lagipula ia berbicara sedang matanya masih tertutup rapat.

"Terima kasih sudah kembali menjadi Marc-ku lagi. Aku mencintaimu."

Ada desiran nyeri di ulu hati mengingat pengkhianatan yang kulakukan. Meski semuanya telah berakhir, aku tak yakin mampu menyembunyikan semua ini terlalu lama. Nanti, ada kalanya aku harus jujur terhadapnya. Bukan untuk sekarang.

"Aku menyukai adonan pizza yang dimasak koki restoran tadi. Besok bisakah kau belikan aku lagi sepulang kerja?"

"Tentu. Apalagi yang kau inginkan?"

Kali ini mata biru nya terbuka sempurna. Emma merubah posisi dengan tidur berbantal lenganku agar lebih nyaman. Oke, mungkin ini tidak nyaman bagi lenganku, tapi percayalah, harum wanita ini yang sedang kurindukan masuk di sela cuping hidungku.

"Aku... hanya ingin selalu berada di sisimu."

Hatiku bergetar. Seperti remaja yang tengah kasmaran.

"Aku akan selalu ada untukmu, Lynn dan anak-anak kita kelak."

"Anak-anak? Memangnya kau berharap ada berapa banyak anak lahir dari rahimku?"

"Sekitar 5 sampai 8."

"Cih, kau sinting."
Emma mencebik melepaskan diri dari rengkuhanku.

"Ayolah, mumpung sedang hujan. Udara juga dingin. Dan yang terpenting... Lynn sudah tidur."

"Tidak sekarang. Aku dapat menstruasi."

"Huft."

Emma terkekeh pelan sambil mencubit kedua pipiku gemas. Sementara aku? Aku berpura-pura marah.

"Ohya Darl, beberapa minggu belakangan ini aku tak melihat Judith di rumahnya. Apa mungkin dia sakit? Atau sudah pindah?"

Pias. Aku mendengar nama Judith. Lihat, hanya mendengar nama Judith saja aku seperti narapidana yang akan menunggu eksekusi mati.

"Tidak tahu. Apa kau tidak mencoba mengunjunginya?"

Emma menggeleng.

"Kukira kau tahu. Mungkin dia pernah berbicara sesuatu padamu?"

Aku tahu di mana Judith. Aku tahu bagaimana wanita itu sekarang. Bahkan aku tak hanya berbincang dengannya. Kami melakukan hubungan badan beberapa kali. Ini lebih dari hubungan baik dengan seorang tetangga.

"Aku ingin tidur. Dan sebaiknya kau juga."

"Hemmm? Menyebalkan. Kau membuatku terbangun dan sekarang kau malah ingin tidur."

Mengabaikan rajukannya, aku memejamkan mata dan menarik selimut. Hanya berharap Emma tak memperpanjang pembahasan tentang Judith.

Mengenai Judith, mungkin aku akan mengunjunginya besok. Aku harus memastikan bahwa keadaannya baik-baik saja. Tapi aku tidak yakin. Mana ada wanita yang patah hati namun baik-baik saja? Mungkin mak zilvya93 bisa menjawabnya. Kalian tanyakan saja padanya. Atau DarryGirls yang baru saja bertemu denganku.

Sekarang aku ingin tidur, dan mengabaikan panggilan Tom di ponsel ataupun Emma yang tengah merajuk.

"Darl... besok temani aku belanja, oke?" bisik Emma.

"Hnggg."

"Darl... tidur dan menghadaplah ke arahku." Emma memaksa, namun aku senang. Kubalik posisi tidurku menghadap wajah cantiknya yang tertimpa sinar lampu tidur yang temaram.

"Darl... peluk aku."

Oke, aku lebih bernafsu sekarang.

"Darl...." masih malas membuka mata, kutanya Emma.

"Ada apa lagi, Darl?"

"Tak ada satu ucapan untukku?"

"Oh... aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Kau yang terbaik."

Emma tersenyum tersipu dan aku senang melihatnya kembali bahagia.

"Baiklah aku tidur. Selamat malam."

"Huh, curang."

Kubiarkan malam dingin merengkuh kebahagiaan kami kembali. Aku ingat ucapan Emma dulu, saat kami saling berjanji di hadapan Tuhan untuk saling memenuhi satu sama lain. Berbagi payung ketika hujan, berbagi kehangatan ketika kedinginan dan berbagi kasih jika di ranjang. Itu ide Emma. Aku hanya mampu mengiyakan saja. Tapi sekarang malam dingin tak berpihak padaku. Yang kutanyakan, mengapa ketika wanita mengalami haid menjadi sangat menggiurkan?

Hanya mak Alentasmara dan NauraSafiqha yang tahu.

***

Tbc.

Entah ya ini apdetan apa Ya Alloh sumpah aku gesrek banget.
Gak nyambung.

Dan gak bisa serius. Susaahhh.

FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang