FA- 39

585 52 16
                                    

Tetap dengan wajah pucat Emma kembali masuk ke kamar Lynn untuk memastikan anaknya memilih baju yang pas di upacara pemakaman Tom.

Diraihnya rambut ikal cokelat itu untuk diikat afar bergelung nyaman bertengger di kepalanya.
Madelynn masih berjinjit untuk menggapai lemari kecil empat pintu bercorak spongebob dengan warna khas kuning.

"Ayo pakai ini," Emma mengambil sebuah kemeja hitam dan rok beludru pasangannya.

"Tidak adakah warna selain hitam untuk hari ini? Aku tidak suka warna hitam." Emma menghentikan aktifitasnya dan melihat ke arah Lynn yang sedang memberengut.

Ia juga tidak pernah ingin memakai setelan hitam, terlebih lagi untuk menghadiri pemakaman lelaki yang dicintainya.
Sekali lagi Emma memaklumi, Lynn tidak tahu banyak tentang kematian meski sudah sering melihat pemakaman.

"Daddy Marc juga akan memakai pakaian yang sama."

"Benarkah? Baiklah aku akan memakainya."
Emma bersandar pada dinding kamar yang entah kapan berubah dingin. Ia memijat pelipisnya yang tiba-tiba berkunang.

Marc sudah memberitahu siapa ia untuk Lynn, dan rupanya ikatan batin anak dan ayahnya terasa sangat kuat sekarang.

Bukankah bagus jika Lynn telah menerima kehadiran Marc sebagai ayah kandungnya. Dengan begitu Emma tidak perlu susah untuk menjelaskannya lagi.

Tapi ada satu hal yang mengganggu pikiran Emma saat ini, tidak ada jalan lain selain membiarkan Lynn tinggal bersama Marc di rumah mewahnya. Karena Emma tidak akan lagi kembali pada ayah dari anak itu. Baginya, masa lalu tidak ditakdirkan untuk mengisi masa depannya lagi. Cukup saja menjadi pelajaran berharga untuk melewati likunya masa depan.

"Mooommm..."
Emma terkesiap dari lamunannya dan melihat Lynn menggerai rambut panjangnya.

"Melamun ya? Tolong ikatkan rambutku, Mom." Tangan kecilnya menyodorkan sisir sementara badannya berbalik memunggungi.

"Mom, apa nanti kita akan tinggal bersama Daddy Marc?"

"Kau ingin tinggal dengan Daddy Marc?"

"Tentu saja. Memiliki dua Daddy ternyata sangat menyenangkan."
Jika saja masih ada dua Daddy untuk Lynn, Emma mumgkin akan terrawa mendengarnya.

"Kau ingin mengunjungi Amma Roser? Mom memperbolehkanmu menginap nanti."

"Benarkah? Apa Mom akan mengantarkanku kesana?"

"Akan kusuruh Uncle Alex membawamu serta setelah pemakaman selesai."

"Pemakaman? Kita akan pergi ke pemakaman?"

"Ya."

"Siapa yang meninggal, Mom?"

"...." Emma diam. Air di pelupuk matanya sudah hampir jatuh jika saja ia tak langsung berkedip.

"Ayo berangkat. Keluarga Marc dan keluarga Tom sudah sampai. Mereka menunggu kita."
Kristen datang memecah kecanggungan antara ibu dan anak itu.

***
"Aku turut berduka, Mrs. Felton."

Ibu Tom setelah berkali-kali tak sadarkan diri kini hanya mampu memandang pekuburan Tom dari kursi rodanya. Emma menemaninya dan menerima bela sungkawa dari para sahabat dan kolega Tom.

Mrs.Felton hanya diam terpekur memandang kuburan putra kesayangannya dengan kain hitam penutup kepalanya menyembunyikan setengah wajahnya.

"Miss Watson, Mrs. Felton, semoga anda diberi ketabahan."

Emma hanya mengangguk dan tersenyum ala kadarnya.

"Mom," Mata Emma bergulir ke bawah mendapati Lynn menarik ujung bajunya.

FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang