FA- 36

575 65 67
                                    


"Apa yang kau lakukan? Apa yang kau rencanakan?" Emma membanting tasnya begitu sampai di rumah. Ia berkacak pinggang membelakangi Tom, Kristen dan Lynn.

"Mom..." Lynn merengek begitu tahu ibunya marah.

Tom mengiringnya ke kamar. Akan membiarkan Emma memarahinya ataupun akan memukulinya di sana tanpa sepengetahuan Lynn. Ia terlalu kecil jika harus melihat ibunya memukuli seorang lelaki.

"Lakukan apa yang mau kau lakukan. Kau bisa memukul, mencakar atau menjambak rambutku disini. Tapi tidak di depan Lynn."

Emma menampar Tom selanjutnya. Tangan yang sudah lebih dulu menampar Marc kini berganti sasaran.

"Inikah alasanmu menarik ulur perasaanku? Karena sahabatmu yang sedang sekarat dan membutuhkan mantan istrinya?"
Tom tetap bergeming sambil menahan perih akibat tamparan Emma. Tamparannya lebih sakit dari saat dia remaja dulu ternyata.

"Kau munafik, Tom. Kau mengatakan kau mencintaiku dan ingin menikahiku. Lalu tiba-tiba kau mengacuhkanku, dan membuat skenario seperti ini. Sebenarnya apa maumu?"

Emma melempar pantatnya ke kasur, meremas rambutnya dan menangis.

"Jawab, Tom!"

"Untuk apa aku menjawabnya jika kau terus bersikap seperti ini. Tenanglah dan akan ku ceritakan segalanya. Tentangku dan Marc, juga tentang kita. Tentang perasaanku dan seberapa lama aku memikirkan hal ini."

Perlahan Tom melangkah mendekat dan duduk di tepi ranjang yang sama.

***

"Jadi wanita spesial itu adalah mantan istri Marc?"

Mendengarnya tentu akan membuat semua orang terkejut. Jangankan Jade, setelah aku mengetahui realita yang sebenarnya hati yang awalnya telah merebak seperti kelopak bunga di musim semi justru kembali menciut. Bimbang memutuskan untuk menahannya atau melepaskannya.

Aku mengangguk tertunduk dan lemah menatap lantai rumah sakit. Beberapa jam setelah kepulangan kami dari pesta dan mengantar Lynn, Marc collapse. Aku dan Jade yang panik langsung membawanya ke rumah sakit.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Marc sekarat dan membutuhkan Emma."

"Aku tidak tahu. Aku menyayangi Marc tapi Emma adalah masa lalu juga masa depanku. Kau tahu aku telah menunggu dan mencarinya lebih dari sepuluh tahun. Aku mencintainya, Jade. Aku mencintainya." ucapku frustasi.

"Seandainya aku tahu lebih dulu bahwa Emma adalah istri Marc, seandainya aku tidak pernah tahu kesalahan yang dilakukan Marc dulu."

Wanita itu berdiri dari duduk gelisahnya, mendekatiku dan memeluk menenangkan.

"Aku memang telah berjanji akan mempertemukan mereka. Tapi untuk menyerahkannya pada keluarga Marquez lagi aku tidak bisa. Marc telah menyakiti Emma dan wanita itu berhak bahagia."

"Ya, aku setuju denganmu. Tapi pikirkanlah kembali, bagaimana jika kebahagiaannya justru tidak ada pada dirimu? Apa kau tega memaksa wanita yang kau cintai untuk mencintaimu?"

Telak! Ucapan Jade menyakitiku. Aku menjauh dari jangkauannya dan memilih tembok lorong rumah sakit untuk menumpahkan kekesalanku.

"Kau tidak boleh egois, Tom. Kau boleh mencintainya. Kau boleh menikahi dan membahagiakannya. Kau masih punya waktu untuk itu. Untuk saat ini biarlah Emma yang akan menyembuhkan luka rasa bersalah Marc." Aku bergeming merasakan lelehan liquid hangat di pipi.

"Hanya Emma dan Lynn yang dibutuhkan Marc saat ini dan bukan obat-obatan itu. Beri Marc waktu setidaknya untuk membuat Emma memaafkan kesalahannya."

FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang