Suasana Apartement Judith sudah berubah dari yang terakhir kuingat. Kepalaku meneleng menatap balkonnya, sedikit mengernyit mengingat hal nista yang kulakukan di sana dulu. Seandainya aku menyadari kesalahan sejak awal dan memilih setia pada Emma, mungkin kejadiannya tidak akan runyam seperti ini.
"Mengingat sesuatu?" Judith muncul dari arah dapur dengan membawa dua gelas jus jeruk. Kesukaanku.
"Kapan kau akan menikah?"
tanyaku tak ingin lagi berbasa-basi."Selepas natal. Robbie memaksaku pergi dari sini. Omong-omong, ada hal apa kau datang?"
"Ju, kenapa kau tak pernah bilang janin itu anakku?"
Judith menenggak jusnya dan mencibir.
"Karena kau meninggalkanku sebelum aku mengatakannya."
"Seharusnya kita tak bertemu."
"Kau menyesalinya, huh?"
Tanganku mengepal. Wanita di hadapanku saat ini merasa menang.
"Apa karena Emma menceraikanmu lalu kau datang padaku?"
"Tidak. Aku mendatangimu karena merasa memiliki hak terhadap anak itu." Dagunya menunjuk perut Judith yang membesar.
"Untuk apa? Kau ingin menikahiku?"
Kembali aku memilih untuk diam. Membiarkan wanita itu mencibir berkali-kali.
"Aku mampu hidup membiayai anakku sendiri tanpa bantuanmu."
"Setidaknya beri aku kesempatan untuk bertanggung jawab. Aku bukan lelaki yang lari dari kesalahan yang kuperbuat."
"Jadi kau menganggap ini kesalahan? Marc, kau melakukannya dengan sadar. Kau mencintaiku lagi dan... kau sangat bernafsu. Masih kau anggap ini kesalahan?"
"Aku tahu. Sudahlah, Ju. Aku melakukan ini demi Emma. Kau tidak harus menikah denganku."
"Lepaskan aku, Marc. Aku akan menikah dengan Robbie dan kau tak perlu susah payah menikahiku. Pulanglah." Judith berdiri membuka pintu apartemennya mengusirku. Ya, mengusirku.
***
"Bagaimana?" tanya Tom yang berada di balik kemudi setelah Memastikanku duduk nyaman di jok depan.
"Marc?" panggilnya lagi.
"Diamlah dulu, Tom. Aku sedang berpikir."
"Ooohhh baiklah. Jadi kita akan kemana?"
"Restoran. Aku lapar sekali." Tom tertawa, dan memutar putaran roda keluar dari basement apartemen.
Mobil menepi di sebuah restoran pizza italia yang tak begitu ramai. Pikiranku melambung pada Madelynn, anak itu suka sekali dengan pizza keju. Dulu, saat aku sedang di Barcelona selalu kusempatkan mampir untuk membeli pizza ini. Sekarang, mereka bahkan meninggalkanku sendiri.
"Jadi kau ingin menikahi Judith?"
"Tidak. Aku hanya ingin bertanggung jawab terhadap anak yang dikandungnya. Minimal mencatat namaku di akta kelahirannya."
"Kau sinting ya? Mana mungkin Robbie akan menyetujuinya. Setelah Judith menikah dengan Robbie, otomatis semua hak Judith menjadi kewajibannya."
"Aku akan mengusahakan. Bagaimanapun caranya. Aku tak ingin istriku menganggapku lelaki pecundang yang lari dari tanggung jawab."
"Ohhh jadi semua ini untuk istrimu? Kau benar-benar penjilat ya."
"Bukan penjilat, bodoh. Aku hanya ingin dia kembali. Aku sangat mencintainya."
KAMU SEDANG MEMBACA
FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)
FanficCOMPLETE STORY "Musim Gugur akan mengajarkan kita. Bahwa tanpanya, Musim Semi takkan nenjadi seindah ini." Tentang kisah cinta sejati. Yang harus melupakan dan dilupakan. Tentang besarnya arti kesetiaan dan pengorbanan. Tentang menunggu dan harus me...