Tom sudah beberapa kali membangunkanku pagi ini. Katakan saja usahanya sia-sia karena aku tetap pada balutan selimut yang hangat tanpa mempedulikan teriakan-teriakan buasnya.
Sekarang kulihat lagi, pria itu tengah mematut dirinya di cermin dengan mencoba semua T-shirt ku. Bibirku menyungging. Memang ya, pria jatuh cinta dengan pria menyedihkan tampak sekali perbedaannya.
"Sebenarnya kau mau ke mana pagi-pagi sekali?"
"Ke Gereja. Aku sudah lama sekali tidak ke Gereja."
Aku mencibir, karena selama bersahabat dengan pria inggris itu, aku jarang melihatnya pergi ke Gereja. Tapi hari ini, entah ada angin apa yang membawa niatnya pergi ke tempat suci itu.
"Ayolah, mate. Temani aku. Aku gugup sekali."
"Memangnya kau ingin melakukan penebusan dosa sampai gugup begitu?"
"Ini lebih dari sebuah penebusan dosa." Tom menyemprot cologne-ku pada bajunya.
"Lalu? Biasanya kau tampak percaya diri."
"Aku akan bertemu dia." Tom salah tingkah. Mendengarnya membuat aku terkekeh.
"Astaga! Jadi hanya itu? Titik kelemahanmu ada pada wanita itu, ya?" Kekeh Marc. Membuat Tom mendengus dan membuang mukanya.
"Masalahnya, aku butuh teman untuk membawaku pulang jika ternyata suaminya tidak terima jika istrinya menemuiku. Aku takut dihajar."
Aku lebih terbahak lagi mendengarnya. Seorang Tom Felton, bertekuk lutut pada satu wanita?
"Yasudah. Anggap saja ini membayar hutangku kemarin."
***
"Tom, aku akan di barisan belakang. Jika nanti kau babak belur, maka aku akan cepat membawamu pergi ke parkiran. Oke?"
Sebutlah ini alasanku saja. Karena berada di hadapan Tuhan aku merasa terlalu hina untuk saat ini. Aku melupakan-Nya di saat berada dalam titik dosa terbesarku.
"Baiklah, doakan tidak terlalu sakit ya."
Benar-benar pengecut kan?
*
Sejak masuk aula utama gereja aku sudah mengenali si pirang Tom. Tentu saja dari postur tubuhnya yg jangkung dan rambut pirangnya.
Dengan berpura-pura tak sengaja aku duduk di sebelahnya bersama Lynn dan Kristen.
"Ehm...permisi."
"Silahkan." Jawabnya yang kemudian terkekeh saat menyadari bahwa aku yang duduk di sebelahnya.
"Astaga, Emma."
"Hai, Ferret."
"Sial. Oh hai adik kelas yang super nakal." Giliran Kristen yang tertawa mendapat sapaan frontal Tom.
"Aku punya nama dan namaku sangat cantik Mr. Ferret." balas Kristen tak mau kalah.
"Ini anakmu?" Mengangguk bangga, kujawab pertanyaan Tom.
"Tidak mirip sama sekali."
"Ehm...dia mirip dengan ayahnya."
"Oh, lalu di mana ayahnya?"
Ini pertanyaan yang kuhindari. Aku tahu Tom akan menanyakan hal ini saat kami bertemu. Tapi untuk menjawabnya, aku seperti tak punya kata-kata. Kulipat lidahku ke dalam dan mengulum senyum saja.
"Sebenarnya, kami sudah lama berpisah. Hampir tiga tahun." Kulihat ekspresi Tom yang campur aduk. Aku tidak ingin memastikan ekspresi apapun yang dibuat Tom. Oleh karenanya, sampai ibadah berakhir aku dan Tom tidak saling bercakap lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)
FanfictionCOMPLETE STORY "Musim Gugur akan mengajarkan kita. Bahwa tanpanya, Musim Semi takkan nenjadi seindah ini." Tentang kisah cinta sejati. Yang harus melupakan dan dilupakan. Tentang besarnya arti kesetiaan dan pengorbanan. Tentang menunggu dan harus me...