FA- 9

883 79 64
                                    

Cemburu? Benarkah yang tengah dirasakan Judith saat melihat Marc dan Emma yang sedang bersama, memeluk dan bersenda gurau dengan anaknya adalah rasa cemburu?

Seharusnya ia tahu di mana posisinya, siapa dirinya untuk Marc. Bukan malah termenung di sana dan diam memandangi kerinduan yang sedang dipertontonkan oleh keluarga kecil itu. Di hadapannya.

Seharusnya juga tak perlu air mata yang sedari tadi menggenang di pelupuk harus meluncur pedih melewati pipi meronanya. Batinnya benar, ia berada di tempat yang salah. bahkan ketika di samping Marc juga tempat yang salah.

Semestinya ia sadar bahwa dirinya adalah sepenggal masa lalu untuk lelaki yang sialnya menjadi semakin tampan seiring bertambahnya usia. Lalu berhenti berharap bahwa Marc akan kembali masuk ke dalam hari-hari sepinya. Karenanya, Judith melupakan fakta--satu kalimat yang bahkan harus ia garis bawahi-- bahwa MARC SUDAH BERKELUARGA.

Tak lagi kuat berdiri melihat keluarga kecil yang bahagia itu, tumitnya memutar. Ingin secepatnya pergi dari pijakannya.

"Kau mau kemana?"

Seorang lelaki jangkung menangkap pergelangan tangannya lebih cepat sebelum kakinya melangkah lebih.

"Alex?"

"Apa kabar, Ju?"

"Aku..."

"Sebaiknya kita pergi. Kau tak ingin kepergok oleh Emma, bukan?"

"Apa maksudmu?"

Sudut bibir Alex terangkat, mencibir penuh dengki. Dan dengan paksa ia menyeret Judith untuk membuka pintu rumahnya. Ada hal yang harus diselesaikan dengan wanita ini.

"Lepas, Lex."

"Aku akan melepaskanmu jika kau menjawab jujur pertanyaanku. Kenapa kau ada di sini, tepat di sebelah rumah kakakku?"

Judith mendengus sambil tetap berusaha meloloskan cengkeraman Alex. Apa daya, tenaga Alex lebih kuat dari tenanganya sendiri.

"Hanya kebetulan. Aku tak pernah tahu rumah ini bersebelahan persis dengan rumah Marc. Lepaskan aku, Lex."

Alex bukan tipe pria yang suka menyakiti perempuan baik jiwa maupun raganya. Ia sadar dengan apa yang telah dilakukannya pada Judith bahwa cengkeramannya terlalu kuat. Mempedulikan ringisan Ju, Alex melepas buku-buku jarinya yang mencengkeram kuat lengan wanita itu.

"Aku sangat berharap kau tak lagi hadir dalam kehidupan kakakku. Dia sudah bahagia bersama keluarganya." ucap Alex geram. Melihat Ju saja sudah membuat darah Alex mendidih.

Itu karena Alex mengingat dengan jelas apa yang telah dilakukan oleh keluarga Ju terhadap keluarganya beberapa tahun silam

"Aku tidak semurah itu."

"Oh ya? Lalu mengapa kau berada di sana dan menjatuhkan air mata buayamu saat melihat mereka, huh?"

Masih tak bisa mengalihkan pandangan ketusnya pada Judith, Alex mengepalkan tangannya. Ia menahan hasrat untuk tidak lagi mendaratkan tangannya pada wanita itu.

"Aku masih mencintainya. Apa salah jika aku merasa iri dengan kebahagiaan kakakmu sementara aku masih tak bisa melupakannya? Aku juga ingin bahagia, Lex. Aku ingin melupakan Marc jika itu bisa."

Air mata Judith menggenang lagi di pelupuk mata lebarnya. Sepertinya wanita itu memang sangat terpukul melihat kenyataan bahwa lelaki yang dicintainya telah memiliki kebahagiaan sendiri. Kebahagiaan yang meninggalkan diri Judith.

Alex melunak. Entah bagaimana awalnya namun sekarang lelaki jangkung itu ingin sekali menarik Judith ke dalam pelukannya. Bagaimanapun ia tak tahan melihat wanita menangis.

FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang