FA-10 BAGIAN 3

908 83 39
                                    

Cklek

Kakiku melangkah dengan hati-hati saat masuk ke dalam rumah yang tampak gelap. Tak ada tanda-tanda Emma terjaga dan menungguku pulang.

Tunggu-- apa aku masih pantas berharap pada istriku-- wanita yang beberapa jam lalu telah kusakiti jiwa raganya-- bahkan sudah berbulan-bulan kusakiti hatinya, kuduakan cintanya-- akan terjaga dan setia menungguku sampai pulang seperti dulu?

"Kau lelaki naif, Marc."

"Jangan harap Emma akan melayanimu seperti dulu."

"Kau hanya pecundang."

"Kau bajingan."

"Kau tak pantas menjadi ayah dari anakmu."

"Tunggu sampai Emma tahu semuanya."

Kupijit pelipisku yang mulai pening.
Ucapan Alex yang tak sengaja kutemui di salah satu toko mainan tadi memang benar, Emma akan membenciku seumur hidup jika aku mengatakan hal yang sebenarnya.

Benar saja, air hangat di sudut mata menetes penuh sesal ketika kedua mata ini menyaksikan dua sosok wanita kebanggaanku meringkuk bersama dalam hangatnya selimut. Silahkan saja memcemoohku dengan berkata aku lelaki terburuk sekalipun. Nyatanya aku memang seperti itu. Memilih menemani Judith mencari apartemen dan melupakan ulang tahun pertama putri kecilku.
Cairan hangat itu kembali menetes, namun kali ini lebih deras. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan isakanku dengan masuk ke kamar mandi.

Kuperhatikan lagi sosok lelaki pengecut di hadapanku ini. Yang dengan wajah tampannya saja mampu memikat seluruh gadis di dunia, namun mengapa ia memilih Emma yang jelas hanya wanita biasa? Tentu saja karena cinta dan pengorbanan yang kita lewati bersama.
Hanya Emma yang menemaniku saat semua teman dan kekasihku memilih pergi ketika mendapati kehidupanku yang suram dan  saat berada di titik paling rendah, bersama mendaki liku hidup, dan sampai akhirnya berada di atas seperti sekarang ini.

Lalu kehadiran Judith mengacaukan segalanya. Segala yang kupunya. Termasuk mengoyak hati hingga terbelah menjadi dua, merasuki setiap detik waktuku yang berharga dan memgesampingkan anak istri yang kucintai.

Jika kau punya Algojo, panggil dia untuk memenggal kepalaku sekarang juga!

Dengan wajah dan rambut yang masih nampak tetesan air, aku menempatkan diri tepat di belakang Emma. Berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengganggu tidur lelapnya.

"Sudah pulang?" ucap Emma dengan suara tegasnya. Sedikit terkejut karena Emma ternyata belum tidur saat aku datang.

"Mmm, ya. Kenapa kau belum tidur?"

Pukul saja kepalaku ini.

"Menurutmu apa yang kulakukan saat kau belum pulang?"

Skak mat. Aku melupakan satu hal bahwa aku memiliki istri lulusan cumlaude di Harvard. Membolak-balikkan pertanyaan itu salah satu keahliannya.

"Menungguku?"

"Jadi kenapa baru sadar bahwa aku tak pernah bisa tidur ketika setiap malam kau tak pernah ada di rumah?"

Kuletakkan tanganku melingkari perutnya yang masih dalam posisi berbaring. Lagi, dia berbicara tanpa melihat padaku.

"Aku minta maaf, soal tadi."

"Sudah kuobati bekas tanganmu di pipiku. Jangan khawatir, aku takkan melayangkan tuduhan KDRT padamu. Sekarang aku ingin tidur nyenyak dan kumohon keluarlah."

"Apa? Emma, dengarkan aku kumohon. Aku menyesal."

Emma berbalik posisinya untuk menghadapku. Mata elangnya mengamatiku dari bawah cahaya bulan yang menerobos masuk melalui kaca jendela.

FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang