Tom terlalu senang mendapati persetujuan Emma untuk makan malam bersama dengan ibunya malam ini. Bukan hanya itu, tapi malam ini ia juga akan mencoba membuka pintu hati Emma yang sudah lama tertutup karena sebuah pengkhianatan dari seorang lelaki.
Untuk itu dia akan mengundang Marc dan Jade juga. Mereka bertiga adalah teman baik, bukankah membagi kebahagiaan juga sikap yang terpuji bagi seorang teman baik.
Tom mengetuk pintu apartemen Marc yang ternyata terkunci. Tidak biasanya Marc mengunci pintunya kecuali saat malam.
"Marc, kau di dalam?" Tak ada jawaban dari Marc.
"Marc!" Tom berseru kencang lagi. Berharap ada sahutan dari dalam.
"Tom?" Tom meneleng saat mendengar suara Jade datang menyapanya. Wanita itu lebih tirus dari yang terakhir bertemu. Dari penampilannya juga sepertinya ia baru berpergian.
"Marc menitipkan kuncinya padaku. Sebentar," Jade merogoh isi dalam tas jinjingnya yang bermerek. Tom tahu seperti apa selera wanita itu.
"Haaa... kau baru membeli tas lagi ya?"
Bibirnya menipis dan menghela nafasnya mengacuhkan.
"Ini hadiah, dan ini kuncinya. Jika kau butuh sesuatu, kau bisa mengetuk pintuku."
Tom mengangkat satu alisnya, merasa bingung. Tapi tak ada satu katapun yang ia lontarkan sampai Jade menutup kembali pintu apartemennya.
"Dasar jorok."
Menggerutu, Tom melihat beberapa barang berserakan di ruang tamu. Ada beberapa botol wiski yang sudah tandas, puntung rokok yang lebih dari selusin tercecer di atas meja. Hingga sebuah T-shirt putih yang tergeletak di atas sofa."Bagaimana caranya mengentaskan kelakuan bodohmu ini, Marc?" Tom berbicara pada dirinya sendiri sambil merapikan apartemen yang separuh kacau akibat ulah bodoh sahabatnya itu.
Tangannya hendak mengambil t-shirt dan kemudian membawanya ke meain cuci. Namun ada satu hal yang mengalihkan perhatian Tom.
Noda darah pada kaos tersebut.
Tidak sedikit.Tom dilanda kecemasan. Tanpa pikir panjang ia berlari keluar dan mengetuk pintu apartemen Jade.
Tidak ada lima detik pintu itu terbuka. Sepertinya Jade sudah berjaga-jaga bahwa Tom akan mengetuk pintunya meminta penjelasan.
"Ada apa dengan Marc?"
*
"Aku tidak tahu apa yang akan Tom katakan jika melihatmu seperti ini." ucap Jade lesu melihat Marc berbaring lemah di ranjang perawatan rumah sakit.
Ia terbatuk pelan, sedikit meringis menahan sakitnya.
"Dia akan langsung memarahiku habis-habisan seperti seorang ayah memarahi anaknya." Jade membuang nafasnya. Pria ini memang menyebalkan. Bahkan ketika ia sedang terkapar tak berdaya masih bisa bercanda.
"Kita menyayangimu, Marc. Jangan rusak hidupmu seperti ini."
"Aku tidak bisa menemukan istri dan anakku, jadi untuk apa hidupku sekarang?"
"Bodoh. Jika aku jadi kau, aku akan terus berusaha mencari mereka dan menebus kesalahanku bagaimanapun caranya, daripada membunuh diriku secara perlahan."
Marc melengos. Sudah sering Jade dan Tom mengatakan hal itu padanya.
"Jadi kau mengkhawatirkanku?" Marc mengedip jenaka. Jade yang jengah justru meraup wajah Marc yang pucat.
"Siapa yang tidak khawatir jika melihatmu seperti orang koma tadi? Kau batuk darah, mimisan banyak dan sesak nafas. Kupikir kau akan mati saat itu juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
FAR AWAY (Ketika Berpisah Menjadi Jalan Terbaik)
FanfictionCOMPLETE STORY "Musim Gugur akan mengajarkan kita. Bahwa tanpanya, Musim Semi takkan nenjadi seindah ini." Tentang kisah cinta sejati. Yang harus melupakan dan dilupakan. Tentang besarnya arti kesetiaan dan pengorbanan. Tentang menunggu dan harus me...