Akankah semua ini berakhir...

10.1K 272 9
                                    

Rintikan hujan yang mulai membasahi sepanjang jalan menuju sebuah gedung di seberang jalan itu, tak membuat langkahku surut untuk lekas mengakhiri perjalanan ini. Ku genggam erat tangan Aisha, anak perempuanku agar ia tetap berada di bawah payung hitam yang ku bawa. Nampaknya ia mulai ingin bersenang-senang bersama rintikan hujan itu. Aku terhenti sejenak, ku tatap wajah riangnya yang sudah basah terkena gerimis.

"Aisha... Kayaknya kamu seneng banget deh hari ini...?", tanyaku sambil membelai rambutnya yang lebat dan ikal itu.
"Iya dong Bunda, hari ini kan kata Bunda, Aish akan ketemu Ayah... Iya kan?", jawabnya balik bertanya kepadaku. Aku hanya tersenyum sambil menatap lekat raut wajahnya. "Tapi janji ya, nanti Aish tunggu dulu di luar ruangan sampai Bunda selesai. Ok?", kataku lagi sambil ku berikan jari kelingkingku padanya. Dengan segera Aisha menyambut jari kelingkingku dan menautkan pada jari kelingkingnya, membuat tanda bahwa kami sedang membuat janji. "Oke Bunda...", sahutnya dengan muka yang berseri-seri.
"Eits... Tapi tunggu dulu... Aish juga harus janji, hari ini Aish memang akan ketemu sama Ayah, tapi setelah itu Aish nggak boleh lagi maksa-maksa untuk ketemu Ayah. Aish ngerti kan?", kataku lagi sambil memegang erat tautan jari kami. Raut Aisha berubah muram. Pelan ku dengar suaranya yang agak parau menjawab,
"Iya Bunda....". Lalu ku peluk tubuhnya, kubiarkan ia terisak di dalam pelukanku, lalu kuusap air matanya. Ku genggam erat jemari mungil Aisha lalu kami melanjutkan perjalanan kami kembali, menembus gerimisnya hujan di pagi ini.

Ah... Sampai juga kami pada hari ini. Hari yang selama ini kuharapkan tak kan pernah ku lalui. Hari dimana segala penantian, segala pengharapan dan segala perjuangan kan terjawab. Hari dimana sebuah pertanyaan besarku selama ini juga akan terjawab.

Hari ini adalah hari ke delapan kali nya sekaligus hari terakhir kali aku akan memasuki ruang sidang di pengadilan agama. Hari ini adalah hari dimana aku akan mendengar keputusan hakim tentang kasus perceraianku dengan suamiku. Ah... Hati ini berdesir menyebutnya 'suamiku'. Ku telan ludahku dan ku genggam erat tangan Aisha sambil mempercepat langkah menuju Gedung Pengadilan Agama yang sudah di depan mata.

Ku tata hati dan fikiranku saat kaki ini mulai melangkah di ujung pintu. Ku lihat Aisha tersenyum padaku. Aku tak mengerti apa arti senyumnya. Senyum seorang gadis kecil berusia 5 tahun. Ku anggap senyumnya adalah ungkapan kata "Semangat ya Bunda, jangan khawatir, ada Aisha disini". Aku berhentu di sebuah kursi dekat mushola gedung ini. Di sambut senyum ramah Pak Robani penjaga mushola yang sudah mengenalku sejak pertama aku datang kesini. Dia menuntun tangan Aisha untuk diajaknya duduk di serambi mushola. Lalu aku berkata pada Aisha.
"Aisha boleh menunggu disini sampai Bunda kembali sebentar lagi, Aisha jangan nakal ya sama Pak Robani, Aisha boleh sambil mewarnai buku ini ya...", kataku sambil menyerahkan beberapa buku kepada Aisha. Aisha menyambutnya, lalu tanpa berkata apapun, ia mencium pipiku dan memelukku. Aku membelai rambutnya, dan segera berlalu.
Langkah ini sebenarnya sangat berat. Mengingat bertahun-tahun perjuanganku mempertahankan rumah tanggaku bersama suamiku dan sebentar lagi akan berakhir begitu saja. Aku menghela nafas panjang. Ku hempaskan tubuhku di sebuah sofa ruang tunggu di sebelah ruang sidang. Ku lihat arloji di pergelangan tangan kiriku. Masih ada beberapa menit lagi sebelum sidang di mulai. Aku melihat sekitar, barangkali ku temukan sosoknya yang sudah hampir enam tahun ini tak ku temui. Aku berharap ia memenuhi janjinya yang ia sampaikan pada pengacaranya, bahwa di sidang terakhir ia akan hadir dan menemui Aisha, buah cinta kami berdua yang sedari lahir belum pernah merasakan hangatnya tatapan mata ayahnya.

Ku hidupkan ponselku, lalu perlahan ku buka folder galeri yang sebelumnya tak pernah ku buka-buka lagi. Sederet foto terpampang jelas di sana. Dan sebaris kenangan terputar jelas di angan-angan. Semua masih jelas dalam ingatan. Dan tanpa disuruh, angan ini pun terbang...melayang...dan hilang terdampar di sebuah masa... Masa-masa bahagia kala aku bersamanya...

                               ***

Tolong [jangan] Ceraikan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang