I'm Coming Home...

1.7K 113 18
                                    

Hai readers, semoga masih inget jalan ceritanya, wkwk. Maaf, semenjak tokoh fiktif Mas Abi menghilang di hotel prodeo, aku jd males nglanjutin deh, #labil 😅 Tp karna banyak bgt yg tanya, akhirnya aku putuskan utk tetep lanjutin The Journey ini, demi kaleaaan 😘😘😘

Vika

Suara deru mobil yang dikendarai Pak Gito membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah Papah yang duduk di sampingku dan kepalanya tersandar lemah di atas bantal yang terpasang di kursi mobil. Matanya terpejam. Namun aku masih bisa melihat kedipan-kedipan kecil yang itu tandanya Papah tidak terlelap.

Aku mengusap lembut bahu Papah. Namun tak kusangka itu malah membangunkannya.

"Udah sampai Vik?", tanya Papah dengan suara yang hampir tak terdengar.

"Belum Pah... Papah istirahat dulu. Maaf Vika membangunkan Papah...", kataku penuh sesal.

Papah hanya menggeleng dan tersenyum lalu kembali memejamkan matanya. Kelihatannya ia sangat lelah sekali. Kasian Papah.

"Mbak, apa Mamah dan Mbak Ajeng udah dikasih tau kalo Papah mau pulang hari ini?", tanyaku pada Mbak Fitri yang duduk di samping Pak Gito.

"Saya belum berani nelpon Ibu Mbak... Nanti saja kalo sudah sampe rumah, mungkin saya akan coba menelpon Mas Abi, biar Mas Abi yang ngasih tau Ibu tentang Bapak...", jawab Mbak Fitri setengah berbisik.

Aku hanya mengangguk saja. Dalam hati aku malah berfikir semoga Ibu dan Mbak Ajeng tidak pulang ke rumah sehingga aku tak perlu lagi berhadapan dengan mereka. Karena bertemu dengan mereka dalam keadaanku seperti ini, dengan perut sebesar ini, yang ada pasti hanya cacian dan hinaan dari mereka. Aku tak ingin anakku ini mendengarnya dari dalam sana.

Dan Mas Abi...

Apa dia memang benar-benar ingin menghindariku? Hingga harus berbohong pada Papah bahwa dia sedang ada diklat selama 3 hari di dinas perhubungan.

Masih belum mencairkah bongkahan es yang membekukan hatinya itu?

Aku meringis dan melenguh sedikit ketika merasakan tendangan kecil di perutku. Ah... Bahkan manusia kecil ini pun bisa merasakan ketika aku mulai memikirkan ayahnya. Aku tersenyum sendiri sambil mengelusnya lembut.

Mobil semakin melaju kencang. Mataku terarah keluar memandang hari yang sudah mulai gelap. Sedang pikiran ini jadi makin melayang tak karuan.

____

"Mbak... Mbak Vika... Mbak... Bangun...", aku mendengar sayup suara Mbak Fitri.

Mataku yg semula terpejam perlahan mulai terbuka. Kemudian aku mengerjapkan mataku berusaha mengembalikan kesadaran. Kurasa aku telah tertidur lama sekali. Itu bisa terasa dari badanku yang lebih rileks dan lebih segar setelah seharian perjalanan jauh. Ah... Apa ini sudah sampai rumah Papah?

Setelah kesadaranku penuh, aku terkejut melihat ruangan tempat aku terbaring saat ini. Aku menatap ke langit-langit, lalu kuteruskan menatap sekeliling.

Ya Tuhan!

Ini kamarku.

Aku memejamkan mataku lagi, kurasa ini mimpi, batinku. Kemudian ku buka lagi mataku. Ruangan yang sama. Kali ini dengan pemandangan Mbak Fitri yang kembali masuk ruangan dengan teh hangat di tangannya.

Ini nyata! Bukan mimpi!

"Ini Mbak teh nya... Mbak Vika pules banget tidurnya... Capek ya Mbak?", tanya Mbak Fitri membuyarkan lamunanku.

"Kok aku bisa ada disini Mbak?", aku balas bertanya.

"Ya bisa lah Mbak... Bukannya Mbak Vika tadi sempet bangun ya waktu digendong Mas Abi?"

Aku melotot sambil menutup mulutku yg ternganga lebar.

"Aku??? Mas Abi??? Aku digendong Mas Abi??!!", tanyaku sambil berusaha turun dari ranjang.

"Mbak Vika nggak inget?", Mbak Fitri bertanya sambil mengernyitkan kening.

Aku menggeleng cepat.

"Mbak Vika tadi tertidur di mobil. Pas udah sampe depan rumah, saya mau bangunin Mbak, tapi Bapak melarang katanya jangan dibangunin dulu, kasian Mbak Vika capek kata Bapak. Yaudah aku tinggalin Mbak Vika di dalam mobil sama Pak Gito. Saya mapah Bapak masuk rumah. Ternyata di dalem udah ada Mas Abi, nah Bapak malah nyuruh Mas Abi buat nggendong Mbak Vika ke kamar...", cerita Mbak Fitri.

"Terus?", tanyaku penasaran.

"Yaudah Mas Abi nurut. Tapi waktu Mbak Vika digendong Mas Abi, tangan Mbak Vika kayaknya ngerangkul leher Mas Abi? Kirain udah bangun tadi... Habisnya setelah nganter Mbak Vika ke kamar, Mas Abi lama banget nggak keluar-keluar kamar. Makanya saya seneng banget ngeliatnya... Mbak Vika udah baikan sama Mas Abi ya?", Mbak Fitri kembali menggodaku.

"Sekarang mana Mas Abi?", aku tak menjawab pertanyaan Mbak Fitri malah gantian bertanya.

"Mas Abi lagi keluar kayaknya mbak, 10 menitan yang lalu...", jawab Mbak Fitri.

"Papah???", tanyaku lagi.

"Bapak ada dikamarnya Mbak... Lagi istirahat kayaknya. Mbak mau mandi atau makan dulu? Biar saya siapin..." tanya Mbak Fitri sambil bergegas mau keluar.

"Aku masih mau disini dulu Mbak... Nanti aku panggil Mbak Fitri kalo butuh apa-apa...", jawabku.

Mbak Fitri hanya tersenyum mengangguk, lalu bergegas pergi keluar kamar.

Aku terduduk di tepi ranjang kamarku. Ah... Bukan... Ini bukan lagi kamarku. Pikiranku berkecamuk tak karuan mencerna cerita Mbak Fitri tadi.

Mas Abi menggendongku?

Dia berlama-lama dikamar ini bersamaku?

Aku merangkul lehernya?

Aaah... Kenapa aku lelap banget sih tidurnya? Mau dikemanain mukaku kalau berhadapan dengannya nanti? Kutukku dalam hati.

Aroma semerbak parfum yang amat kukenal itu mengisi ruangan ini dan memutar sebuah memori dalam ingatanku.

Mataku menghujan ke segala penjuru ruangan ini.

Masih sama seperti dulu.

Hanya saja meja rias yang dulu berjejer alat-alat make-up ku, kini hanya ada buku dan beberapa botol minuman kemasan yang tergeletak di atasnya. Dan ah...

Sebuah foto yang terpajang dalam figura kecil itu...

Mampu membuat kakiku beranjak mendekatinya. Tanganku menyentuh gambar yang terpajang disana. Dan tak terasa mataku berembun.

Foto pernikahan kami.

Apa arti semua ini?

"Bisakah kau jelaskan padaku apa arti semua ini Mas?", kataku dengan bibir bergetar sambil memandangi figura kecil dalam genggaman.

                               ***
TBC

Bismillah... Menghilangkan keraguan untuk kembali menulis lagi. Butuh support dg pencet tanda bintang di bawah itu. Pliss... 😁😁😁

23 November 2017

Reni Rimbafani
@reni_rimbafani

Tolong [jangan] Ceraikan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang