Abi
"Abi... Bi... Abi... Bangun Bi..."
"Abi... Biiii... Abiiii..."
Suara yang terdengar samar-samar itu menjadi kian jelas dan memaksaku untuk membuka mata.
"Abi... Kamu denger aku kan? Bi... Bangun Bi..."
Suara Karin. Batinku.
Aku mengerjapkan mataku.
Dan benar! Aku mendapati Karin yang sedang memijit tanganku dengan peppermint oil.
"Aku ada dimana ini Rin?", tanyaku sambil memegangi kepala.
"Kamu ada di pantry Bi... Tadi salah satu waiter yang nemuin kamu pingsan di toilet. Kamu kenapa? Lagi nggak enak badan ya? Ato kebanyakan minum? Kepalamu masih pusing?", Karin memberondongku dengan banyak pertanyaan.
Aku hanya tersenyum menanggapinya.
"Kamu tuh ya... Ditanya malah cengengesan... Aku tuh panik banget tau!!!", Karin menepuk punggungku sambil cemberut. Aku makin tertawa.
"Aku nggak pa-pa... Udah tenang aja...'", sahutku.
"Nggak pa-pa kok sampai pingsan... Udah pokoknya kamu harus nurut aku, kamu akan aku bawa ke rumah sakit!", aku melotot mendengar ucapan Karin.
"Eeeh eh... Apa-apaan? Ke rumah sakit? Udah dibilang aku nggak pa-pa aku cuma kecapekan aja... Udah aku mau pulang aja. Aku mau istirahat di rumah.", ujarku sembari bersiap untuk berdiri.
Tetapi Karin mencegahku dengan menahan tanganku.
"Kamu nggak boleh pulang sendirian. Mana mungkin aku ngebiarin orang yang habis pingsan nyetir sendirian. Biar aku anterin...", ujar Karin sambil merebut kunci mobilku.
"Apa-apaan sih Karin, udah nggak us..", belum sempat aku melanjutkan kalimatku, Karin sudah berlalu sambil menenteng kunci mobilku dan memainkannya.
"Nggak usah ngebantah lagi anak manja!", teriaknya.
Aku hanya mendengus pasrah dan mengikutinya dari belakang.
Dasar! Ini anak nggak berubah sama sekali dari dulu. Selalu seenaknya sendiri, gerutuku.
Dan tiba-tiba terlintas dalam pikiranku. Karin mau nganterin aku ke rumah? Bagaimana kalau nanti dia ketemu Vika?
Oh God! Apa yang harus kukatakan pada Karin? Sedang sedari tadi aku tak punya kesempatan untuk menjelaskan keadaanku padanya?
Dan pada Vika? Bagaimana mungkin aku membiarkannya melihatku pulang malam bersama seorang wanita? Apa yang akan dia pikirkan nanti?
Ah... Tetapi kenapa aku harus pusing? Bukankah seharusnya aku senang jika Vika berfikir bahwa aku sudah tak peduli dengannya lagi? Setidaknya dia akan merasakan bagaimana rasanya menjadi aku saat melihatnya berduaan bersama Bagas beberapa waktu yang lalu?
Aku tersenyum sendiri. Lalu aku melangkah menuju mobil dengan tak sabar. Tak sabar melihat ekspresi Vika nanti ketika dia melihatku.
Melihatku bersama Karin.
Dan tiba-tiba, aku merasa menjadi seorang pendendam ulung.
Entahlah... Iblis apa yang merasukiku saat ini. Yang jelas, itu akan sedikit mengobati rasa sakit yang selama berbulan-bulan ini membuatku gila setengah mati.
____
Vika
Malam semakin larut dan aku masih tetap terjaga. Ini adalah kali pertama aku tidur lagi di kamar ini setelah sekian lamanya aku berpisah dengan Mas Abi. Sedari tadi aku hanya mondar-mandir di sudut-sudut kamar ini. Sesekali mengenang saat-saat pertama dulu aku menghuni kamar ini dengan segala kebahagiaan. Pada awal-awal pernikahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong [jangan] Ceraikan Aku
RomanceKisah perjalanan seorang wanita di tengah segala pahit dan getirnya cobaan hidup. Vika, perempuan muda yang menemukan cinta sejatinya pada Abi, sosok laki-laki idamannya selama ini. Mencintainya berarti dia siap dengan segala pengorbanan. Menghadapi...