Perjuangan (1)

2K 116 10
                                    

Vika POV

Seminggu sudah aku hanya berdiam diri di kamar tak melakukan hal apapun. Pagi ini aku berniat untuk menyudahi ini. Menyudahi keterpurukanku dengan bangkit kembali dan memperjuangkan ini semua. Setelah turun dari ranjang, aku langsung menuju kamar mandi ruanganku. Aku berdiri menatap diriku di depan cermin. Setengah terkejut aku melihat diriku sendiri.

Mataku sembab. Kantung mataku telihat hitam sekali menambah pucatnya wajahku. Rambutku berantakan. Dan tubuhku pun makin kurus tak terurus. Aku menghela nafas panjang.

Enough!

Sudah cukup aku menyiksa diriku sendiri, batinku. Kemudian aku bergegas mandi dan mempercantik diriku di depan cermin. Hari ini rencananya aku akan menemui Mas Abi. Berbicara baik-baik tentang ini semua.

Aku tersenyum sendiri melihat pantulan diriku pada cermin besar di kamarku. Sungguh sangat berbeda dengan pemandangan sewaktu bangun tadi.

Overall skirt warna navy dengan inner white blouse dan sepatu kets putih membuat aku percaya diri untuk menemui lelaki tercintaku pagi ini. Kuusap lembut perutku yang sudah mulai agak membuncit. Aku menghela nafas lega kemudian melangkah keluar kamar. Hal yang tidak pernah kulakukan selama seminggu ini. Ku sambar ponselku di atas meja dan segera kuaktifkan kembali setelah seminggu ini sengaja kumatikan.

 Ku sambar ponselku di atas meja dan segera kuaktifkan kembali setelah seminggu ini sengaja kumatikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Pagi Ibuku sayang...", sapaku segera setelah membuka pintu kamarku.

Seperti biasa, Ibu sedang sibuk di meja makan menyiapkan sarapan. Namun raut wajah Ibu tak seperti biasanya. Tampak sedikit muram dan sedih. Dan aku tahu penyebabnya.

Hmmh... Siapa lagi kalau bukan anak perempuan satu-satunya ini yang membuatnya begini. Selama seminggu kemarin Ibu tak pernah lelah membujukku untuk makan, merayuku untuk keluar kamar atau sekedar memelukku setiap malam waktu aku pura-pura tertidur. Ah... Pasti Ibu khawatir sekali denganku.

"N--Ndukk... Alhamdulillahh?", sahut Ibu setengah berteriak kemudian berlari menghampiriku. Aku tersenyum. Senang sekali melihat Ibu tersenyum lagi.

"Wah... Ibu masak apaan?", tanyaku bersemangat sambil bergelayut manja di pundak Ibu dan memandangi meja makan.

"Kesukaanmu... Nasi goreng ayam... Yuk makan... Kasian cucu Ibu kelaparan di dalem sana...", kata Ibu sambil mengelus-elus perutku.

Tanpa menunggu lama, aku pun duduk dan menyantap sarapan bersama Ibu. Tak butuh waktu lama aku menghabiskan sarapanku. Sudah seperti orang kelaparan saja aku ini, batinku. Ibu hanya menggeleng-gelengkan kepala melihatku.

Seusai sarapan, aku santai sebentar di sofa ruang tengah. Kunyalakan televisi untuk mengusir rasa sepi. Namun tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah amplop putih yang berada di bawah remote tv dan bertuliskan namaku. Tanganku segera meraih dan tak sabar untuk membukanya.

Mataku membulat sempurna dan jantungku berdegup kencang ketika membaca KOP surat di sampul amplop tersebut.

Pengadilan Agama!

Tolong [jangan] Ceraikan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang