Kejujuran Yang Pahit

3.5K 147 9
                                    

Dia menggenggam erat jemariku.

"Karin...."

Deggg.

Dia menggenggam jemariku tetapi memanggil nama orang lain.

Aku seperti mati tertikam.

"Karin...", panggilnya lagi.

Aku segera melepaskan genggamannya.

Alan memegang bahuku.

Mas Abi menoleh.

Dia memandangku.

"Untuk apa kalian datang kesini?!!!", teriak Mas Abi dengan nada penuh amarah.

***

Vika POV

"Tolong Bi... Beri kesempatan Vika untuk ketemu Om Suryo untuk terakhir kalinya...", Alan memegang bahu Mas Abi sembari menenangkannya.

"Kesempatan? Kesempatan apa? Kesempatan untuk menunjukkan sama semua orang kalau kalian sudah berhasil menghancurkan hidupku?", teriak Mas Abi marah sambil menyingkirkan pegangan tangan Alan di bahunya.

Aku menyadari sesuatu dan memandang sekeliling. Semua orang menghujaniku dengan tatapan sinis. Mereka berbisik namun cukup keras untuk sampai ke telingaku.

"Bukannya itu istrinya Abi?"

"Itu menantunya Pak Suryo kan?"

"Bukankah mereka sudah cerai?"

"Oooh selingkuh?"

"Bayi itu anak siapa ya?"

Dan sebagainya.

Semua bisikan keras itu seperti belati yang mulai mengulitiku.

"Mas...", aku memberanikan diri membuka mulut. Mas Abi membuang muka.

"Terserah Mas Abi mau bersikap apa sama aku. Tapi, ijinkan untuk terakhir kalinya aku mempertemukan Papah sama cucunya. Ini keinginan Papah sebelum beliau meninggal. Aku ingin menepati janjiku sama Papah. Selanjutnya, aku janji aku nggak akan pernah berada disini lagi, silakan ajukan kembali gugatan perceraian itu", ucapku.

"Vika...", sergah Alan sambil menarik tanganku.

"Sudahlah Lan... Memang itu yang dia harapkan. Iya kan Mas?", aku menatap punggung Mas Abi yang sudah kembali duduk disamping Papah.

Dia tidak menjawab. Aku anggap dia menyetujuinya.

Aku mengambil Aisha dari gendongan perawat dan membawanya pada jenazah Papah. Yang itu artinya, kami berhadapan dengan Mas Abi. Andai saja Papah melihat, beliau pasti bahagia melihat anak, menantu dan cucunya akhirnya berkumpul kembali. Papah menyatukan kami. Air mataku tak tertahan lagi. Mengalir deras bak sungai yang menganak pada muaranya.

"Pa..Pah... Ini Aisha. Cucu Papah. Vika penuhin janji Vika untuk berkumpul disini demi Papah. Papaaah... Maafin Vika...", Bibirku bergetar hebat dan tak mampu lagi meneruskan kalimatku. Sambil mendekap Aisha, aku terisak dalam tangisan pilu ini.

"Apa maksud semua ini Bi...?"

Tiba-tiba suara Karin memecah ketegangan suasana. Sepertinya kami tidak menyadari bahwa Karin ternyata sudah lama berdiri diantara kami. Aku yakin dia pasti dikecam beribu pertanyaan. Tapi aku tak berniat sedikitpun untuk menjelaskan sesuatu padanya. Aku hanya terus menangis dan mendekap Aisha di pangkuanku. Sambil terus memanggil nama Papah yang semakin terbujur kaku.

Mas Abi juga tak berniat menjelaskan sesuatu pada Karin. Dia tak bergeming dari tempat duduknya. Matanya basah dan memerah. Dia tak mengindahkan pertanyaan Karin. Membuat Karin beranjak menuju Mas Abi namun dicegah oleh Alan.

Tolong [jangan] Ceraikan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang