Confused!

1.9K 105 27
                                    

Hai, maaf yah, lama nggak update, author habis meriang, (merindukan kasih sayang) #uups curcol, ga penting.
Ok lanjut ya, happy reading, ini nanti ada POV (Point of View) ato cerita dari sudut pandang Bagas yah...
Ok cekidot, sory kalo banyak typo...

___

"Vika...", panggil Ibu.

"Ibu...", sapa Bagas.

"Ka-ka-kam--kamu...???!!", sapa Ibu dengan nada setengah terkejut.

___

"Oh iya... Ibu belum sempet ketemu Bagas ya? Ini Bagas Bu... Sepupunya Mas Abi yang baru dateng dari Australia... Gas... Ini ibuku...", aku segera memperkenalkan mereka berdua agar Ibu tidak penasaran lagi.

"Bb--ba---bagas???", tanya Ibu dengan nada bingung.

"I-ii--iya Bu...", jawab Bagas gugup.

Kemudian suasana menjadi hening tanpa percakapan kami lagi.

"Ehm... Vik... Bu... Saya pamit keluar sebentar ya...", kata Bagas.

Setelah aku mengiyakan, lalu Bagas keluar meninggalkan aku dan Ibu.

"Ibu juga mau keluar bentar...", kata Ibu tiba-tiba.

Aku mengangguk dan tak lama kemudian Ibu pun keluar meninggalkan aku yang keheranan dengan sikap mereka berdua.

***

Bagas POV

Hari ini akhirnya aku kembali ke tanah air. Setelah tiga tahun aku berada di Australi. Sepertinya ini sudah waktunya aku kembali ke sini. Menata kembali hidupku yang sempat terbengkalai dulu. Sepertinya aku juga harus mencari kebahagiaan lagi. Setelah hampir dua tahun aku berlarut-larut dalam kesedihan karena kepergian Elsa. Adikku dan keluargaku satu-satunya.

Aku ingin sekali segera sampai dan menemui keluarga Om Suryo. Satu-satunya saudara yang banyak sekali membantu kami selama ini. Mereka juga yang selama ini menopangku dan adikku setelah kepergian orang tua kami. Om Suryo, satu-satunya orang yang dipercaya ayah untuk mengelola perusahaan sebelum aku menyelesaikan pendidikanku seperti yang tertulis di surat wasiat beliau.

Mungkin ini juga sudah waktunya aku belajar mengelola perusahaan ayahku dari Om Suryo. Memenuhi janjiku pada ayah bahwa aku akan menjaga reputasi dan kelangsungan perusahaannya. Itu semua juga karena pendidikanku di Australi selesai lebih cepat dari yang kuperkirakan.

Dan mungkin, ini adalah waktunya aku kembali menemuinya...

Vika.

Ah... Apakabar dia?

Masihkah dia marah padaku? Masihkah dia peduli akan kabarku?
Dan...
Apakah masih ada setitik kesempatan yang akan dia berikan untukku?

Sepanjang perjalananku semalam hanya wajahnya saja yang bergelayutan di otakku. Rasanya rinduku ini benar-benar meluap-luap untuknya.

Masih teringat jelas raut wajah Vika saat terakhir aku menatapnya. Wajah penuh amarah dan tangis dibakar api cemburu kepadaku. Kesalahpahaman dan keegoisan yang saat itu merasuki hati Vika, membuatku tak mampu meredakan amarahnya.

Perasaan bersalahku padanya menghantuiku selama tiga tahun ini. Aku yang tak mampu berbuat apapun untuknya, untuk hubungan kami waktu itu. Semua itu kulakukan karena tak ada pilihan lain. Yang ada dalam otakku hanyalah keselamatan adikku, Elsa. Kanker paru-paru yang tiba-tiba menggerogotinya membuat aku tak bisa memikirkan hal lain selain pengobatannya, operasinya, dan tentu saja...hidupnya...

Tolong [jangan] Ceraikan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang