Kecewa!

2.1K 120 13
                                    

Abi POV

"Mah... Udah deh... Abi tau kalo Mamah nggak suka sama Vika... Tapi tolong Mah... Hargai dia sebagai istri Abi, dia itu sayang banget sama aku jadi nggak mungkin..."

"Nggak mungkin apanya? Mamah yang lihat dengan mata kepala Mamah sendiri, kakakmu juga liat. Dia lagi mesra-mesraan di tempat umum sama Bagas! Kamu nggak percaya kan?"

"Itu karena Abi yang nyuruh Bagas buat jagain Vika Mah... Nggak mungkin Bagas setega itu sama Abi... Bagas sama Abi itu udah kayak sodara kandung sendiri Mah..."

"Itu dia... Itu dia masalahnya Bi... Karena kalian itu deket makanya perempuan itu berlagak sok cinta sama kamu, menikah sama kamu, tapi tujuannya hanya buat deketin Bagas, karena dia tau, Bagas itu lebih kaya dari kamu!!!"

"Mah... Jangan mulai lagi deh... Percuma Mamah menjelek-jelekin Vika di hadapan Abi... Abi nggak akan terpengaruh!"

"Tapi kamu pasti akan kaget kalo Mamah kasih tau satu hal..."

"Apalagi Mah...? Udah lah..."

"Bagas itu mantannya Vika! Kamu nggak tau kan? Mereka berdua itu udah pacaran bertahun-tahun... Mereka pasti masih punya hubungan selama ini. Sejak Bagas pergi ke Australi, kamu nggak pernah kan liat Bagas punya pacar? Itu karena mereka masih ada hubungan... Mereka mengkhianatimu Nak... Percayalah sama Mamah..."

"Nggak... Nggak mungkin Mah.. Itu nggak mungkin... Itu nggak mungkin terjadi Mah..."

"Terserah kamu ya Bi... Mamah cuma pengen ngingetin. Dia itu nggak sebaik yang kamu kira! Camkan kata-kata Mamah!!! Kamu pasti akan nyesel nantinya!"

Klek.

Perdebatan panjangku dengan Mamah berakhir sudah. Aku membuang nafas lelah. Ya, aku lelah karena hampir setiap aku ada sinyal dan berkesempatan menelepon rumah, hanya perdebatan tentang inilah yang selalu kudengar.

Sampai saat ini Mamah belum bisa menerima Vika. Entahlah... Dari sudut pandang Mamah yang manakah ia memandang sosok lembut istriku itu. Padahal dia adalah perempuan yang amat cantik luar dalam. Hatinya yang amat mulia itu menambah kecantikan parasnya. Bahkan meskipun saat dia cacat dan tak bisa melihat, kekurangan itu tak nampak karena tertutup beribu kelebihannya.

Aku bersyukur memilikinya. Menjadi suaminya. Menjadi yang utama baginya. Ah... Aku jadi semakin merindukannya.

Masih teringat jelas dalam ingatanku, wajah sayunya yang terakhir kulihat saat mengantarku di bandara itu. Pipinya yang ranum merah jambu, bibirnya yang merekah indah, tatapan mata kosongnya yang menyejukkanku. Ingin rasanya saat itu kuciumi serta ku peluk tubuhnya dan tak akan kulepaskan lagi. Namun melihat panjangnya jalan yang masih terbentang jauh ke depan, semua itu mengurungkan niatku dan memaksaku untuk tetap meninggalkannya.

Aku menatap layar ponselku dan bermaksud untuk menghubungi Papah. Tentu saja untuk mendapatkan kabar tentang istriku. Namun setelah berkali-kali gagal, akhirnya aku berniat untuk menghubungi Bagas. Sama saja. Dia juga tak menjawab telponku. Aku mendengus kesal. Membuang ponselku di atas kasur kecil ruangan pribadiku. Aku berdiri dan membuang pandanganku pada sebentuk pulau yang semakin lama semakin terlihat kecil.

Aku sedang berada di perairan Switzerland. Rencana dua hari lagi kapal akan sampai di Port of Basel Swiss. Dinginnya cuaca di sini sangat menyiksa sekali. Setelah kapal bersandar nanti, rencana aku akan pergi jalan-jalan melihat kota dan membeli sedikit kenang-kenangan untuk istriku.

Ah... Sekelebat bayangan perempuan cantik itu melintas lagi dipikiranku. Kapan aku bisa memeluknya lagi? Batinku... Aku begitu menyayanginya. Padahal sebenarnya aku belum sepenuhnya tahu tentang dirinya, tentang hidupnya, dan tentang masalalunya.

Tolong [jangan] Ceraikan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang