Sakit dalam Duka

4K 160 21
                                    

Mereka saling menatap. Bagas dan perempuan kecil itu.

Aku hancur. Tak berbentuk. Seketika. Saat ini juga.

***

Vika POV

Mataku menatap tetes demi tetes cairan infus yang tergantung di tiangnya. Aku bersyukur telah melewati serangkaian proses persalinan yang menegangkan hari ini.  Meski keadaanku masih lemah karena perdarahan yang lumayan banyak, rasanya aku sudah tak sabar ingin segera bangun dan menggendong anakku.

Aku sendirian di ruangan ini. Alan pergi ke ruang bayi memenuhi panggilan perawat. Aku merasa berhutang budi padanya. Dia yang mengurus semua keperluanku di rumah sakit ini. Dia pula yang menjelaskan kepada pihak rumah sakit bahwa dia bukan suamiku, namun dia yang bertanggung jawab atas semua tindakan yang akan diberikan kepadaku sambil menunggu Ibu yang sedang dalam perjalanan menuju kemari.

Otakku memutar kejadian beberapa saat lalu. Ketika aku masuk ke ruang persalinan dan tiba-tiba Mas Abi jatuh pingsan. Aku benar-benar terkejut. Dan saat ini aku lebih kepikiran Mas Abi. Apa yang sedang terjadi saat ini padanya? Kenapa sampai detik ini dia tidak memastikan keadaanku dan anakku, anak kami tepatnya.

Ah... Mungkin memang sudah tak sudi dia lagi melihatku. Air mataku menggenang di pelupuk mata tiba-tiba.

Terdengar ketukan dari balik pintu. Aku segera menghapus air mataku.

"Permisi Ibu Vika... Ibu sudah boleh turun dari tempat tidur ya... Anak ibu sudah boleh diajak kemari. Silakan disusui, biar nanti suster-suster ini yang akan membantu Ibu, jika keadaan umum ibu sudah baik, besok ibu diperbolehkan pulang", ujar salah satu perawat yang datang bersama dua perawat yang masih muda.

"Baik Suster, terimakasih...", jawabku.

Tak lama kemudian Alan masuk menggendong bayi perempuanku. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa kikuknya ketika menyerahkan anakku ke pangkuanku. Aku tersenyum lebar menggodanya.

"Sudah pantas kamu Lan... Udah sana buruan gih cari istri...", ujarku.

"Banyak sih Vik yang ngantre nooh di luar sonoh... Tapi nggak lah... Nanti aja, masih pengen serius kerja aku.", jawabnya sambil berlagak.

"Sombong kamu...", ujarku sambil tertawa.

"Aku mau menikah kalo aku sudah bisa menyatukan kamu sama Abi lagi.", lanjutnya lirih.

Aku menepuk bahunya.

"Kamu nggak perlu begitu... Kamu udah banyak ngorbanin diri buat aku. Udah, sekarang kamu fokus sama masa depan kamu sendiri. Kamu tau Lan, aku sudah punya cukup kekuatan saat ini. Kekuatan yang aku dapat beberapa jam yang lalu, saat aku mendengat suara tangisannya untuk yang pertama kali...", kataku sambil memandang perempuan kecil di dekapanku.

"Bodoh sekali Abi menyia-nyiakan dua bidadari yang benar-benar tulus mencintainya.", keluh Alan sambil berjalan membelakangiku.

Aku hanya tertawa kecil.

"Ibu Vika, mari silakan kami bantu untuk belajar menyusui anak ibu...", dua perawat muda itu kembali memasuki ruangan.

Alan mengkode ku untuk pamit keluar ruangan.

"Bisa minta tolong cek keadaan Mas Abi, Lan... Aku khawatir dia..."

"Aku akan melihatnya...", jawabnya segera sebelum menutup pintu.

---

Anakku kembali terlelap setelah hampir 2 jam menyusu. Aku memandang bayi mungil ini.

Memandang wajahnya itu seperti memandang wajah ayahnya. Matanya, hidungnya, bibirnya, dan semua guratan wajahnya. Semua dari ayahnya. Tak inginkah Mas Abi melihat keajaiban ini? Tak terasa genangan air dipelupuk mataku jatuh begitu saja. Aku segera menghapusnya.

Tolong [jangan] Ceraikan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang