"M--mas A--Ab---ii...???"
"Iya... Ini aku... Aku mencintai kamu apapun dan gimana pun keadaan kamu Vika... Kupikir kamu nggak sebodoh ini hingga berfikir aku udah nggak cinta sama kamu karena keadaanmu seperti ini. Sampai kapanpun rasa ino nggak bakal berubah Vika, bahkan saat kamu nggak datang menemuiku waktu itu ..", Mas Abi mencium tanganku. Aku segera menariknya.
"Tapi Mas...", sanggahku.
"Mau sampe kapan kamu akan terus menyiksa dirimu sendiri Vika??", tanya Mas Abi.
"Kita nggak akan pernah bisa bersama Mas... Kumohon mengertilah..."
"Siapa bilang Vika...? Kami semua datang kesini untuk mempersatukan kalian... Kami datang kesini untuk melamarmu...". Suara itu terdengar tak asing di telingaku.
"Om Suryo...???", ujarku setengah berteriak.
"Bahagianya Abi hanya ada padamu Nak... Maukah kamu menjadi menantu kami? Menjadi istrinya Abi?", kata Om Suryo sambil berjalan menghampiri dan menepuk lembut pundakku.
Aku terharu sampai menitikkan air mata mendengar kata-katanya. Kemudian Mas Abi meraih tanganku dan memberikanku sesuatu.
"Maukah kau menikah denganku Vika? Menjadi istriku, menjadi menantu kedua orang tuaku dan menjadi ibu untuk anak-anakku?", pinta Mas Abi sambil membukakan kotak kecil di atas telapak tanganku.
Ku raba benda tersebut. Sebuah cincin! Segera ku tutup kotak tersebut dan aku berkata,
"Tidak tanpa restu Tante Rani Mas...".Mas Abi kembali menggenggamkan kotak kecil itu pada telapak tanganku.
"Mamah...", Mas Abi tiba-tiba memanggil Tante Rani. Saat itu aku baru menyadari bahwa kedatangan dr. Hani ternyata tidak sendiri.
"Ya...", jawab Tante Rani.
Aku sungguh terkejut mendengar suaranya. Ternyata sedari tadi Tante Rani sudah berada di ruangan ini bersama kami. Itu artinya ia telah mendengar semua pembicaraan kami.
"Tante Rani...", sapaku padanya. "Saya hanya ingin menikah dengan Mas Abi atas restu dari Tante...", kataku terbata-bata. Mas Abi semakin erat memegang tanganku.
"Terserah kalian saja...", jawab Tante Rani.
Sungguh aku ingin sekali melihat raut wajahnya saat ini. Aku sungguh ingin tahu, adakah ketulusan di balik ia berkata seperti itu. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa aku sangat bahagia mendengarnya.
"Kamu denger sendiri kan Sayang?", orang tuaku merestui kita. Jadi... Kamu mau menerima lamaran ini? Kamu mau menikah denganku?", pinta Mas Abi lagi.
"Kami mohon Vika... Bersedialah...", pinta Om Suryo.
"Bahagiakan hidupmu Nduk... Apapun keputusanmu Ibu mendukungmu...", Ibu menghampiriku, berdiri di sampingku dan membelai rambutku. Aku memeluk dan bersandar di pinggangnya.
"Kami menunggu jawabanmu Dek...", dr. Hani menimpali.
Aku sempat berfikir sejenak. Ya Tuhan... Inikah jawaban atas segala perjuanganku selama ini? Aku tak bisa menyembunyikan raut wajah bahagiaku.
"Vika... Sekali lagi aku mohon padamu... Menikahlah denganku..."
Aku tak bisa menjawab dengan kata-kata. Aku hanya bisa mengangguk bersamaan dengan jatuhnya air mata bahagiaku. Mas Abi segera meraih jemari tanganku. Dia memakaikan cincin di jari manisku. Aku bisa menebak, pasti ini cincin bermata mutiara yang sempat ia foto dan ia kirimkan kepadaku lewat BBM waktu itu.
"Makasih Sayang...", ujar Mas Abi sambil mencium tanganku. Kali ini aku tak bisa menolaknya.
"Eh... Tapi Mas... Gimana keadaan kamu? Operasi kakimu... Apa...?", Mas Abi menghentikanku bicara dengan menempelkan jari telunjuknya di bibirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong [jangan] Ceraikan Aku
RomanceKisah perjalanan seorang wanita di tengah segala pahit dan getirnya cobaan hidup. Vika, perempuan muda yang menemukan cinta sejatinya pada Abi, sosok laki-laki idamannya selama ini. Mencintainya berarti dia siap dengan segala pengorbanan. Menghadapi...