Tolong Temani Aku

2K 91 5
                                    

Aku melepas kepergiannya dengan mendekap seseorang dalam pelukanku. Agar kini dia bisa merasakan, bagaimana rasanya melihat orang yang dicintainya berpelukan dengan orang lain di depan matanya.

Tetapi...

Apakah aku adalah orang yang dicintainya?

Bodoh sekali aku!!!

Kepalaku semakin ingin meledak rasanya.

***

Vika POV

Seperti ditikam pisau rasanya.

Mengingat ketika bibir-bibir itu beradu. Ketika mereka tenggelam dalam dekapan. Sampai tatapan penuh harap dariku untuk Mas Abi, sama sekali tak ia pedulikan. Tatapan dariku seakan malah membuat Mas Abi semakin mempererat pelukannya pada Karin.

Aku sedikit terisak dibalik jendela kereta api yang merangkak cepat meninggalkan kota penuh kenangan itu.

Aku juga membayangkan bagaimana ekspresi Papah ketika membaca secarik kertas yang aku titipkan Mbak Fitri pagi buta tadi. Semoga Papah dapat mengerti alasanku meninggalkannya pagi ini.

Sebenarnya aku benar-benar tidak tega meninggalkan Papah dalam keadaan seperti ini. Mengingat kesehatannya semakin hari semakin menurun. Apalagi suasana disana pun benar-benar tidak mendukung kesembuhannya.

Aku menghela nafas panjang. Memikirkan itu semua membuat otakku buntu. Kupejamkan mataku, berharap aku dapat terlelap dan bisa melupakan semua masalah ini meski sekejap.

"Vika..."

Seketika aku terjaga ketika ada suara yang memanggilku.

"Vik..."

Aku menoleh pada sosok pemilik tangan yang menyentuh pundakku.

"Alan?!", aku terbelalak kaget.

"Bener dugaanku... Ini beneran kamu...", ujarnya sedikit bergumam.

"Ka..kamu.. Kok bisa ada disini? Mau kemana Lan?", tanyaku keheranan.

Alan duduk di bangku kosong di sampingku.

"Aku mau ke Bandung Vik. Sekarang aku sering bolak balik Jakarta Bandung untuk mengurus perusahaan. Mulai bulan depan, mungkin aku sudah bisa memegang perusahaan sepenuhnya, mengingat keadaan Om Suryo...."

"Jadi kamu tahu keadaan Papah? Kok kamu tega sih nggak kasih tau aku waktu itu?", potongku cepat.

"Vik... Aku juga baru-baru ini tahu keadaan Om Suryo. Sebelumnya aku kan nggak pernah mau ngurusin perusahaan. Semuanya udah aku percayakan sama Om Suryo. Tapi kemarin ada salah satu karyawan kepercayaan Om Suryo yang menelpon bahwa perusahaan kacau balau karena Om Suryo sakit. Tante Rani dan Mbak Ajeng bukan solusi. Mereka malah makin mengacau. Abi juga.....", kalimat Alan terputus.

Lalu kami terdiam beberapa saat.

"Perutmu sudah besar banget... Kenapa masih pergi jauh-jauh? Kamu darimana sih ini?", tanya Alan sedikit cemas.

"Aku dari jenguk Papa..."

"Ketemu Abi?"

Aku mendengus kesal. Tiba-tiba adegan memuakkan tadi pagi terputar cepat di otakku. Namun tak berlangsung lama karena tendangan lembut anakku di dalam perut ini membuyarkan adegan tak pantas itu. Sepertinya anak ini juga tidak mau ibunya mengingat-ingat peristiwa menyesakkan itu.

"Iya Lan, tadi sempat ketemu bentar..."

"Apa dia masih benci..."

Drrrttt...drrrttt...

Tolong [jangan] Ceraikan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang