Alan POV
Aku terduduk lunglai di atas lantai rumah sakit. Menanti segenap pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter untuk Vika. Pikiranku berkecamuk. Khawatir akan keadaannya saat ini. Juga mengingat serangkaian kejadian yang aku alami bersama Vika pagi tadi.
Aku tidak menyangka Vika akan tahu semuanya secepat ini. Yang mungkin akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan saraf otaknya.
Semua ini karena salahku. Kalau saja aku tak memberitahu yang sebenarnya pada Vika. Tentu saja semua ini tak akan terjadi.
Masih terngiang kata-kata Vika sewaktu di mobil tadi...
"Aku nggak inget dia sama sekali... Tetapi saat aku pejamkan mataku, aku bisa melihatnya, aku bisa merasakan kedekatannya, bahkan aku bisa mengingat pelukannya, pelukan itu sangat nyaman. Sangat beda dengan pelukanmu di rumah sakit itu.. Sejak itu aku sudah merasa aneh dengan diriku sendiri..."
Kata-kata Vika itu yang benar-benar menyadarkanku satu hal. Bahwa dia sangat menyayangi Abi. Bahkan saat otaknya tak mampu mengingat Abi, tetapi hatinya masih merasakan cinta Abi. Jadi ada atau tidaknya aku saat ini baginya itu tak kan berarti apa-apa. Di hati Vika benar-benar sudah tak ada aku. Dia tetap mencintai Abi. Apapun dan bagaimana pun keadaannya.
Semua itu membuatku menjadi yakin akan perasaanku saat ini. Bahwa aku akan berusaha keras untuk membantu Vika dan Abi untuk kembali bersatu. Aku akan meyakinkan Vika bahwa tidak ada yang layak untuk dia cintai selain Abi. Aku harus menepis egoku. Semua ini demi Vika. Bahagianya adalah bahagiaku juga.
"Gimana Vika Nak...", tanpa kusadari Ibu telah tiba di rumah sakit dan mengagetkanku.
"Ibu... Saya belum tau Bu... Vika masih di ruang MRI... Kita tunggu dulu disini ya Bu...", jawabku sambil mengajak Ibu duduk di ruang tunggu.
Tak lama kemudian Om Suryo juga datang. Pertanyaan sama pun ia lontarkan untukku. Semuanya mengkhawatirkan Vika. Aku pun menceritakan semua yang tadi kami lalui. Ibu dan Om Suryo hanya pasrah menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Semoga saja tak akan ada masalah serius pada Vika. Dan semoga saja dia akan menerima keadaan ini setelah ia tahu yang sebenarnya.
Percakapan kami berakhir saat pintu ruang MRI terbuka. Beberapa perawat mendorong bed Vika dan membawanya ke ruang perawatan. Vika tampak belum sadar dan terlihat pulas dalam tidurnya. Kemudian salah seorang perawat menghampiri kami.
"Keluarga Ny. Arvika... Silakan masuk ruang sebelah sana, dokter ingin menjelaskan keadaan Ny. Arvika...", kara perawat.
"Baik Sus...", jawab kami bertiga bersamaan.
Sesampainya di ruangan dokter, tanpa diperintah kami bertiga duduk dan siap mendengar penjelasan dokter. Wajah dokter yang terlihat sumringah sedikit menenangkan pikiranku yang kalut. Semoga kabar baik yang akan dokter sampaikan pada kami tentang keadaan Vika, harapku dalan hati.
"Gimana anak saya Dok?", tanya Ibu.
"Banyak berita baik yang ingin saya sampaikan tentang Ny. Arvika...", kalimat pertama yang diucapkan dokter membuat kami menghela nafas lega.
"Alhamdulillah... Apa saja itu Dok?", tanya Ibu.
"Yang pertama, kemungkinan besar ingatan Ny. Arvika akan segera kembali seperti semula. Sel-sel saraf memory nya bekerja dengan sangat baik sehingga otaknya dapat merespon hal-hal yang sekiranya pernah ia alami dulu dan kebetulan ia juga mengalaminya saat ini. Seperti mengingat tempat dan kejadian di masalalu meski itu belum sempurna. Namun ini sangat baik sekali. Jadi tidak akan ada lagi operasi ulang untuk Ny. Arvika karena kemungkinan pulihnya akan sangat besar...", jelas dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong [jangan] Ceraikan Aku
RomansaKisah perjalanan seorang wanita di tengah segala pahit dan getirnya cobaan hidup. Vika, perempuan muda yang menemukan cinta sejatinya pada Abi, sosok laki-laki idamannya selama ini. Mencintainya berarti dia siap dengan segala pengorbanan. Menghadapi...