Suara gemuruh hujan yang sedari sore tadi tak kunjung reda, sama sekali tak mengganggu pikiranku yang sedang berbunga-bunga. Tak lepas aku memandangi ponselku yang di layarnya tampak sebuah foto kami berdua, aku dan Mas Abi. Dalam foto itu kami berpose sangat konyol dan kekanakan. Aku tersenyum sendiri. Kemudian ku dekap erat sebuah jaket hitam setengah basah kepunyaan Mas Abi yangbia selimutkan di badanku sore tadi ketika hujan mulai turun saat aku keluar dari mobilnya. Dari jaketnya aku bisa mencium aroma tubuhnya persis seperti ketika aku berada di sampingnga tadi. Pertemuan pertama yang amat mengesankan. Entahlah... Rasanya damai. Tingkahku ini seperti anak SMA yang sedang jatuh cinta. Bibir ini tak bisa berhenti untuk terus tersenyum bahagia.
Baru saja aku berniat meletakkan ponselku ke atas meja, tiba-tiba "KLING!". Sebuah pesan BBM masuk membuat tanganku meraih ponsel kembali dan segera membukanya.
"Ngapain senyum2 sendiri Vik..."
Sebuah pesan satu baris dari Mas Abi barusan membuatku tertawa kegirangan. Ah tau aja nih orang kalo aku lagi memikirkannya, batinku. Dengan lincah jemariku menari di atas layar sentuh ponselku untuk membalas chatnya.
"Aku curiga deh, Mas Abi ini selain pelaut pasti nyambi jadi dukun". Klik. Ku kirim dengan sedikit menahan tawa.
"Berarti bener kan? Ciee yg lagi bahagia..". Cepat sekali dia membalas chatku. Ku balas chatnya dengan emotion lucu seperti aku sedang mengejeknya. Selanjutnya kututup ponselku. Dan sepertinya Mas Abi membalas kembali. Tak kuhiraukan nada BBM ku berbunyi berkali-kali. Biarin, sedikit jual mahal aja lah, batinku. Ku tarik selimut dan aku tenggelam bersama pikitan yang tak tau arah tujuannya. Yang jelas pikiranku tetap saja memutar serangkaian peristiwa yang seharian tadi kuhabiskan bersama Mas Abi.Sedang asyik otak ini menikmati putaran video seharian tadi, tiba-tiba ponselku kembali berbunyi. Kali ini nada panggilan yang berdering. Kulihat sebuah nama tertera dibatas layar ponselku. Mas Abimanyu. Sambil tersenyum ku angkat teleponnya.
"Assalamualaikum... Ada apa Mas?", tanyaku sedikit cuek. Sengaja memang.
"Waalaikumsalam... Hiiiih... Kenapa nggak bales chat sih?", tanyanya balik dengan nada sedikit kesal. Aku tertawa cekikikan.
"Maaf Mas, aku tadi sibuk", jawabku sekenanya.
"Okelah... Tapi besok nggak sibuk kan?", tanyanya lagi.
"Lihat besok deh, kenapa emang?", tanyaku sedikit jual mahal padahal hati ini berharap ia mengajakku bertemu.
"Besok aku jemput ya?", jawabannya balik bertanya membuat senyumku mengembang. "Aku mau main kerumah kamu, mau ketemu Ibu, tadi kan belum sempet ketemu", lanjutnya. Aku sedikit terkejut. To the poing banget nih orang, batinku.
"Mau ngapain Mas?", pertanyaanku kali ini agak bodoh. Dan aku tiba-tiba menyesal telah mengatakannya barusan.
"Mau tanya sama Ibu, kalau anak perempuan semata wayangnya ini boleh nggak ku minta?", jawabnya serius tanpa terdengar sedikitpun nada bercanda. Kali ini aku tertawa terbahak-bahak.
"Jangan ngaco deh ngomongnya... Mas Abi lucu ah...", kataku sambil terkekeh-kekeh.
"Memang aku lucu, dan kamu suka kan?", tanyanya lagi dengan nada serius. Aku tertawa lagi.
"Pede banget deh sumpah! Mas Abi... Mas Abi...", kataku.
"Beneran deh, kamu suka Mas Abi kan?", tanyanya lagi memojokkanku.
Aku terdiam. Dan dia juga terdiam. Kami terdiam beberapa saat. Entah apa yang sedang ada dalam pikirannya. Kalau yang ada dipikiranku sudah jelas, bahwa aku memang menyukainya sejak awal perkenalan kami berdua. Sikapnya yang ramah, terbuka, humoris, dan perhatian denganku. Juga ketika bertemu, tak merubah apapun yang aku pikirkan ketika kami belum bertemu. Kemudian ia berkata lagi, "Yaudah deh gini aja, kalau kamu ngijinin Mas buat jemput kamu besok, Mas anggap berarti kamu juga suka sama Mas". Aku masih terdiam, menghela nafas. Jantung ini berdetak tak karuan. "Besok mau dijemput jam berapa?", tanya Mas Abi.
Setelah terdiam cukup lama akhirnya aku bersuara. "Jam 3 sore ya Mas", jawabku singkat. Dia bersorak kegirangan. " Yeay!!! Kamu suka kan sama Mas? Mas juga, Mas sayang sama kamu. Ijinin Mas ketemu Ibu ya. Waktuku di Indonesia nggak banyak, cuman 2 bulan. Aku kepengen serius sama wanita sebelum aku berangkat lagi. Yaudah sampai besok calon istriku. Assalamualaikum...". Klek. Mas Abi menutup telepon tanpa memberiku kesempatan berbicara sedikitpun. Waalaikumsalam. Kataku lirih sampil menatap layar ponsel yang mulai berkedip-kedip menandakan baterainya habis. Aku terpaku, terdiam, sambil terus tersenyum, bahagia. Semua terasa begitu cepat sekali.***
Sore ini suasana ruang kerjaku begitu hangat dengan candaan yang selebihnya adalah ejekan rekan-rekan kerjaku perihal kencan pertamaku kemarin. Terlebih saat Mas Abi sudah datang dan menungguku selesai operan jaga di kursi tunggu pasien depan ruangan kerjaku. Rasanya aku sudah tidak betah dan ingin segera keluar dari ruangan ini karena tak tajan menjadi bahan bercandaan rekan-rekanku. Malu sekali rasanya. Malu-malu bahagia.Untung saja pasien hari ini agak sedikit sehingga operan jaga berlangsung hanya beberapa menit. Aku keluar ruangan dan segera menghampiri Mas Abi yang sedang antusias bermain game di ponselnya. Tetapi setelah ia menyadari kedatanganku, Mas Abi segera memasukkan ponselnya ke dalan saku dan berdiri menyambutku.
"Sudah siap Tuan Putri?", tanyanya sambil bergaya membungkukkan badan dan mengulurkan tangan kepadaku diiringi sorak sorai rekan-rekanku yang kebetulan sudah berada jauh di belakangku. Ku dorong tubuh Mas Abi dan kututupo wajahku dengan tas menahan rasa malu. Aku berjalan cepat menuju lift meninggalkan Mas Abi yang masih bergaya membungkuk. Tak lama kemudian Mas Abi juga tersipu malu melihat rekan-rekanku menertawainya. Dengan cepat Mas Abi mengikutiku sambil berusaha menyingkirkan tas dari mukaku. Saat pintu lift tertutup, kami tertawa keras bersama sampai pintu lift terbuka. Kemudian kami keluar dari lift dan disambut tatapan kaget dari seorang wanita paruh baya yang masih sangat terlihat cantik penampilannya."Abi... Ngapain kamu disini? Ini...", tanya wanita itu kemudian menunjuk ke arahku.
"Lho... Anaknya tante Mira lairannya disini? Tau gitu bareng tadi Mah... Nggak bilang sih Mamah", kata Mas Abi. Wanita itu tidak menjawab lagi, tetapi tatapan matanya masih tertuju padaku.
"Oooh... Ini Vika Mah, temen Abi. Vika, ini Mamah. Mamah mau bezuk anak temennya yg kebetulan dirawat disini, iya kan Mah?". Aku segera mengulurkan tanganku ke arah Mamahnya Mas Abi. "Hai tante, saya Vika, temennya Mas Abi", kataku memulai perkenalan sambil.menunggu sambutan tangannya. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ia menyalamiku. "Saya mamahnya Abi", jawabnya singkat. Kemudian ia berpaling menatap Mas Abi. "Baru pulang dua hari kok sudah punya temen akrab? Kapan kenalnya? Jangan asal kenalan lho ya kamu ini!", katanya setengah berbisik meski itu tetap terdengar jelas juga olehku. "Mamah...!", sanggah Mas Abi. "Tungguin Mamah pulangnya, tunggu disini, Mamah cuman sebentar", katanya sambil menekan tombol lift. "Tapi Abi...", belum sempat Mas Abi melanjutkan, pintu lift sudah tertutup meninggalkan Mas Abi yang sedang berdiri kebingungan. Kemudian aku berkata, "Yaudah nggak papa Mas, lain waktu aja ketemunya sama Ibu. Mas tunggu Mamah aja dulu, aku pulang duluan". Kulihat raut wajah Mas Abi yang nampak kecewa. "Tapi Vik... Mas..." "Udah nggak papa santai aja Mas... Masih banyak waktu", sanggahku. "Aku pulang dulu ya Mas", kataku sambil menatapnya, kemudian perlahan kutinggalkan dia yang masih berdiri mematung di depan pintu lift. Tiba-tiba Mas Abi meraih tanganku. Aku berhenti dan menoleh padanya. Mas Abi berbisik padaku.
"I love you". Aku tersenyum. Kutarik tanganku yang masih berada dalam genggamannya dan aku berjalan kembali. Mas Abi berteriak,
"Apa jawabanmu Vik?". Aku berhenti, tetapi tidak menoleh padanga. Dia menghampiriku. Berdiri tepat di hadapanku.
"Apa jawabanmu? Aku butuh jawaban ini sekarang Vik", katanya sambil memegang pundakku. Aku menjawab lirih,
"Me too...". Mas Abi tersenyum senang. Aku berjalan kembali dan ku tinggalkan Mas abi sendirian dengan rona wajah bahagia.Aku pun juga bahagia. Meski sebenarnya pikiranku lebih memikirkan sikap Mamahnya Mas Abi barusan. Entahlah... Kesan apa yang melintas dalam pikirannya ketika tadi bertemu denganku. Tiba-tiba ada perasaan khawatir menyelinap dalam hatiku. Tetapi saat ku toleh Mas Abi yang masih berdiri menatapku dari kejauhan sana dengan rona wajah yang bahagia membuatku berfikir bahwa aku akan memperjuangkannya. Entahlah... Apakah ini cinta, ataukah hanya pesona semata?
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong [jangan] Ceraikan Aku
RomanceKisah perjalanan seorang wanita di tengah segala pahit dan getirnya cobaan hidup. Vika, perempuan muda yang menemukan cinta sejatinya pada Abi, sosok laki-laki idamannya selama ini. Mencintainya berarti dia siap dengan segala pengorbanan. Menghadapi...