Aku duduk termenung di atas ranjang sambil mendekap bantal kesayanganku. Derasnya air mata yang terus saja mengalir sedari tadi siang membuat permukaan bantal ini sedikit lembab. Aku mengurung diri di kamar sejak tadi siang sepulang dari rumah Mas Abi. Secangkir teh hangat yang Ibu siapkan untukku sejak tadi sore belum ku sentuh sedikitpun sampai saat ini. Hingga sekarang sudah menjadi dingin sedingin hatiku malam ini. Ku lihat Ibu sudah masuk lagi kesekian kalinya membawakan aku minuman hangat dan makan malam untukku. Dia membujukku untuk sedikit bercerita tetapi hanya pelukan dan isakan tangisku lah yang mampu menjawabnya.
"Ya sudah lah Nduk... Kalau ini memang menyakitkan, nggak usah lah diteruskan. Ambilah keputusan yang memang sekiranya lebih baik untuk semua...", kata Ibu lirih sambil memelukku yang masih terisak menahan sakit karena peristiwa siang tadi di rumah Mas Abi. Perkataan Tante Rani masih selalu terngiang di telinga. Benar-benar masih kuingat jelas kata-katanya ketika aku mulai keluar dari pintu rumah itu,
"Jangan harap kau bisa mendapatkan Abi semudah ini Vika, saya menjadikan Abi seperti ini tidak mudah, jungkir balik saya berkorban untuk kesuksesan Abi, dan kamu yang baru sebulan kenal sama anak saya sudah mau menguasainya, saya sudah banyak bertemu wanita sepertimu di rumah ini, berlagak lugu dan tulus mencintai anak saya, tetapi akhirnya sama semua, kalian hanya mencintai hartanya, sampai kapanpun saya tidak akan rela, hanya saya yang tau wanita mana yang pantas untuk anak saya, dan yang pasti bukan kamu orangnya!!!". Kata-kata Tante Rani mampu mengubah bongkahan hatiku menjadi hancur berkeping-keping, mampu mengubah warna warni duniaku menjadi hitam legam, tak terlihat cerah sedikitpun. Pedih sekali rasanya.Aku sama sekali sudah tak berharap untuk bisa bertahan dengan Mas Abi. Meski dia sudah berusaha menenangkan dan memohon padaku agar aku tak menyerah begitu saja. Namun rasanya aku benar-benar ingin menyerah. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum hubungan kami terlampau jauh hingga sulit untuk mengakhirinya. Berkali-kali aku mengatakan pada Mas Abi selama perjalanan pulang tadi.
"Sudahlah Mas, tidak usah diteruskan, tinggalkan aku...". Tetapi jawaban Mas Abi selalu berbanding terbalik dengan harapanku. Dia selalu menggelengkan kepala dan meraih tanganku untuk diciumnya. Berkali-kali pula aku luruh oleh pesonanya, luluh karena sikapnya, karena tatapan matanya. Ya Tuhan! Apakah aku sudah gila? Ku terima hinaan dan cacian demi egoku semata. Demi egoku untuk sebuah perasaan bernama cinta. Aku benar-benar mencintainya. Tetapi aku sungguh tak akan bisa terus bersamanya tanpa restu dari Mamanya.Aku masih terjaga meski malam semakin larut. Entahlah... Pikiranku kalut. Mas Abi berkali-kali mencoba menghubungiku, tetapi tak pernah ku angkat. Beberapa pesan di BBM darinya pun sama sekali tak ada yang ku balas. Entah benar atau salah apa yang sedang kulakukan ini. Tetapi ini benar-benar menyakitkan. Ku baca chat terakhir yang ia kirim beberapa saat yang lalu.
"Kalau kamu nyerah dan nggak mau berjuang sama Mas, biar Mas sendiri yang memperjuangkannya, Mas akan terus berusaha membuka pikiran dan hati Mamah agar bisa menerimamu. Mas akan berusaha sendiri bagaimanapun caranya. Karena Mas nggak ingin kehilangan kamu Sayang..."Begitulah isi pesannya. Kata-katanya benar-benar membuatku bingung. Mana mungkin aku bisa membiarkannya berjuang sendirian? Sementara aku pun juga menyayangi dan tak ingin kehilangannya. Ku hempaskan tubuhku di atas ranjang kemudian ku matikan ponselku. Aku mulai memejamkan mata, berharap bahwa semua yang terjadi hari ini hanyalah mimpi semata.
***
"Vika... Nduk... Bangun... Hari ini kamu masuk pagi kan?", Ibu membangunkanku sambil membuka tirai jendela kamarku. Aku menggeliat malas, kutarik selimutku sambil berkata pelan,
"Iya Bu... Sebentar lagi...".
"Ada Abi diluar Nduk..."
Ku buka selimut dan mataku yang tadi terpejam berubah menjadi terbelalak.
"Mas Abi? Disini?", tanyaku kaget.
"Iya Nduk... Dari subuh tadi sudah diluar, Ibu saja kaget. Katanya dia mau anter kamu ke klinik pagi ini", jawab Ibu.
"Bilang sama Mas Abi Bu... Nggak usah lagi repot-repot antar jemput Vika lagi sekarang, Vika nggak mau ketemu dia."
Ibu menatapku tanpa berkata apapun, ia hanya menghela nafas panjang, tampaknya ia mengerti apa yang kurasakan. Ibu berjalan keluar menuruti perkataanku. Langkah Ibu terhenti ketika melihat Mas Abi yang ternyata sudah berdiri di ujung pintu sedari tadi. Ibu berjalan keluar meninggalkan kami berdua.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tolong [jangan] Ceraikan Aku
RomantizmKisah perjalanan seorang wanita di tengah segala pahit dan getirnya cobaan hidup. Vika, perempuan muda yang menemukan cinta sejatinya pada Abi, sosok laki-laki idamannya selama ini. Mencintainya berarti dia siap dengan segala pengorbanan. Menghadapi...