BAB 22

22 2 0
                                    

Korden kamar rumah sakit Kelvin terbuka lebar. Sekarang, tepatnya hari minggu pukul 06.00 WIB. Dokter telah mengunjungi Kelvin 15 menit lalu. Terdapat berita membahagiakan, yaitu hari ini Kelvin sudah boleh pulang dan kakinya sudah baik-baik saja. Abel sangat senang. Akhirnya ia dan kakaknya bisa bernapas lega keluar dari rumah sakit.

"Iya, do. Lo urus aja tuh motor gue, soalnya hari ini gue mau pulang ke rumah", kata Kelvin berbicara kepada orang yang ada di seberang sana.
"Iya. Gue butuh tumpangan juga buat hari ini. Lo bisa kan jemput gue sama adek gue pake mobil gue?", sambung Kelvin.
"Oke. Makasih ya do. Jam 11 aja jemputnya. Oke thanks", tutup Kelvin.

Begitu tau kalau ia akan pulang pukul 11, Abel langsung memasukkan barang-barangnya ke dalam travel bag-nya. Dia sudah mempersiapkan semuanya.

"Udah kamu masukin semua barang kamu sama barang kakak?", tanya Kelvin seraya meletakkan handphonenya. Abel mengangguk. Beberapa jam waktu tersisa ia di rumah sakit penuh kenangan ini. Di tempat ini lah pertama kali Abel bertemu Gilang. Tempat ini pula Abel berseteru dengan Gilang. Abel menarik napas panjang. Ia membuka majalah fashion yang tergeletak disofa. Tiba-tiba saja Abel teringat dengan tawaran bu Ismi kemarin. Ia belum memikirkan jawabannya sama sekali. Namun, jujur saja ia tertarik. Tapi Abel juga gugup.

"Kenapa? Ada masalah?", tanya Kelvin begitu melihat Abel yang melamun. Adik Kelvin itu pun menggeleng.

"Kak aku beli sarapan dulu ya. Kakak mau beli juga ga?", Abel beranjak dari sofa dan mengeluarkan dompetnya dari tas.

"Bubur ayam aja deh ya", jawab Kelvin. Abel mengangguk dan pergi.

Sampai juga akhirnya Abel ke penjual bubur ayam keliling. Karena Abel bingung ingin makan apa, ia pun menyamakan pesanannya dengan Kelvin. Bubur ayam hangat yang menemani paginya telah didapatkan. Sekarang waktunya untuk mengisi perutnya.

"Nih kak. Kakak mau disuapin?", goda Abel. Kelvin tertawa.
"Lucu?", tanya Kelvin tiba-tiba sinis. Kini giliran Abel yang tertawa. Sungguh hari yang manis. Walaupun hanya tinggal berdua bersama kakak tanpa ada orang tua.

Saat tengah makan, tiba-tiba handphone Abel berbunyi
Dilihatnya yang menelpon. Ternyata tidak diketahui alias nomor asing. Abel mengerutkan keningnya.
'siapa yang nelpon pagi-pagi gini?' Pikir Abel. Karena rasa penasaran terus mengelabui, akhirnya Abel memutuskan untuk mengangkat telponnya. 'Sapa tau penting' pikirnya lagi.

"Halo?".

"Halo", balas orang yang menelpon itu. Terdengar suara laki-laki jelas sekali. Namun, sepertinya suara itu tidak asing. Tapi, Abel tidak mau langsung mengatakan siapa orangnya. Karena dia taku jika salah, itu sangat memalukan.

"Siapa?".

"Masa lo ga ngenalin suara gue?". Orang yang menelpon Abel benar-benar ingin bermain tebak-tebakan. Tapi tidak dengan Abel. Dirinya sedang tidak mood permainan seperti itu. Apalagi dengan orang yang tidak diketahuinya.

"Nggak. Gue ga kenal. Udah cepetan, kalo ga mau jawab gue tutup aja.", tukas Abel ketus.

"Aelah! Ini gue Gilang. Masa lo ga kenal suara merdu gue sih?!", jawab orang itu geram. Abel tertawa. Ternyata tebakannya benar. Itu Gilang, suara yang tidak asing lagi. Abel terpingkal-pingkal mengingat tingkah konyol Gilang ditelpon.

"Udah ah nanti lagi aja. Gue lagi makan nih. Bye!", Abel pun menutup telponnya.

***

Gilang melempar handphonenya ke kasur. Ia yang tadinya berdiri, sekarang duduk dikarpet seraya menyandarkan dirinya dikasur. Tiba-tiba terdengar suara wanita berteriak memanggilnya, dan menyuruhnya turun. Gilang pun langsung keluar dari kamarnya dan turun menuju lantai meja makan.

"Gilang", panggil wanita itu disaat Gilang menyuapkan nasi dimulutnya.
"Kenapa ma?", tanya Gilang yang mulutnya sudah penuh dengan nasi.

"Nanti mama ada meeting sampe malem. Jadi, kamu di rumah aja ya ga usa kemana-mana". Jawab Mama. Gilang terkejut. Tidak mungkin seharian Gilang di rumah. Apalagi ini hari minggu. Kesempatan Gilang bermain. Tapi itu musnah.

"Beneran ma? Ga bisa ditunda apa? Lagian ini kan minggu. Kenapa sih ga boleh main?!", timpal Gilang kesal. Mama Gilang tetap menggeleng.

"Kalo mau main, ajak aja temen kamu ke rumah. Pokoknya ga usa keluar.", terang mama. Gilang menghembuskan napasnya. Frustasi? Iya. 6 hari ia bersekolah, dan ini kesempatannya libur. Tapi, mama Gilang menghancurkan harapannya begitu saja. Namun, Gilang teringat tiba-tiba saat mamanya bilang 'temen' ia langsung memikirkan Abel.

"Kalo temennya cewek gapapa kan ma?", tanya Gilang sekaligus menggoda.

"Ih sejak kapan anak mama mikirin cewek nih", goda mama balik. Gilang mendengus kesal.

"Jangan bilang ga boleh juga", keluh Gilang. Mama Gilang tersenyum geli melihat wajah anaknya. Mamanya itu mengelus kepala Gilang.

"Kapan sih mama bilang nggak boleh? Emang ceweknya sapa sih, ga mau dikenalin ke mama?", tanya mama menggoda. Gilang tersenyum lebar tanpa menjawab mama. Ia pun melanjutkan makannya yang sempat terganggu karena argumen mama.

Hospital (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang