BAB 41|Kepercayaan

27 3 3
                                    

Motor Gilang baru saja terparkir. Abel pun melepas helmnya dan meletakkan di atas motor Gilang. Lalu gadis itu membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Bel, besok kita pake mobil mau kan? Motor gue mau dipake Gio", kata Gilang.

"Iya gapapa kok. Ngomong-ngomong entar lo jadi latian basket?", tanya Abel. Gilang mengangguk.

"Terus lo jadinya gimana? Mau nungguin gue apa pulang sendiri?", tanya Gilang seraya merapikan sedikit seragamnya. Abel terlihat sedikit berpikir.

"Gue nunggu lo aja deh. Lagian acara gue agak maleman kok", jawab Abel sambil teringat acara makan malam bersama papa dan kakaknya.

Gilang tersenyum simpul. Lalu ia merangkul bahu Abel dan berjalan masuk bersama.

Saat tengah berjalan mereka berdua asik bercanda tawa. Sampai-sampai tidak menyadari kalau sudah ada cowok tampan yang berdiri di hadapan mereka sekarang.

"Eh Bryan. Ada apa?", tanya Abel dengan nada sedikit formal. Mungkin lidah Abel kesleo.

"Buku paket lo yang gue pinjem kemarin ketinggalan di rumah. Sorry ya bel", jawab Bryan dengan ekspresi datar seolah kata sorry tidak berarti maaf atau penyesalan.

"Oh iya gapapa. Hari ini ga ada pelajaran itu kan?", tanya Abel sambil berharap sedang tidak ada pelajaran tersebut. Karena tamat riwayat Abel jika tidak membawa buku penting itu.

"Makannya itu gue bilang. Soalnya hari ini ada pelajaran itu", kalimat itu, sungguh malapetaka. Bedebah untuk Bryan. Cowok itu harus dihabisi Abel sekarang juga.

Abel akan mengeluarkan jurus amarahnya. Maka dari itu agar Gilang tidak merasa terganggu, Abel menyuruhnya duluan ke kelas. Pertempuran dimulai.

"Bryannn! Gila atau ga waras sih lo?! Lo tau kan itu buku penting banget! Kalo gue ga bawa bisa-bisa disuruh keluar. mampus gue", setelah mengeluarkan deretan kata, Abel memegang dahinya sambil menunduk gusar.

Ekspresi Bryan masih datar. Tidak ada raut wajah yang tersirat menunjukkan rasa bersalah. Ia juga tidak berusaha memberikan solusi untuk Abel.

"Ternyata gue salah percaya sama lo", ucap Abel membuat mata Bryan terbelalak seketika. Kepercayaan Abel kepada Bryan sudah hilang.

"Gue ambil ya bel bukunya?", tiba-tiba saja Bryan ketakutan. Entah kenapa Bryan ingin Abel mempercayainya walaupun mereka selalu bertikai setiap kali bertemu.

"Ga perlu yan. Gapapa lah bukunya ketinggalan. Toh gue cuma tinggal keluar kelas. Kelar.", Abel langsung pergi meninggalkan Bryan di tempat. Bryan sendiri, tubuhnya membeku. Rasa bersalah kini menguasai dirinya.

Suara langkah kaki Abel masih terdengar membuat rasa menyesal Bryan semakin mendalam. Kini cowok itu hanya bisa berdiri sambil berpikir bagaimana kepercayaan itu bisa kembali.

Kepala dan hati Abel rasanya seperti dipanggang, panas sekali. Abel bukan marah, tapi dirinya bingung. Kenapa Bryan selalu mencari masalah dengannya. Padahal seperti baru kemarin Bryan berbuat baik padanya. Tapi, perasaan itu sudah hilang. Abel sudah tidak ingin masuk ke permainan Bryan lagi yang membuatnya sangat bingung.

"Bel, cemberut aja tuh muka! Kenapa sih? Cerita sama gue. Lagi tengkar sama Gilang?", Bella mencoba mencairkan suasana hati Abel.

"Sok tau!", itulah jawaban Abel. Bella nyengir kuda seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kenapa bisa sih gue ketemu sama cowok kayak dia!", maki Abel.

"Sapa? Gilang?", tanya Bella lagi yang membuat Abel geleng kepala.

"Sok tau banget sih bel.", cukup sampai disini. Bella tidak ingin Abel memaki dirinya juga.

"Yaudalah gue diem aja", Bella memutuskan untuk pasrah menghadapi keras kepalanya Abel.

Mereka semua saling diam sampai waktu berjalan dengan cepat.

Sekarang waktunya istirahat.

Abel hanya diam di tempatnya sambil menempelkan kepalanya dimeja. Dirinya hanya menunggu waktu dimana setelah istirahat, ia akan diperintah untuk keluar dari kelas. Tiba-tiba saja ada buku di hadapannya.

"Nih!", suara itu membuat Abel mengangkat kepalanya.
"Buku lo.", sambung Bryan. Abel menyipitkan matanya.

"Lo pulang?", tanya Abel. Bryan mengangguk. Lalu dirinya duduj di samping Abel sambil menceritakan bagaimana susahnya izin ke guru BK untuk pulang mengambil buku.

"Untung aja boleh.", tuntasnya, membuat Abel tertawa kecil mendengar curhatan Bryan.
"Udah ga marah kan?", goda Bryan membuat tawa Abel kian mengeras.

"Iya, sana balik! Awas aja kalo lo ulangin! Bisa-bisa gue hajar!", ancam Abel membuat Bryan tertawa geli. Bryan kembali ke tempatnya.

Setelah itu muncul lah sesosok cowok ganteng tersenyum di ambang pintu. Dan senyuman itu meluncur ke arah Abel.

"Makan yuk!", ajak cowok itu. Abel mengangguk mantap seraya tersenyum lebar.

"Senyumnya manis banget, kayak baru pertama kali aja makan bareng gue", goda Gilang. Abel tertawa kecil.

***

Tania baru saja dari kamar mandi. Ia langsung menuju kelas dan bertanya kepada teman-temannya keberadaan Gilang.

"Lagi ngapel tuh kayaknya.", jawab Rangga teman sebangku Gilang. Tani menaikkan kedua alisnya.

"Oh, makasi ngga", ujar Tania lalu pergi meninggalkan kelas. Tania sekarang bingung harus mencari Gilang kemana lagi.

Tapi, ia lebih bingung siapa cewek yang selalu dihampiri Gilang itu. Tania ingin mencari tau, tapi bagaimana. Akhirnya Tania memutuskan kembali ke kelas daripada berjalan tanpa tujuan.

***

Seusai mereka berdua makan di kantin, Gilanh dan Abel kembali ke kelas masing-masing. Gilang duduk di bangkunya dengan tenang, sampai pernyataan Rangga mengusiknya.

"Tadi sahabat lo yang cantik jelita itu nyariin lo tau!", kata Rangga. Gilang terkejut.

"Kenapa?", tanyanya. Rangga mengedikkan bahu.
"Gue rasa ada yang ga beres sama dia", ujar Rangga yang bernada misteri. Gilang tergelak.

"Maksudnya apaan ngga?", Gilang masih terkekeh dan menganggap kata-kata Rangga adalah bualan semata.

"Lo kan udah lama tuh sahabatan sama dia, ga ada perasaan apa-apa gitu?", tanya Rangga yang harus to the point.

"Ada sih perasaan", jawab Gilang. Rangga mengangkat kedua alisnya.
"Perasaan pingin ngejitak lo!", samvubg Gilang. Membuat Rangga mundur sedikit dan menepuk dahinya. Gilang akan segera mendaratkan jitakan mautnya ke kepala Rangga. Namun, tiba-tiba getaran disakunya membuat jitakan super itu harus tertunda. Gilang membuka handphonenya dan dilihat notifikasi itu dari Tania.

Nanti malem kita makan di kafe biasanya ya. Jam 7 gue tunggu.

Itulah isi pesannya. Gilang hanya membacanya tanpa berniat membalas. Rangga bisa lega sekarang karena jitakan itu tidak jadi mengenainya.

Hospital (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang