BAB 45

12 0 0
                                    

Abel baru saja bangun. Ia akan melaksanakan rutinitas berikutnya, yaitu mandi dan bersiap-siap pergi menuntut ilmu. Sebelum itu, ia akan melaksanakan sesuatu hal. Abel tau hal itu akan bergejolak pada hatinya, namun ia tidak ingin egois. Ia tidak ingin terus-terusan menuruti kata hatinya. Sesekali dirinya ingin berkorban walaupun pengorbanan itu perlahan menyayat hatinya sendiri.

Lang, lo ga perlu nganter gue ke sekolah lagi. Makasih buat semua yang lo lakuin ke gue. Gue bisa berangkat sendiri. Sekali lagi makasih. Maaf udah ngerepotin.

Sent.

Abel baru saja mengirim pesan singkat itu. Setelah itu, Abel melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Setelah mandi, Abel bersiap-siap dan bergegas menuju meja makan.

Menu makanan hari ini adalah sandwich berisi telur mata sapi beserta sayuran. Abel menghabiskan satu sandwich dan segelas susu yang ia buat sendiri. Setelah itu, ia berpamitan kepada papa dan kaaknya untuk berangkat. Abel berharap rencananya berhasil.

***

"Makasih Yan lo udah bantuin gue", ucap Abel setelah turun dari motor Bryan. Cowok itu tidak menunjukkan ekspresi apa-apa.

"Itung-itung permintaan maaf gue udah bikin lo kesel mulu dari dulu", ucapnya dengan nada datar membuat Abel terkekeh geli.

"Oke gue duluan ya", ucap Abel mengakhiri pembicaraan mereka. Namun Bryan memanggil namanya, lantas Abel harus membalikkan tubuhnya.

"Barengan aja", Bryan langsung berjalan ke arah Abel dan menarik tangan gadis itu. Mereka berdua berjalan beriringan.

Sebenarnya Abel sangat canggung. Karena ada beberapa siswi yang menatap mereka sambil berbisik kejam. Namun demi menjalankan rencana agar berhasil, ia harus melakukan ini.

Sepasang mata ternyata melihat itu semua. Dan hatinya sakit. Matanya panas. Sudah jelas dirinya kecewa. Dan orang itu adalah Gilang. Ternyata sedari tadi Gilang mengikuti Bryan dan Abel dari belakang. Apakah ini rencana Abel?.

"Dorr!!", lagi-lagi Tania melakukan ini. Gilang membalikkan tubuhnya.

"Masuk kelas bareng yok!", ajak Tania dengan riang sambil menarik lengan Gilang. Tapi, ada apa ini? Gilang tidak bergerak sedikit pun. Gilang tidak beranjak pergi bersama Tania seperti yang gadis itu inginkan.

"Maafin gue, lo duluan aja ke kelas. Gue mau pergi bentar", Gilang melepaskan tangannya dari pegangan erat Tania.

"Yaelah mau kemana sih? Bentar lagi masuk juga", Tania tidak menyerah. Ia kembali menarik lengan Gilang. Tapi hasilnya nol. Gilang tidak bergerak barang sedikitpun.

"Gue mau ke kamar mandi. Lo mau ikut?", celetuk Gilang membuat Tania refleks melepas tangannya.

"Yaudah gue pergi. Cepetan jangan lama-lama ke kamar mandinya", Tania pun pergi dengan kecewa.

Sebenarnya Gilang sendiri tidak enak telah membohongi Tania. Tapi bagaimana lagi, Tania tidak akan menuruti permintaannya untuk menyendiri sebentar. Karena Gilang beranggapan hanya dirinya yang mengerti Tania. Sedangkan Tania sendiri tidak bisa mengerti Gilang sedikit pun. Ini tidak adil. Tapi tetap saja Gilang adalah sahabat Tania. Sebagai lelaki sejati Ia tidak akan mengingkari janjinya untuk tidak meninggalkan Tania.

Gilang pergi.

***

Abel sudah duduk di bangkunya bersama Bella di sampingnya. Tentu saja mereka berdua akan membahas masalah Abel.

"Gimana rencana lo?", tentu saja Bella mengetahui rencana tersebut karena Abel tidak akan tertutup lagi dengan sahabatnya semenjak konfliknya dengan Rahel tempo hari.

Hospital (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang