Gilang mencium tangan mamanya yang akan berangkat. Setelah itu, Gilang masuk dan duduk di sofa hitam. Ia berpikir,
'Gue suruh dia ke sini ga ya?' Pikir Gilang bimbang. Gilang ingin mengajak Abel, tapi dia takut ditolak."Aduh, dek Gilang merenung aja. Kenapa? Mikirin pacarnya ya", goda bibi Imah. Gilang mendengus kesal. Ia pun langsung oergi ke kamarnya. Gilang menghempaskan dirinya di pulau kapuk.
Gilang masih berpikir. Pastinya dia butuh teman. Tapi, yang hanya dipikirannya hanya Abel, Abel, dan Abel. Gilang meraih handphonenya dan mencari kontak Abel.
"Apa gue tanya dia dulu aja ya?", gumamnya. Akhirnya Gilang memutuskan menelpon Abel terlebih dahulu. 'Semoga dia mau. Semoga dia mau.' Hanya itu harapan Gilang saat ini. Tak lama, Abel pun mengangkat. Keringat Gilang sudah mulai keluar. Rasanya Gilang lupa apa yang ingin disampaikannya.
"Halo.. Gilang? Halo? Lo mau ngomong apa?", dengan nada ketusnya Abel berbicara.
"Em.. i-iya. Gue mau ngomong.." tiba-tiba saja Gilang lupa apa yang ingin dia sampaikan. Rasanya kata-katanya berterbangan dari otaknya.
"Apa? Cepetan."
"Em.. apa ya? Gue lupa. bentar bentar." Gilang menggigit bibir bawahnya seraya mengingat.
"Gausa iseng deh. Kalo lo ga mau ngomong gue matiin."
"Eh iya iya. Lo mau nggak ke rumah gue?", spontan saja Gilang ingat.
"Ha? Ke rumah lo? Ngapain?"
"Entar aja Gue jelasin. Jawab dulu, mau apa ga?"
"Ngapain dulu!"
Gilang berpikir alasan yang benar-benar tepat. Alasan pun telah ditemukan.
"Ayo ngerjain tugas seni budaya bareng!"
"Tugas seni budaya?"
"I-iya yang bikin lagu itu."
"Oiya! Hampir aja gue lupa! Berarti kelas kita sama-sama dikasih tugas itu kan? Lo yakin mau ngerjain bareng?"
"Yakin! Seratus persen. Udah ga usa banyak tanya entar pulsa gue abis. Langsung aja ke rumah gue. Alamatnya gue SMS-in."
"Oke. Tunggu."
Tutt...
Abel mengakhiri percakapannya. Gilang menghembuskan napasnya yang sedari tadi ditahan. Fiuuhh.. lega. Itulah yang dirasakan Gilang. Ternyata mengajak Abel ke rumahnya tidak sesulit yang dipikirkan Gilang. Untung saja ada tugas yang sama untuk kelas mereka masing-masing. Kalau tidak, apa alasan yang dipakai Gilang. Sekarang Gilang berpikir apa yang harus disuguhkan untuk Abel."Ah.. kenapa gue ga kepikiran. Kan ada bi Imah!", kata Gilang tiba-tiba. Gilang pun memanggil bibi Imah.
"Iya? Kenapa dek?", jawab bibi Imah yang cepat sekali sampai di kamar Gilang seperti kilat. Memang bibi Imah orangnya sangat cekatan. Bahkan melebihi atlet sprint. Gulang terkejut, karena melihat kepala bibi Imah yang tiba-tiba muncul.
"Aishh.. bi Imah bikin Gilang kaget. Eh bi, bibi kan cewek, nah kalo seandainya bi Imah dateng ke rumah pacarnya, pinginnya disuguhin apa?", tanya Gilang. Bibi Imah tertawa.
"Ah dek Gilang, ga usa bawa-bawa status. Tau aja bibi lagi jomblo!", bibi Imah tertawa, sedangkan Gilang kesal. Gilang berdiri menghampiri bibi Imah.
"Gilang serius bi!", bisa dilihat muka Gilang yang datar tanpa ekspresi sampai membuat bibi Imah ketakutan.
"Eh i-iya dek maaf. Em.. sesuai selera sih dek. Tapi bibi lebih suka dikasih martabak manis sih", jawab bibi Imah ketakutan. Gilang pun tersenyum. Langsung saja dia mengambil kunci motornya dan pergi.
"Kemana dek? Kan ga boleh keluar!", bibi Imah berteriak seraya mengejar Gilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital (Completed)
Teen FictionMungkin pertemuan ini sangat sederhana. Namun, siapa sangka lada akhirnya kedua insan ini harus terjerat perasaan yang keduanya tidak bisa bayangkan.