Gilang menyusuri seluruh penjuru mall. Ia merasa seperti jomblo yang berjalan sendirian. Gilang juga merasa orang-orang melihatinya sambil tertawa. Ini semua demi Abel, jika bukan karenanya, Gilang tidak akan pergi dari duduknya.
Terlihat toko bunga hias dipojok sana. Tapi, kenapa rasanya Gilang ingin sekali kesana. 'Liat-liat aja lah' pikirnya. Ia terus melangkahkan kakinya menuju toko itu. Terpampang bunga-bunga hias yang amat cantik. Apa Gilang yakin hanya ingin melihat-lihat?.
"Silahkan dipilih mas", sambut pegawai toko tersebut. Gilang hanya tersenyum sambil melihat-lihat bunga yang terpajang dan tersusun rapi serta menawan.
"Mbak, ini bunga lili ya?", tanya Gilang.
"iya mas itu bunga lili", jawab pegawai toko. Gilang tersenyum. bunganya memang sangat indah. Bahkan anak laki-laki yang tidak terlalu menyukai bunga saja bisa terpukau dengan bunga itu.
"Saya beli satu ikat. Tolong dihias yang rapi juga ya mbak", tanpa basa-basi pegawai toko itu pun langsung beraksi. Ia mengikat beberapa bunga menjadi satu dan memberinya kertas serta pita yang sangat cantik. Seikat bunganya pun jadi dan hasilnya sangat indah. Gilang pun langsung membayar bunga tersebut. Lalu, ia pergi meninggalkan toko bunga itu.
***
"Gue mau sekolah di Jerman", tutur Rahel. Abel sangat terkejut. Matanya membulat dan bola mata indahnya nyaris saja terlihat seperti keluar dari tempatnya. Bella hanya bersikap tenang karena dia telah mengetahui kabar itu sebelumnya. Dan sama kagetnya seberti Abel, Bella juga seperti itu.
"Serius lo?! Demi apa helll?!!", jawab Abel sangat terkejut. Rahel mengangguk lesu. Sesungguhnya, ia tidak ingin pergi dan meninggalkan sahabat-sahabatnya. Namun, ini adalah satu-satunya jalan untuk menggapai cita-citanya dan ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Emang lo udah yakin mau sekolah disana?. Apa lo udah siapin diri?", Abel kembali meyakinkan Rahel agar ia tidak menyesal nantinya jika memang pilihannya salah.
"Iya bel, gue udah yakin dan persiapan gue rasanya udah cukup banget. Dan luda gue udah harus berangkat.", jelas Rahel agar Abel juga tidak ikut khawatir kepada dirinya. Tanpa basa-basi Abel langsung memeluk sahabatnya itu. Rahel menangis dalam pelukan Abel. Sungguh ini mengharukan.
"Kenapa sih lo bilangnya mendadak banget ha?! Tau gitu kemaren kita main-main dulu hel!", amuk Abel. Rahel tertawa dalam tangisnya.
"Maaf ya bel gue mendadak ngomongnya. Abisnya gue masih belum siap buat nangis.", Rahel melepaskan pelukan Abel dan mengusap air matanya yang masih mengalir deras. Ternyata tidak hanya Rahel yang menangis, Abel dan Bella pun ikut menangis.
"Lo besok sekolah kan hel?!", sahut Bella yang masih mengeluarkan air matanya.
"Iya besok gue sekolah.", jawab Rahel.
"Sebagai sahabat, gue cuma bisa dukung sama doain lo hel. Yang ati-ati ya lo disana, belajar yang rajin jangan lupa juga ibadahnya.", tutur Abel sambil masih terisak.
"Ja-jangan lupain kita juga ya hel. Gue pasti kangen nanti sama lo", Bella semakin kencang menangisnya.
"Gue ga bakal lupain kalian guys. karena kalian sahabat sejati gue. Kalian inget ngga waktu gue masih suka sama Gilang? Gue udah ninggalin kalian. Tapi, kalian masih nerima dan maafin gue gitu aja. So, I'm verry verry love you guys", mereka bertiga pun berpelukan sambil menangis.
***
Gilang tersenyum penuh arti. Ia sudah menyusun berbagai rencana yang tersimpan diotaknya. Ia berjalan hendak kembali ke kedai pizza tadi. Namun, tiba-tiba saja Gilang mendapati handphonenya yang berdering. Ternyata sudah cukup lama benda itu berbunyi dan bergetar. Diangkatnya panggilan itu.
"Sekarang? Yaudah tunggu aja gue masih belum kelar nih"
"..."
"Iya kampret, tunggu aja disitu kenapa sih!"
Gilang mengakhiri panggilannya. Kenapa selalu saat hati Gilang berbunga, selalu saja ada yang menghancurkan moodnya. Tadi yang menelpon adalah Gio.
Tidak ingin buang-buang waktu lagi, Gilang mempercepat langkahnya. Akhirnya sudah dekat di kedai pizza. Ternyata ketiga sahabat itu kini telah bercanda dan tertawa ria.
"Bel, pulang sekarang yuk!", ajak Gilang yang baru saja sampai tanpa duduk dulu. Abel mengedipkan matanya dua kali.
"Kenapa? Gio minta dijemput?", tanya Abel. Gilang yang akan menjawab, tiba-tiba saja terpotong perkataan Bella.
"Gio? Sapa dia?", Gilang mendengus kesal merasakan tingkah Bella.
"Dia adek gue.", jawab Gilang singkat karena ia tidak ingin basa-basi lagi. Abel pun berdiri.
"Yaudah ati-ati ya! Langgeng terus.", ujar Rahel seraya tertawa. Bella juga ikut tertawa. Abel pun meluncurkan toyorannya ke kepala Rahel. Akhirnya Gilang dan Abel pergi meninggalkan kedai.
Kini sampailah mereka di mobil. Gilang tampak sangat gugup. Padahal dirinya hanya ingin memberikan bunga tersebut, tapi mengapa rasanya sangat tidak beraturan. Abel yang melihat Gilang yang tidak segera melajukan mobilnya pun menegur.
"Gilang! Ayo pergi, kasian Gio entar nunggunya kelamaan", tegur Abel. Gilang mengerjap kaget.
"Em.. bel..", tangan Gilang meraih seikat bunga yang dibelinya tadi.
"Apa ini?", tanya Abel.
"Ya bunga lah! Lo ga liat?", bodohnya Gilang, bisa-bisanya dia berkata seperti itu.
"Ya gue tau ini bunga, curut! Tapi buat apaan?!", Abel tampaknya masih belum mengerti maksud Gilang. Gilang menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kasar yang artinya dia frustasi menghadapi ketelmian Abel.
"Ya terserah sih ini mau lo apain. Mau lo buang kek, ato lo pajang juga boleh", jawab Gilang.
"Oh jadi ini bunga buat gue?!", Gilang menepuk dahinya. Dirinya tak menyangka kalau sedari tadi Abel masih tidak mengerti.
"Serah lo aja deh bel! Capek gue ngomong sama orang telmi.", jawab Gilang acuh. Bunganya pun langsung diraih Abel dan di peluknya."Makasih ya lang", terukir senyuman indah dibibir Abel yang membuat jantung Gilang semakin berdegup kencang.
"Jangan senyum kayak gitu lagi di depan gue.", ucapan Gilang membuat Abel semakin tidak mengerti.
"Senyuman lo buat gue jadi deg-degan, bel.", imbuh Gilang. Abel salah tingkah untuk kesekian kalinya. Ia bingung harus bagaimana lagi untuk menutupi perasaannya. Pedal gas pun diinjak Gilang dan mobil pun melesat.
***
"Jangan senyum gitu lagi di depan gue. Senyuman lo buat gue jadi deg-degan."
-Gilang
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital (Completed)
Teen FictionMungkin pertemuan ini sangat sederhana. Namun, siapa sangka lada akhirnya kedua insan ini harus terjerat perasaan yang keduanya tidak bisa bayangkan.