Abel telah mengenakan seragamnya dengan rapi. Entah mengapa ia merasa kemarin sampai hari ini sangatlah beruntung. Wajah Abel kian berseri. Sekarang, ia segera menuju ruang makannya yang sudah ada papa dan kakaknya.
"Wahh anak papa cantik banget", ujar papanya yang sepertinya kaget. Abel tersenyum malu. Memang hari ini terpancar aura bahagia Abel yang sepertinya berdandan sedikit untuk orang yang akan mengantarkan sekolahnya nanti.
"Kakak hari ini gausa nganter aku ya kak", Kelvin mengerutkan keningnya begitu mendengar ucapan Abel.
"Pasti kamu minta dianter papa kan?", sahut papa Abel.
"Yee papa geer deh. Nanti Gilang yang mau anter Abel", jelas Abel. Kelvin ternganga mendengar ucapan adiknya barusan. Ia terkejut, ternyata sampai sekarang Abel semakin dekat dengan Gilang.
"Gilang? Siapa itu?", papa Abel memang masih belum tau Gilang.
"Itu calon menantunya papa", celetuk Kelvin setaya tertawa kencang. Abel mendengus jengah melihat tingkah kakaknya."Oh itu pacarnya adek?", goda papa Abel yang membuat kekesalan Abel semakin menjadi.
"Bukan paaa", bantah Abel. Kelvin dan papanya tertawa puas melihat wajah Abel yang sepertinya termakan godaan mereka berdua. Akhirnya keluarga kecil itu pun bersensa gurau. Saat tengah tertawa handphone Abel pun berbunyi. Dilihatnya dan ternyata panggilan dari Gilang.
"Kenapa lang?"
"..."
"Oke tunggu ya, gue keluar".
Kelvin pun menanyakan apa yang dikatakan Gilang.
"Dia udah di depan kak", Abel pun berdiri dan meraih tas ranselnya. Ia mencium tangan papa dan kakaknya."Abel, Suruh dia masuk dulu izin ke papa", pinta papa. Abel mengiyakan permintaan papanya. Ia langsung keluar dan menuju depan gerbang rumahnya.
"Yuk berangkat", ajak Gilang. Abel memegang lengan Gilang, menandakan jangan berangkat dulu.
"Kenapa?", tanya Gilang."Masuk dulu yuk. Papa pingin kenalan sama lo", jawab Abel. Gilang bingung karena ia ingat saat Abel menasehatinya, gadis itu mengatakan papanya tidak kembali lagi. Lantas siapakah orang yang dipanggil papa oleh Abel?. Gilang melepas helmnya.
"Papa? Bukannya..", Gilang ragu-ragu melanjutkan kata-katanya karena takut menyinggung perasaan Abel.
"Udah, itu entar gue cerita. Sekarang masuk dulu gih keburu telat", ucap Abel sembari melohat jam yang ada dipergelangan tangannya.
"Gue kan udah bilang, gue masuk rumah lo kalo udah siap", tolak Gilang. Segera Abel memasang wajah memelasnya.
"Masa lo mau nolak permintaan papa gue sih", Gilang yang melihat ekspresi teramat menyedihkan itu pun tak tega. Akhirnya, ia masuk ke rumah Abel.
Gilang mengucapkan salam ketika memasuki rumah Abel. Jujur saja, saat ini Gilang benar-benar takut papa Abel akan marah. Namun, saat papa Abel keluar, perasaan Gilang salah. Papa Abel malah menyambutnya dengan sangat hangat. Dan tentu saja Gilang mencium tangan papa Abel.
"Apa kabar?", tanya papa Abel ramah.
"Baik om. Om sendiri gimana?", jawab Gilang benar-benar grogi."Alhamdulillah baik. Kamu kel..", namun belum selesai berucap, Abel sudah memotong perkataan papanya.
"Udahlah pa tanya-tanyanya nanti aja. Soalnya ini keburu telat", Abel dan Gilang langsung mencium tangan papa Abel. Papa Abrl hanya bisa tersenyum seraya menggelengkan kepala.
"Assalamualaikum", imbuh Abel dan Gilang bersamaan.
"Waalaikumsalam", jawab papa Abel.Abel dan Gilang berangkat. Seperti perintah Gilang, Abel harus berpegangan dengannya saat dimotor. Ini bukan modus tapi keselamatan, alasan Gilang. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas, Abel harus menuruti Gilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital (Completed)
Teen FictionMungkin pertemuan ini sangat sederhana. Namun, siapa sangka lada akhirnya kedua insan ini harus terjerat perasaan yang keduanya tidak bisa bayangkan.