Abel sangat terkejut. Sekarang kegalau-an menghampiri dirinya. Apakah dia harus senang atau sedih?. Tapi yang jelas perasaan sedihlah yang mendominasi. Ia sebenarnya senang karena Rahel jatuh cinta, tapi kenapa dengan orang yang membuatnya jatuh cinta juga?.
'Apa ini adil? Apa dunia itu adil? Sebenarnya apa rencana Tuhan?' Pikir Abel. Mendadak keringat Abel bercucur deras. Hati dan pikiran Abel kacau tak karuan."Bel? Hoii!", sentak Rahel yang rupanya dari tadi menyadarkan Abel dari lamunannya.
"Eh iya apa? Kenapa?", akhirnya Abel tersadar juga.
"Gimana nih menurut lo? Ganteng ga?", tanya Rahel. Abel bingung harus menjawab apa. Tapi sudah jelas kalau dia tidak boleh menceritakan perasaannya yang sebenarnya.
"Lumayan kok, gimana menurut lo bel?", jawab Abel gemetaran dengan mata yang berkaca-kaca.
"Sama kayak jawaban Abel. Ternyata lo pinter juga ya milih cowok ga nyangka gue", jawab Bella.
"Yaudah ayo balik!", seru Abel.
"Makanan lo nggak dihabisin tuh? Tumben amat biasanya bambah", goda Bella.
"Nggak, gue kenyang", jawab Abel seraya pergi meninggalkan sahabatnya begitu saja. Bella dan Rahen pun bingung melihat tingkah Abel berubah begitu saja.
Setelah mengembalikan piringnya, Abel langsung pergi ke kelas dan duduk di bangkunya. Ia menundukkan kepalanya di meja seraya mendengarkan lagu melalui earphone. Ia mendengarkan lagu yang sangat tepat dengan suasana hatinya. Dia berpikir keras, apa yang harus dilakukannya?. Walaupun jawabannya sudah jelas kalau ia memilih sahabatnya, tetapi Abel juga tidak ingin meninggalkan kenangan dan perasaannya pada Gilang.
"Abel! Abel bangun!", ada yang menggoyangkan tubuh Abel. Ternyata, Abel tertidur daritadi dan saat ini waktunya pelajaran. Mata Abel bengkak dan merah. Terlihat sekali kalau Abel baru saja menangis. Tapi, tetap aja hukuman tetap hukuman tidak ada toleransi bagi bu Bety.
"Berdiri di luar kelas sekarang!", perintah bu Bety dengan nada yang tinggi. Abel berjalan gontai, nyawanya belum terisi penuh, rasanya masih ingin tidur.
"Eh eh itu handphone sama earphonenya diletakkan!", bentak bu Bety membuat Abel kembali ke bangkunya dan meletakkan apa yang dipegangnya.
Abel berdiri di depan kelas dengan tatapan dan pikiran kosongnya. Entah kenapa dia tidak takut hukuman dari guru killer itu. Rasanya hambar-hambar saja. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Abel pun terkejut.
"Lo ngapain disini?", kata Gilang.
"Lo juga ngapain disini?", tanya Abel balik, dan tanpa sadar ia menunjukkan wajah kacaunya di depan Gilang.
"Gue cuma mau lewat aja, bentar.. bentar.. wajah lo kenapa?", tanya Gilang seraya menyingkirkan rambut Abel yang berada di wajahnya.
"Muka gue? Kenapa? Sumpa lo yang bener? Ga usa bercanda!", Gilang langsung menarik tangan Abel dan membawanya ke suatu tempat. Tempat itu adalah UKS.
Gilang langsung membawa Abel masuk dan membuka kotak P3K. Ia mengambil obat tetes mata.
"Sekarang lo duduk yang manis!", perintah Gilang. Melihat wajah Gilang yang super tegas ia langsung duduk tanpa membantah.
"Melek!"
"Woi mau lo kasih apa mata gue?!", teriak Abel.
"Udah melek aja, susah banget sih", jawab Gilang. Abel pun memaksakan membuka matanya lebar tanpa berkedip. Gilang langsung meneteskan obat mata tersebut dan menyuruh Abel berkedip-kedip.
"Kenapa lo ngasih itu?! Emang mata gue kenapa?!", seru Abel.
"Mata lo merah, bengkak juga, lo habis nangis ya?", nada bicara Gilang berganti lembut. Ia duduk di sebelah Abel.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital (Completed)
Teen FictionMungkin pertemuan ini sangat sederhana. Namun, siapa sangka lada akhirnya kedua insan ini harus terjerat perasaan yang keduanya tidak bisa bayangkan.