BAB 10

55 4 0
                                    

Kelvin sangat kesal karena pulsanya habis. Apa boleh buat ia terperangkap di ranjang rumah sakit bersama kakinya yang masih diperban. Lalu,ia ingat kalau masih ada paket internet. Kelvin membuka whats app dan mencari kontak adik tercintanya.

Kelvin telah menemukan kontak Abel, dan tinggal tekan tombol telepon.

Tutt.. tutt.. tutt...tutt..
Tak lama kemudian terdapat keterangan bahwa Abel tidak menjawab panggilannya. Kelvin mulai khawatir dan memutuskan untuk mengirim pesan saja.

"Jangan main handphone! Lo ga tau ini hujan petir? Kalo lo kesamber gimana?", larang gilang.

"Kan ada lo", timpal Abel ngasal sambil tersenyum kecil dan menunjukkan wajah cantiknya kepada Gilang. Kali ini Gilang tidak bisa membohongi pikirannya kalau Abel sangat cantik.

"Lo tega ngeliat gue kesamber petir? Udah nurut aja, entar kalau udah sampe baru buka handphone", balas Gilang. Akhirnya Abel mengikuti kata-kata Gilang. Mereka berdua melanjutkan perjalanan melawan derasnya hujan.

Tak lama kemudian, mereka sampai ke tujuan yaitu cafe samping sekolah, tempat motor Gilang parkir. Mereka berdua lega akhirnya sampai. Abel dan Gilang pun masuk ke cafe dan duduk.

Abel memegangi perutnya yang protes. Sepertinya perut Abel meminta asupan karena dari pagi ia tidak makan apapun selain meneguk segelas air putih. Gilang yang melihat wajah memelas Abel pun tersenyum kecil.

"Lo kenapa? Wajahnya kayak orang belet boker gitu", ejek Gilang. Abel sangat kesal, tapi ia juga tidak membalas ejekan Gilang. Gilang merasa tidak enak karena Abel semakin memelas wajahnya.

"Lo laper ya? Gue pesenin makanan ya?", suasana berganti serius. Gilang sangat merasa kasihan kepada Abel sampai perkataannya menjadi lembut. Abel menggeleng dengan alasan, "ini cafe, pasti makanannya mahal. Gue ga bawa duit banyak", tolak Abel. Gilang memikirkan solusi agar perut Abel terisi sesuatu.

"Duit gue juga ga banyak, gimana kalau kita patungan aja buat lo makan?", Gilang pun memberikan solusi yang benar-benar tidak masuk diakal. Abel sangat heran, solusi itu akan menyusahkan diri Gilang sendiri.

"Terus? Lo ga makan? Gimana sih", sergah Abel karena ia mengerti sebenarnya Gilang juga lapar.

"Alah gue mah gampang, udah ga usa alasan lagi. Mbak saya mau pesen ya", tanpa basa-basi Gilang memanggil resepsionis untuk memesan makanan. Resepsionis itu memberikan daftar menu ke Gilang dan Abel.

"Lo pesen apa?", tanya Gilang.
"Nasi goreng sama air putih aja", jawab Abel.
"Lo yakin? Cepet banget milihnya", tanya Gilang heran.
"Itu yang paling murah, udah nurut aja!", bisik Abel.

"Jadi pesen apa dek?", tanya resepsionis itu. Gilang pun menjawab sesuai pesanan Abel. Abel masih saja memegangi perutnya. Perutnya semakin sakit, dan ia teringat kalau maagnya kambuh.

15 menit kemudian, pesanan Abel datang. Abel sumringah begitu membau nasi goreng panas yang menggoda lidahnya.

"Selamat makan..", sambut resepsionis.
"Makasi mbak", kata Abel.

Abel pun makan dengan lahapnya sampai lupa kalau di depannya ada Gilang. Gilang tersenyum melihat tingkah Abel makan layaknya orang kelaparan. Abel pun sadar sedari tadi Gilang melihat kelakuannya.

"Eh, lo mau? Nih", kata Abel yang akan menyuapkan nasi gorengnya ke Gilang.

"Eh enggak.. enggak gue...", belum melanjutkan kata-katanya, Abel telah memasukkan sesendok nasi goreng ke mulut Gilang.

"Gimana? Enak kan?", goda Abel. "Gitu sok-sok an ga mau segala ih", lanjut Abel menggoda Gilang. Gilang tidak bisa membuka mulutnya sedikitpun, karena telah dipenuhi nasi goreng suapan Abel. Gadis itu pun melanjutkan makannya. Sampai akhirnya, nasi gorengnya habis.

Hospital (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang