BAB 28|Cinta Pertama

27 4 3
                                    

Hari ini adalah hari Minggu. Dimana semuanya libur. Tentu saja, perpustakaan kota ramai. Walaupun tidak ada suara disana, namun pengunjungnya serasa membeludak. Untung saja perpustakaan itu cuku luas untuk menampung ombak manusia ini. Sungguh Gilang ingin pergi.

Gio menatap senang, ia yakin akan mendapatkan teman baru yang mempunyai kesamaan hobi, yaitu membaca. Abel menoleh ke kanan dan kiri mengamati berbagai sudut yang ada di dalam perpustakaan itu. Karena sebelumnya, ia tidak pernah berkunjung ka perpustakaan kota.

Terakhir ia ke perpustakaan kota saat berumur 5 tahun. Dan sekarang semuanya telah berubah. Abel terlihat senang karena ia ingat masa kecilnya saat bermain petak umpet bersama kakaknya di dalam sini.

Saat itu, mama Abel masih hadir dihari-harinya. Mulai dari menemaninya bermain, makan, belajar, sampai tidur. Namun, itu tinggal kenangan. Manis untuk diingat tetapi pahit untuk dirasakan, itulah kenangan. Ia mengusap air matanya yang menetes. Segera Gilang mengusapnya sebelum Abel sempat mengusapnya. Lalu digenggamnya tangan Abel.

"Udah gue bilang, jangan nangis", ingin rasanya Abel menangis dalam pelukan Gilang. Namun, ia tau tidak mungkin melakukan itu di dalam perpustakaan yang dominan pengunjungnya adalah anak-anak.

"G-gue ga nangis lang, cuma.. inget mama aja", sergah Abel yang tidak ingin membuat Gilang ikut sedih. Gio yang tidak melihat kejadian itu, langsung berlari mebuju rak buku. Gilang menggeleng melihat tingkah adiknya. Padahal, Gilang ingin pamit kepada adiknya itu untuk pergi bersama Abel. Abel menundukkan pandangannya, ia tidak sanggup menatap Gilang. Abel takut dirinya akan lebih larut dalam kesedihan.

"Yaudah yok kita ngemall, Gio juga udah sibuk baca buku tuh!", ajak Gilang seraya menarik tangan Abel. Gadis itu menurut saja dan mengekor jalannya Gilang. Mereka pun berangkat.

***

Gio telah menemukan buku incarannya. Itu buku tentang ilmu alam. Dia mulai memilah mencari buku yang menurutnya tepat. Tiba -tiba ia merasakan ada yang menyentuh bahunya. Sontak saja Gio mengalihkan pandangannya ke arah pemegang bahunya.

"Em.. kamu.. kamu Gi..", cewek itu seperti mengingat-ingat apa yang akan dikatakannya. Gio mengerutkan keningnya. Ia juga terlihat sama-sama mengingat sesuatu. Entah apa itu. Namun, Gio ingat.

"Lo?! Lo kan Syiril?! Temen sd gue?", tanya Gio memastikan. Gadis itu tersenyum simpul sambil mengangguk. Gio pun tersenyum puas karena dugaannya tersasar tepat. Akhirnya, degup jantung Gio kembali merasakan detakan yang berbeda. Rasanya ia kembali ke beberapa tahun yang lalu. Dimana gadis yang ada dihadapannya itu adalah CINTA PERTAMAnya.

"Um.. lo disini ngapain?", pertanyaan konyol seperti itu baru saja terucap. Gio yang tersadar langsung menepuk dahinya. Langsung saja ia meralat pertanyaannya sehingga memotong kesempatan Syiril untuk menjawab.
"Oiya pasti baca kan! Aduh sori ya gue jadi nge-blank kayak gini. Abis lo makin cantik", ups. Gio kecolongan! Kenapa rasanya hati Gio yang mengendalikan mulutnya. Ah Gio, seperti pertama jatuh cinta. Tapi memang benar, hanya Syiril yang bisa membuat Gio jatuh cinta. Jelas saja Gio masih belum bisa lupa sampai sekarang.

"Lo itu dari dulu selalu gitu ya, ga berubah", kenapa
kata Syiril barusan membuat hati Gio senang bukan kepalang? Gio merasa Syiril masih mengingatnya dengan dengan baik dulu.

"Duh kok gue jadi salting gini ya ril?", kata Gio sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. Ia hanya salah tingkah. Syiril pun tersenyum malu. Akhirnya mereka memutuskan mengobrol di kafe sebelah perpustakaan tersebut karena takut mengganggu pengunjung yang sedang sibuk membaca.

***

Gilang dan Abel masuk ke dalam mall yang dituju. ingin rasanya Gilang menggandeng tangan Abel, namun ia tau saat ini mereka belum ada hubungan. Ingat, belum. Abel pun berusaha memalingkan wajahnya agar tidak terlihat canggung dihadapan Gilang. Ada apa dengan mereka berdua?. Abel mengecek handphonenya yang ternyata sedari tadi berdering. Tangannya menggeser tanda hijau yang ada dilayar handphone.

"Kenapa hel?"

"..."

"Gue lagi di mall nih"

"..."

"Oh lo disini juga. Lo ada dimana? Gue susul ya"

"..."

"Oke gue kesana sekarang. Tunggu ya!"

"..."

"See you too"

Langsung saja Abel memasukkan kembali handphonenya ke dalam tas. Tanpa disadari Abel menggenggam tangan Gilang dan menariknya. Gilang yang akan bertanya, tiba-tiba saja merasa terbungkam karena Abel baru saja menggandengnya. Kenapa rasanya begitu berbeda. Debaran jantung Gilang sudah sangat sangat tidak beraturan. Terlihat 2 orang gadis yang duduk di dalam kedai pizza yang ada di dalam mall. Abel dan Gilang menuju ke meja kedua Gadis itu. Dilihatnya lekat-lekat orang itu. Iya, itu Rahel dan Bella. Sekarang Gilang tau siapa yang menelpon Abel tadi, jadi dirinya tidak perlu bertanya.

"Kok ga bilang dari awal sih kalian hangout", keluh Abel yang sepertinya sedikit kesal karena kedua sahabatnya itu tidak mengajaknya dari awal. Bella dan Rahel tertawa bersamaan.

"Tadi, kita itu ke rumah lo soalnya kan hari ini kakak lo pulang ke rumah. Eh pas kita tanya sama kakak lo, katanya lo ke rumah Gilang. Yaudah kita berangkat berdua aja.", jawab Bella dengan lancarnya mengingat kejadian tadi. Rasanya Abel malu sekali.

"Oh jadi gini sekarang bel, udah main rahasia nih sama kita? Kenapa sih lo ga cerita", goda Rahel agak sinis sambil menyeruput orange juicenya. Abel mengernyit heran. Rahasia? Rahasia apa? Mana pernah Abel merahasiakan sesuatu dari sahabatnya. Abel akan merahasiakan sesuatu jika memang keadaan yang memaksanya. Namun, saat ini Abel merasa tidak ada rahasia sama sekali. Gilang pun terdiam tanpa berpikir harus ikut angkat bicara.

"Rahasia apaan sih hel. Gausa ngaco deh!", sangkal Abel sambil tertawa masam. Rahel lagi-lagi dibuat tertawa oleh tingkah Abel.

"Kenapa sih lo ga mau ngaku aja kalo sebenernya lo itu pacaran sama..", jawab Rahel yang sengaja membuat pernyataannya sebagai teka-teki untuk Abel. Gilang pun merasa mulai ada yang tidak beres. Sepertinya akan terjadi kesalah pahaman. Setidaknya itu yang dipikirkan Gilang sedari tadi.

"Sama sapa? Sama sapa sih hel?", Abel mulai geram bukan main. Jika bukan di depan umum, dia akan merengek-rengek untuk meminta Rahel memberitahunya. Rahel hanya terkekeh sambil menunjuk ke arah tangan Gilang dan Abel yang sedari tadi tergandeng. Abel yang tersadar langsung melepas genggaman tangannya.

"Waduh, temen gue akhirnya melepas kejombloannya nih", goda Bella. Abel terlihat sangat malu.

"Ah kalian! Ada temennya baru dateng malah digituin bukannya disuruh duduk!", protes Abel membuat Rahel dan Bella tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Gilang hanya mengernyit seraya tersenyum masam. Bella dan Rahel pun sadar ternyata sedari tadi mereka tidak menganggap keberadaan Gilang.

"Eh Gilang! Duduk gih, maaf ya kita anggurin. Abis asik banget ngegodain cewek lo!", kata Bella sambil menggoda Abel. Telinga Abel panas. Ingin rasanya menampol Bella dan Rahel sampai puas.

***
Manis untuk diingat tetapi pahit untuk dirasakan, itulah kenangan.
-Hospital Love Story-

Hospital (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang