BAB 25

23 2 0
                                    

Sambil menyantap martabak manisnya, Abel menatap lembaran yang tak bertinta sedikitpun. Dimainkannya bolpoin yang sedari tadi dipegangnya tanpa niat menggoreskannya pada kertas putih tersebut. Gilang yang melihat Abel pun menggeleng heran. Ide jahil dan cengiran iseng Gilang telah dimulai. Ditariknya kuncir rambut yang terpasang dirambut hitam indah Abel. Kibasan lembut rambut Abel terkena paras Gilang.

"Gilang balikinnnnn!", teriak Abel sambil berusaha meraih kuncir pinknya.

"Ambil kalo bisa. Mangkannya kalo niatnya ngerjain jangan ngelamun dong", ejek Gilang sambil menjulurkan sedikit lidahnya. Abel mendengus malas sambil merapikan rambutnya yang tergerai. Tangan Abel meraih bantal yang ada disofa, lalu dilemparkannya bantal kecil itu sehingga mengenai muka Gilang.

"Balikin kuncir gue!", teriak Abel untuk kedua kalinya. Gilang tersenyum sambil mengeluarkan napas tersengal-sengalnya karena tertawa. Gilang menyerah karena perutnya sudah mulai sakit.

"Sini gue kepangin"

"Enggak Gilang! Minggir ga usa!", Gilang tidak mendengarkan ocehan dari suara nyaring Abel yang nyaris kedengarannya seperti bunyi uang koin yang berjatuhan. Gilang pun mulai beraksi, ia duduk disofa dan mulai memegang rambut indah Abel dikepangnya rambut gadis itu serapi mungkin.

"Udah ga usa ngeributin rambut lo. Kerjain aja tuh lagunya, gue bisa kok nge-kepang rambut", terang Gilang sambil tetap fokus ke rambut Abel. Terdengar dengusan kesal Abel yang tampaknya sudah menyerah berdebat dengan Gilang.

"Nyebelin banget sih lo", celoteh Abel. Gilang tertawa.
"Nyebelin nyebelin gini ganteng kan", goda Gilang yang semakin membuat kesal Abel menjadi-jadi. Namun kali ini Abel tidak ingin menggerakkan tubuhnya sedikit pun.
"Diem lo! Gue timpuk pake martabak tau rasa lo", balas Abel yang tidak kalah menyeramkan dengan ucapan receh Gilang tadi. Bibi Imah yang sedang melihat pertikaian dua pemuda itu tertawa geli.

"Nah udah selesai! Sekarang lo ngaca deh liat hasil kepangan gue", Gilang yang menyombongkan diri itu dibalas senyum masam oleh Abel. Gilang pun kembali ke tempat semula dan kembali menuliskan lirik lagu. Gilang melihati Abel sampai jeli. Abel yang seperti korban itu merasa muak dan sesak. 'Duhh kenapa sih bocah satu ini. Daritadi ngeliatin gue. Dasar curut!' Batin Abel. Tanpa sadar Gilang tidak berkedip.

"Gausa liat-liat!", amuk Abel dengan pandangan yang masih terfokus dengan tulisannya. Gilang tidak berkutik sedikit pun. Masih tanpa suara, Gilang melanjutkan tatapannya kepada Abel yang membuat gadis itu merasa sangat risih, geli, kesal, sesak, dan satu lagi salah tingkah.

"Gilang lo ngapain sihhh?!!", amuk Abel, kali ini disertai dengan jitakan dari bolpoin yang mendarat didahi Gilang. "Aww!", respon Gilang sambil mengusap dahinya yang tidak bersalah.

"Lagian ngeliatin gue sampe gitu banget", kata Abel sinis.
"Gue lagi nyari inspirasi. Udah banyak banget nemu inspirasi eh lo ngejitak gue. Kan bubar semua tuh inspirasi", begitu mendengar jawaban Gilang, Abel mengernyit geli.
"Mana bisa cari inspirasi kalo liatnya gue",jawab Abel kali ini dengan nada datar. Gilang tersenyum.
"Banyak inspirasi yang gue dapet dari  lo", jawab Gilang dengan santainya. Pipi Abel memerah. Tanpa disadari ia terbang tinggi menghempas bebas ke atas awan. Tapi itu hanyalah sebatas perasaan.
"Kalo lo ngomong mulu, gue ga bisa ngerjain tau!", sangkal Abel seraya menyembunyikan wajahnya yang terlihat masih memerah. Gilang langsung mengeluarkan ekspresi serius seraya menulis. Sunyi, sepi, hening, begitulah peralihan suasana yang begitu drastis.

Handphone Gilang berdering cukup lama, membuat konsentrasinya teralihkan. Tertulis nama MAMA yang terpampang dilayar handphone Gilang. Langsung ditariknya tombol warna hijau.

"Kenapa ma?"

"Gilang kamu bisa jemput Gio di bandara kan?"

"Pak Ferdi kemana emang ma?"

"Pak Ferdi ga bisa sayang, soalnya lagi nganter mama meeting. Kamu jemput ya?"

Gilang terlihat berpikir.

"Bisa sih ma, Gilang bawa mobil aja ya. Soalnya ada temen Gilang nih ma. Masa mau ditinggal?"

"Iya bawa mobil. Tapi langsung pulang ya, gausa keluyuran ga jelas."

"Siap ratuuuuuu. Dah maaa mwaa"
Abel mengernyit geli karena Gilang terlihat kekanak kanakan sekali saat melihat Gilang mengucapkan kata-kata itu.

"Ayo ikut gue ke bandara. Gue mau jemput adek gue", ajak Gilang seraya berdiri dan merapikan kaos yang digunakannya.

"Gue ikut? Nggak ah disini aja gue", tolak Abel sambil melanjutkan tulisannya. Gilang tetap memaksa Abel untuk ikut.

"Masa lo ga mau ikut sih. Harusnya lo ikut buat jemput adek ipar lo", alasan Gilang membuat telinga Abel panas, gerah. Karena malas mendengar ucapan receh Gilang selanjutnya, Abel menyetujui itu.

"Yaudah lo tunggu sini. Gue mau ambil jaket dulu di kamar", pinta Gilang. Abel yang tadinya berdiri sekarang kembali duduk dengan tenang sambil memainkan jari lentiknya di layar handphone. Dilihatnya jam yang ada dilayar handphone Abel dipojok kanan atas. Jam itu menunjukkan pukul 09:00.

'Nggak mungkin gue pulang jam 11, pasti lebih dari itu. Orang lagunya aja baru sebait.' Pikir Abel. Akhirnya ia memutuskan mengirim pesan kelada sang kakak

To: Kak Epin

Kak Abel kayaknya pulang lebih dari jam11 deh. Kakak duluan aja ya ke rumahnya ntar Abel nyusul. Dahh kakkk mwaa

Sent.

Pesan Abel ternyata tidak kalah kekanak-kanakannya seperti Gilang. Abel pun yang menyadari itu tertawa geli. Dia sadar kalau itu reflek tanpa ada kesengajaan. Terdengar langkah kaki Gilang dari tangga.

"Ngapain sih senyum-senyum sendiri?!", sahut Gilang terdengar sedikit samar.

"Pingin tau aja lo curut!", bantah Abel seraya berdiri. Akhirnya Abel dan Gilang berangkat ke bandara.

Hospital (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang