Mobil Kelvin sudah terparkir dengan rapi. Ia langsung mengajak adiknya turun. Abel menyambut ajakan itu dengan senyuman. Ini pertama kali papanya mengajak makan malam di luar setelah bertahun-tahun lamanya. Tetapi Abel melihat keanehan dari raut muka kakaknya. Kakaknya terlihat sedih, namun saat Abel menatapnya Kelvin tersenyum. Abel tidak mau memikirkan hal buruk. Jadi dirinya berusaha positive thinking.
"Nanti di sana jangan bikin malu!", goda Kelvin. Abel tertawa sambil memukul pelan bahu kakaknya.
"Abel mana pernah bikin malu!", balas Abel tak terima.
Mereka berdua pun masuk yang disambut pegawai kafe itu. Abel bahagia sekali. Ia merasa hidupnya sudah utuh kembali, walaupun ketidakhadiran mamanya membuatnya sedih. Namun Abel yakin pasti mamanya bahagia di surga. Tak terasa satu air matanya menetes.
"Kok nangis?", Kelvin terkejut begitu melihat Abel menitihkan air mata. Dengan sigap Abel menghapusnya.
"Cuma inget mama kak", jawab Abel. Kelvin bisa paham perasaan Abel yang ditinggal ibunda tercinta untuk selama-lamanya bukan lah hal yang mudah. Itu bukan lah suatu tantangan, namun bencana. Tetapi, manusia ditakdirkan untuk menghadapi apapun yang diberikan Tuhan. Entah itu bencana, atau bahkan keberuntungan. Semuanya memiliki nilai masing-masing.
Kelvin dan Abel meneruskan langkahnya sampai mendapati papanya yang sedang duduk bersama seseorang di sampingnya. Dan itu bukan lah seseorang yang Kelvin dan Abel kenal. Apalagi seseorang itu juga bukan laki-laki. Abel yang melihat itu menghentikan langkahnya. Ia mengamati baik-baik apakah itu papanya atau orang lain. Karena buat apa papanya mengajak orang lain yang bukan keluarganya untuk makan malam bersama keluarga kecilnya. Sedangkan Kelvin, ia lebih takut jika Abel terkejut melihat itu daripada takut siapakah wanita yang di samping papanya.
Akhirnya untuk memecah kebingungan Abel, Kelvin menginteruksi agar adiknya itu meneruskan langkahnya menuju meja papa mereka. Abel pun tidak keberatan. Akhirnya mereka sampai. Dan benar saja itu papanya bukan orang lain.
"Oh, kalian sudah sampai. Duduk!", sambut papa mereka.
"Kalian mau pesan apa?", tanya wanita di samping papa mereka dengan ramah. Tidak! Lebih tepatnya sok ramah. Abel menggeleng. Daripada makanan, yang Abel butuhkan saat ini adalah penjelasan papanya mengenai wanita yang duduk di samping lelaki paruh baya tersebut.
"Ehm.", Kelvin berdeham untuk mencairkan suasana yang saat ini sedikit canggung.
"Mau pesan minum dulu?", akhirnya Kelvin membujuk adiknya yang masih penasaran itu. Abel tidak bisa menolak, ia sedang haus saat ini. Dirinya pun mengangguk. Langsung saja Kelvin memanggil pelayan yang kebetulan ada di dekat meja mereka. Pelayan itu memberikan buku menunya. Abel melihat-lihat dan akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada capuccino.
"Itu aja? Ga pake camilan?", tanya Kelvin. Abel menggeleng. Akhirnya pelayan menulis pesanan Kelvin dan Abel. Dan pelayan itu pergi.
"Abel, papa mau ngomong sama kamu. Kelvin, papa juga mau jelasin sama kamu. Intinya papa mau ngomong serius sama kalian berdua", papa Abel mendadak kelu lidahnya saat berbicara. Beliau bingung harus bagaimana memulainya. Karena menyadari suasana mulai tegang, Kelvin mencairkannya sedikit.
"Papa santai aja ya. Jangan tegang, jadi ga enak pa", sahut Kelvin penuh kelembutan. Papa tertawa sedikit mendengar kata anaknya.
"Buat Abel, papa minta maaf karena belum cerita soal ini ke kamu sebelumnya. Pasti kamu bingung siapa orang yang di sebelah papa ini", ujar papa Abel penuh kewibawaan.
"Dia..", terdengar jelas keraguan pada suara papa Abel. "Calon istri papa".Dada Abel seperti tertusuk belati yang amat tajam. Menusuk sampai ke relung hatinya. Jantungnya serasa berhenti berdenyut. Dan aliran darahnya seakan tak mau mengalir lagi. Pasokan oksigen di bumi juga seakan kian menghilang. Dada Abel sesak. Untuk mengambil napas dia tak bisa. Kelvin terus menguatkannya dengan menggenggam erat tangannya. Air mata Abel sudah tak bisa dibendung lagi. Rasa sakitnya begitu parah hingga tanpa ia sadari, dirinya terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital (Completed)
Teen FictionMungkin pertemuan ini sangat sederhana. Namun, siapa sangka lada akhirnya kedua insan ini harus terjerat perasaan yang keduanya tidak bisa bayangkan.