Gio yang tadi berada di dalam perpustakaan, kini berpindah ke luar. Ia duduk dikursi yang bermodel seperti kursi taman. Dirinya sengaja pindah ke luar agar bisa melihat mobil kakaknya.
Gio mengusap dahinya yang dipenuhi keringat karena cuacanya memang sangat terik. Ditengoknya ke kanan dan ke kiri tidak didapati juga mobil kakaknya.
Tiba-tiba mobil berwarna putih berhenti tepat di depan perpustakaan kota itu. Itulah yang ditunggu-tunggu Gio sedari tadi. Tepat seperti dugaan Gio, bahwa pasti masih ada Abel.
Gio pun masuk sambil menunjukkan senyum ramahnya. Tanpa pikir panjang, Gilang langsung melajukan mobilnya.
Abel meminta Gilang untuk mengantar langsung ke rumahnya. Ia tidak ingin pergi kemana-mana lagi. Baginya hari ini sudah cukup banyak waktu yang dihabiskan mereka. Karena Gilang tidak mengetahui jalan dan letak rumah Abel, gadis itu menunjukkan arahnya dan letaknya.
Mobil Gilang berhenti tepat di depan rumah bercat putih minimalis namun elegan. Pintu mobil dari jok Abel pun terbuka. Sebelum turun, Abel menawari Gilang untuk masuk ke rumahnya dulu. Namun, Gilang menolak alasannya, "kapan-kapan aja kalo udah siap."
Apa apaan coba maksud Gilang?!. Abel merasa bingung, namun ia sedang tidak ingin bertanya. Gio yang mempunyai otak cerdas dan perasaan yang cepat peka itu pun paham dengan maksud kakaknya, lalu terkekeh geli.
Karena tidak ingin berlama-lama lagi, Abel turun dari mobil itu. Gilang membuka kaca mobilnya dan melambaikan tangan serta menyunggingkan senyuman yang sangat tampan. Setelah mobil Gilang sudah terlihat semakin jauh, Abel memasuki rumahnya. Ia langsung membuka pintu dan mengucap salam. Terdengar jawaban salam itu dari arah ruang tengah. Itu suara kakaknya sedang menonton televisi sambil makan anggur merah.
Abel tersenyum dan terus melangkahkan kakinya. Abel masih tidak percaya bahwa ia sudah ada di rumah. Rasanya sudah sangat rindu dengan huniannya ini.
"Ga kerasa ya kak udah pulang aja", ucap Abel yang telah menelan kunyahan anggurnya.
"Iya dek. Kakak kangen rumah. Kangen nenek, mama, sama papa juga", tiba-tiba saja Kelvin mengatakan itu tanpa disangka Abel.
"Abel ke kamar dulu ya kak mau bobo cantik aja.", saat tengah melangkahkan kakinya beberapa langkah, Abel membalikkan badannya.
"Kak Epin udah makan belum?", tanya Abel penuh perhatian. Kelvin pun mengangguk.Pintu kamar tertutup. Abel memutuskan mengganti pakainnya dengan pakaian yang lebih santai untuk di rumah. Setelah itu, ia meraih handphonenya. Ternyata ada notif menumpuk yang tidak dibukanya. Dan ternyata itu dari Gilang.
Cowok itu mengirimi pesan melalui aplikasi LINE. Abel tidak habis pikir, Gilang benar-benar misterius. Tanpa Abel memberi nomor telponnya, Gilang sudah bisa menelponnya. Tanpa memberi tau ID LINEnya, Gilang sudah bisa mengirimi pesan. Sebenarnya dari mana Gilang mendapatkan semua itu?.
Gilang :: Udah masuk rumah kan?
Jangan lupa makan entar kurus jadi ga imut lagi.
Besok sekolah gue jemput mau kan?
Gausa tanya ya gue dapet line lo darimana
Addback! Jangan blokir awas lo.
Abel :: buset dah lang satu satu knp sih ngirim pesennya-_- Gue ga nanya kok, palingan gue ngeintrogasi lo
Gilang :: gue ga akan takut bel. Pokoknya besok lo harus berangkat bareng gue. Naik motor mau kan?
Abel :: iya entar gue ijin kakak gue dulu.Dan Gilang hanya membaca pesan Abel tanpa membalas. Gilang memang kejam. Karena merasa Gilang tidak akan membalas pesannya lagi, Abel meletakkan handphonenya itu di atas meja belajar. Ia menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Lalu, Abel memejamkan matanya.
Kelvin sengaja masuk kamar Abel yang pintunya terbuka. Ia masuk dan duduk di tepi tempat tidur Abel. Kelvin mengelus lembut rambut adiknya itu seraya memanggil nama Abel beberapa kali. Abel yang sudah terlelap cukup pulas itu akhirnya membuka matanya.
"Kenapa kak?", tanya Abel yang masih berusaha membuka matanya lebar-lebar.
"Ada yang mau ketemu kamu", mendengar jawaban Kakaknya, Abel langsung mendudukkan dirinya dan mengerutkan dahinya."Sapa kak?", Abel rupanya masih bingung. Namun, apa yang terjadi dengan Kelvin? Dirinya hanya tersenyum dan menyuruh adiknya untuk melihat tamu itu sendiri. Abel berjalan gontai menuruti perintah kakaknya. Ia berjalan menuju ruang tamu. Dan benar, disana terlihat seorang laki-laki paruh baya yang tengah duduk. Tapi, Abel masih belum melihat wajahnya, ia hanya dapat melihat punggung lelaki itu.
Kelvin langsung menggenggam tangan Abel. Kenapa rasanya Kelvin seperti deg-degan? Siapa lelaki itu sebenarnya?.
Kelvin sedikit mendorong tubuh Abel menuju laki-laki itu.
"Pa..", panggil Kelvin. Pa? Siapa itu? Apa maksudnya pa? Apa kepanjangan dari pa?. Abel menoleh heran menatap muka sang kakak. Lelaki itu langsung menoleh karena panggilan Kelvin tadi. Tunggu, sepertinya Abel ingat wajah itu. Walaupun sudah sangat jarang melihatnya, namun Abel sangat mengenalnya.
"Abel!", sapa lelaki itu dan langsung berdiri. Sekarang Abel ingat, bahkan sangat ingat siapa laki-laki itu. Abel menatap sangat tak percaya. Matanya telah berkaca-kaca, air matanya terbendung dan tak lama lagi akan terjatuh.
"Pa.. pa", kini Abel menangis terisak. Abel berlari memeluk lelaki itu dan menangis dalam dekapnya. Kelvin ternyata juga ikut larut dalam kesedihan.
"Papa pulang nak", kata laki-laki itu yang ternyata papa dari Abel dan Kelvin.
"Papa kemana aja selama ini kenapa baru pulang sekarang! Papa ga kasian ke kak Epin sama aku?! Papa ga mikir gimana kita bisa makan? Bisa lanjut hidup?! Papa ga mikir apa?!", teriak Abel sambil memukul pelan dada papanya. Papa Abel menangis, namun tetap mengukirkan senyumnya dibibir. Papa Abel melepaskan pelukan putrinya perlahan, dan memegang erat kedua bahu anaknya itu.
"Karena papa percaya sama anak-anak papa. Kalian mandiri, papa tau.", nasehat papanya. Abel merasa masih tidak terima karena ia merasa papanya benar-benar keterlaluan.
"Tetep aja pa! Papa juga harus tanggung jawab sama anak-anak papa!", protes Abel menegaskan suaranya. Kini tangan papa Abel mengusap air mata anaknya, ia tersenyum dan menjawab.
"Maafin papa ya nak papa disana berusaha membangun usaha papa. Dan papa saat itu merasa belum berhasil. Jadi papa merasa harus berusaha keras dulu sampai berhasil baru papa akan pulang. Papa juga ga nyangka anak papa udah dewasa pemikirannya juga udah dewasa", lalu papa Abel kembali memeluk putrinya tersebut. Abel mengeratkan rangkulannya.
"Papa janji sama kita ya, jangan pernah pergi lagi.", ujar Abel.
"Siap sayang", jawab papanya penuh kasih. Walaupun Abel akan kehilangan orang yang dia sayang, setidaknya sekarang orang yang ia sayang pula telah datang.***
"Papa janji sama kita ya, jangan pernah pergi lagi."
-Abel
![](https://img.wattpad.com/cover/95421672-288-k664705.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital (Completed)
JugendliteraturMungkin pertemuan ini sangat sederhana. Namun, siapa sangka lada akhirnya kedua insan ini harus terjerat perasaan yang keduanya tidak bisa bayangkan.