Sudahkah aku bilang aku aktif diberbagai kegiatan sekolah? Selain PMR dan OSIS (yang pertemuannya hampir tidak pernah kudatangi itu) aku ikut kelas olimpiade.
Sewaktu aku terpilih sebagai siswa olimpiade Bima menatapku heran, agak terlalu heran sebetulnya. Katanya, kok aku bisa masuk kelas olimpiade padahal ulangan bahasaku remidi melulu. Hm, memang aku bodoh di pelajaran bahasa Indonesia dan agak bodoh di pelajaran bahasa Inggris (Aneh kan? Jadi selama ini aku bicara dengan bahasa apa?). Tapi kan kelas olimpiade lebih menekankan ke kemampuan mengurai angka. Intinya aku lebih jago menguraikan rumus daripada mencari pokok pikiran paragraph.
Akhir-akhir ini, selama menunggu kelas olimpiade dimulai, Bima yang duduknya didepanku akan menolehkan kepala ke belakang untuk memaksaku latihan pidato. Tampangnya Bima kalau sudah mulai maksa-maksa begitu, mirip ekspresi pak Joko yang saking killernya, suka menyiksa pelan-pelan setiap murid yang sedang maju pidato di depan kelas. Sarah (yang juga terpilih jadi anak kelas olimpiade) juga nggak terlalu membantu. Sarah tampak gugup (yang sangat amat bukan Sarah) lalu memintaku nurut-nurut aja disuruh Bima latihan pidato.
Ngapain aku latihan pidato siang bolong begini? Protesku dalam hati tapi paksaan dari dua arah (Bima dan Sarah) memaksaku nurut juga.
Setiap aku memulai pidato Bima boro-boro memandangku. Ia hanya memundurkan kursinya sampai mentok menabrak mejaku lalu menyenderkan punggungnya ke punggung kursi. Mau tidak mau aku harus memajukan kepalaku mendekati punggung Bima lalu mulai pidato sepelan mungkin dengan bibir kututupi LKS. Buat jaga-jaga supaya tidak ada mengira aku sedang ngomong sendiri.
Waktu kuminta Bima untuk minimal melirik dikitlah tiap aku pidato, Bima mengangkat satu alis dengan belagunya itu. Katanya, "Mata itu buat ngeliat bukan buat dengar."
"Iya, iya aku tau." Jawabku sambil mendengus.
Lalu di akhir pidato, Bima biasanya akan mencoret-coret naskah pidatoku. Dia nulis, nggak boleh beginilah nggak boleh begitulah, juga mengubah-ubah struktur kalimat di naskahku. Ajaibnya setelah beberapa kali latihan pidato dengan Bima, beberapa minggu kemudian, saat aku ujian pidato. Untuk pertama kalinya, aku nggak remidi. Sarah sampai tepuk tangan tanpa suara di kursinya.
Maka, hari itu juga saat pulang sekolah. Sarah mengajakku (lebih tepatnya menggeret paksa) untuk menunggu Bima selesai eskul Taekwondo. Kata Sarah sih, aku harus bilang terimakasih ke Bima secepatnya.
Aku duduk di samping Sarah di kursi panjang biru di dekat aula terbuka ikut mendengarkan pelatih eskul taekwondo ngasih ceramah ke anak didiknya soal Taekwondo itu melatih kesabaran, ketangkasan, kemampuan untuk membaur dengan lingkungan dan bla-bla (aku tidak dengar).
Menurutku gara-gara Taekwondolah, Bima yang sekarang jadi agak lebih sabar (masih agak galak sih, tapi mendinganlah). Awalnya aku mau melihat Bima latihan, tapi dari awal Bima sudah melempar pandangan membunuh yang kalau kutransletkan kasar kurang lebih isinya begini, NGAPAIN LIAT-LIAT?! PULANG SANA!
Aku menarik tangan Sarah, mengajaknya pulang.
"Kenapa pulang?" Tanya Sarah bingung.
"Bima nggak suka kita ngeliatin dia latihan Taekwondo."
"Huh? Masa'?"
"Dia juga nyuruh kita pulang."
Sarah melirik HP di kantung rokku, "Bima ngasih peringatan lewat SMS emangnya?"
"Nggak." Tau nomer HP Bima aja enggak.
"Terus? Kamu tau darimana?" Tanya Sarah heran.
Aku mengangkat bahu. Kalau kujawab dari mata Bima, kok rasanya seperti lagu dangdut. Gimana menjelaskannya ya? Kurang lebih ini semacam superpower yang hanya bisa dimiliki oleh dua orang yang sama-sama pendiam. Yah, Bima nggak sependiam aku sih. Temannya bahkan sekarang lebih banyak dari temanku. Kalau aku bilang kami bicara lewat mata..? Hoek, bicara lewat mata? Kesannya malah lebih dangdut lagi.
"Yah begitulah." Jawabku bingung.
"Halah." Gumam Sarah nggak percaya.
Aku jadi mikir kalau kestabilan mental Sarah benar-benar patut di pertanyakan. Dia biasanya kan yang paling jengkel kalau ada anak PMR kabur latihan untuk ngeliatin anak Taekwondo latihan.
Katanya, ngapain ngeliatin anak cowok? Harga diri loo dimana? Dan sekarang kami, di sini, ngeliatin cowok, dengan alasan klise mau ngucapin terimakasih. Padahal bilang terimakasih kan bisa besok-besok. Bima besok juga masih hidup. Kamilah yang patut dipertanyakan kelangsungan hidupnya besok. Lihat kan ekspresi wajah Bima ? Itu ekspresi nggak suka. Dia nggak suka kami disini. Jadi? Yah aku kabur.Saat Sarah lengah aku buru-buru berlari pergi.
![](https://img.wattpad.com/cover/99490079-288-k684045.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Pujaan Hujan (Completed)
Подростковая литератураSejak pertama kali bertemu dengan Anna, Bima sudah bertekad membencinya. Anak perempuan mungil, polos, aneh, pendiam, berwajah seperti boneka yang selalu tersenyum dan tidak pernah marah. Tapi bagaimana bila takdir selalu mempertemukan mereka selama...