Aku menyipitkan mata berkali-kali untuk memastikan aku tidak salah liat. Itu Bima kan? Ngapain Bima memakai seragam eskul Taekwondo? Eh tunggu, apa Bima masuk eskul Taekwondo? Kok aku baru tau.
Aku berjalan mendekati aula terbuka tempat anak eskul Taekwondo biasa dilatih tiap hari Sabtu sore. Bima sedang duduk dalam posisi menunduk jadi ia tidak melihatku. Seragam yang dipakai Bima bagus tidak seperti seragam eskul PMR yang kugunakan, entah siapa yang punya ide mencampurkan warna abu-abu dan merah terang pada kaus lengan panjang berbahan tebal mirip sweater
Saat aku mendekat, beberapa anak Taekwondo mendongak. Mereka saling sikut menyikut sambil nyengir memandangku. Tingkah mereka akhirnya membuat Bima mendongak, diantara mereka semua hanya Bima yang tidak nyengir. Setiap bertemu Bima, biasanya aku selalu menyapa dengan melambaikan tangan sedikit atau memanggil nama Bima pelan walaupun Bima jarang membalas sapaanku.
Berhubung sekarang, semua mata tertuju kearahku, aku buru-buru menundukan kepala dan berjalan menjauh secepatnya. Kalau aku sampai berani-beraninya menyapa Bima dihadapan sekumpulan anak eskul Taekwondo bisa-bisa aku dan Bima dijadikan bahan olok-olokan seperti dulu. Tau kan? Bagi anak SMP, hanya gara-gara menyapa saja kami bisa digosipkan pacaran.
Kemudian sewaktu anak eskul Taekwondo diminta lari memutari lapangan sepuluh kali sementara anak PMR didudukan ditengah lapangan, aku tidak sengaja bertatapan mata dengan Bima. Menurutku Bima bingung kenapa tadi aku tidak menyapanya. Ini kan baru pertama kali terjadi. Aku jadi ingin bilang pada Bima, bukannya ia yang paling benci dijodoh-jodohkan denganku? Tapi tentu saja, aku hanya diam.
Sekitar jam 4, saat aku berjalan sendirian menuju ke halte. Aku melihat Bima, sedang duduk diam dikursi beton dibawah pohon Mahoni, disampingnya duduk anak laki-laki yang berpakaian seragam Taekwondo seperti Bima, bergerak kanan kiri depan belakang tidak jelas. Tau-tau teman Bima itu lompat berdiri hingga menyenggol tas Bima sampai jatuh dari atas kursi. Isi tas Bima berhamburan kemana-mana. Bima mendongak kaget, tanpa sengaja ia menatapku lalu detik berikutnya Bima mengalihkan pandangan ke temannya sambil berseru ,"NANA!!"
Gantian aku yang kaget, aku kan berdiri sepuluh meter jauhnya dari tempat Bima duduk. Kok Bima malah menyerukan namaku padahal bukan aku yang menjatuhkan isi tasnya. Kulihat, ekspresi wajah Bima berubah jadi penuh horor begitu ia sadar salah panggil nama. Lalu Bima malah lari, meninggalkan isi tasnya masih berhamburan di lantai beton disamping temannya, yang ikutan kaget mendengar teriakan Bima. Oh ya apa aku sudah pernah bilang? Bima tidak pernah memanggilku 'Anna' seperti cara semua orang lain memanggilku. Daridulu ia selalu memanggilku Nana.
Aku tidak tau kenapa Bima jadi aneh semenjak masuk SMP, tapi yang jelas aku tidak tega melihat barang-barang Bima tergeletak menyedihkan. Jadi setelah Bima menghilang lari entah kemana, akulah yang membereskan isi tas Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Pujaan Hujan (Completed)
Teen FictionSejak pertama kali bertemu dengan Anna, Bima sudah bertekad membencinya. Anak perempuan mungil, polos, aneh, pendiam, berwajah seperti boneka yang selalu tersenyum dan tidak pernah marah. Tapi bagaimana bila takdir selalu mempertemukan mereka selama...