Oktober 2004
Sejak masuk kelas 7, aku jarang bertemu dengan Bima kecuali saat berangkat sekolah (karena arah rumah kami sama, aku dan Bima kadang satu bus). Bima masuk kelas 7G sementara aku kelas 7B. Kadang jika kami tidak sengaja berpapasan dilorong, Bima akan memalingkan wajah seakan tidak mengenalku saja. Sudah berbulan-bulan Bima bertingkah seperti itu. Kadang Bima menganggukan kepala sopan saat aku menyapanya namun dilain waktu Bima boro-boro mau memandang wajahku. Aku bingung antara Bima merasa bersalah mengataiku jelek atau gara-gara mukaku tambah jelek makanya ia malu ketahuan mengenalku.
Anehnya hari ini Bima tiba-tiba duduk disampingku saat latihan Pramuka (disekolahku anak kelas 7 diwajibkan untuk mengikuti kegiatan Pramuka hingga akhir semester satu, baru saat semester dua kami diperbolehkan untuk mengikuti eskul yang lain). Setelah mengejekku dan berbulan-bulan bertingkah seakan tidak mengenalku tau-tau Bima datang. Kukira Bima mau mengatakan hal penting, ternyata ia diam saja. Karena aku bingung harus melakukan apa, jadi aku menunjuk ke sekelompok kakak kelas yang sedang latihan Taekwondo diaula dekat lapangan tempat kami duduk.
"Bima masuk eskul Taekwondo aja." Saranku. Badan Bima kan tinggi dan ia pemarah. Menurutku Taekwondo satu-satunya eskul disekolahku yang paling bikin capek. Jadi, Bima bakal terlalu capek untuk marah-marah.
Bima malah memasang ekspresi wajah habis dipaksa minum jamu super pahit lalu ia berkata, "Kamu nggak jelek."
"Hah?" Aku bengong. kok jawabannya tidak nyambung ,"Apa?"
Kali ini ekspresi Bima berubah mirip pencuri yang ketahuan maling, Bima berseru "Nggak jadi!" sambil berlari pergi.
Nggak jadi? Apa yang tidak jadi? Nggak jadi mengataiku jelek atau tidak jadi mengataiku tidak jelek? Buat apa ia capek-capek duduk disampingku untuk bicara tidak jelas lalu tau-tau lari pergi.
Setelah itu, tanpa sadar sepanjang kegiatan Pramuka aku memperhatikan Bima dikerumunan teman sekelasnya. Aku kaget melihat Bima berbicara dengan salah satu dari anak laki-laki kelasnya. Tidak dengan tampang marah atau cemberut. Bima bahkan sempat tersenyum! Wah, aku tak percaya. Sebelum lulus SD aku pernah bilang padanya, Bima harus lebih ramah dengan teman-teman SMPnya nanti. Seperti biasa Bima tidak menyaut, tapi benar kan? Bima memang mendengar kata-kataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Pujaan Hujan (Completed)
Ficção AdolescenteSejak pertama kali bertemu dengan Anna, Bima sudah bertekad membencinya. Anak perempuan mungil, polos, aneh, pendiam, berwajah seperti boneka yang selalu tersenyum dan tidak pernah marah. Tapi bagaimana bila takdir selalu mempertemukan mereka selama...