Day 1- Bima

3.1K 415 19
                                    

Bima POV

Juni

"Bima, kamu bisa duduk di kursi pojok nomer tiga dari belakang. Di samping Anna." Ujar guru kelas Bima yang baru.

Mendengar nama Anna, seketika kemarahan yang Bima coba pendam berhari-hari nyaris meledak.

Bima benci nama Anna. Lebih dari itu, ia muak, marah, jijik, kesal mendengar nama itu disebut.

Bima melemparkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Hanya ada satu kursi kosong di samping anak berambut coklat sebahu yang sibuk menundukan kepala.

Bima menggeram jengkel. Ia tak punya pilihan lain selain duduk di sana. Sambil berjalan menuju meja barunya, Bima mengutuki dirinya sendiri, apa yang lebih buruk dari duduk di samping anak perempuan yang punya nama sama seperti ibunya?

Ternyata ada yang lebih buruk.

Anak itu tiba-tiba muntah tiga detik kemudian.

Oktober

Suara denting penggaris besi beradu dengan lantai terdengar. Tanpa sadar Bima menoleh. Tidak ada yang aneh dari suara itu. Hanya suara benda jatuh biasa.

Yang aneh justru anak perempuan yang duduk di sebelahnya. Anak itu tertawa.

Padahal menurut Bima tidak ada yang lucu.

Suara tawa Anna- bukan, Nana, ia mengganti nama panggilan teman sebangkunya supaya tidak seperti memanggil nama ibunya- justru membuatnya jengkel.

Yang paling mengesalkan, saat Bima bertanya mananya yang lucu, Nana menjawab ekspresi wajah Bima yang lucu.

Bagian mana yang lucu? Pikirnya jengkel. Ia sudah cukup muak dengan teman sebangkunya yang suka nyanyi sendiri dengan suara jelek, pendiam, sering tersenyum tanpa alasan, ceroboh, selalu diam saja saat di ganggu dan ...karena namanya sama dengan ibunya.

Nana menjelaskan, alis Bima selalu terangkat satu kalau sedang terkejut dan menurutnya itu lucu.

Bima mengerjapkan mata takjub. Mananya yang lucu dari alis naik satu? Bima tidak percaya.

Bima bahkan sering lupa ia punya bagian tubuh bernama alis.

Karena hal ini sama sekali tidak penting untuk dipikir, Bima buru-buru mengalihkan pandangan sejauh-jauhnya dari teman sebangkunya- Nana, yang aneh.

Bima tidak mengerti kenapa Nana mudah sekali di buat tertawa. Nana seringkali tertawa pada hal-hal yang menurut Bima sedikitpun tidak lucu.

Kedua, Bima juga tidak mengerti kenapa Nana mudah sekali di buat kagum. Ia bertepuk tangan tanpa suara dengan muka excited saat melihat Bima bisa menghabiskan roti dalam tiga kali gigit. Awalnya Bima merasa terhina karena menurutnya, bagian mana yang mengagumkan dari makan roti? Tapi Nana memang aneh. Yang paling aneh, Nana juga terkagum-kagum hanya gara-gara hari ini rambut guru kelas mereka di tata menyamping kanan padahal biasanya menyamping kiri.

Ketiga, karena Nana tahan berada di dekatnya.

Bima yakin Ayahnya sendiri saja tidak tahan berada di dekatnya makanya beliau selalu menyibukan diri dengan pekerjaan. Dalam sebulan hanya beberapa kali Bima bisa melihat ayahnya. Sementara ibunya? Tidak ada yang perluh dijelaskan soal ibunya.

Di sekolahnya yang baru, Bima tidak punya teman. Ia di kucilkan. Ia selalu sendirian. Bima mudah marah. Ia juga tidak suka bicara. Ia benci punya teman. Ia benci bergantung dengan orang lain. Ia belajar untuk jangan percaya dengan orang lain. Kalau ibunya sendiri bisa menghianatinya apalagi orang lain?

Anehnya, Nana tampak biasa-biasa sana di dekatnya. Nana selalu bersikap baik padanya padahal Bima selalu memusuhinya. Nana tidak pernah nangis, marah, protes, merengek, jengkel, sedih di depan Bima. Setiap Bima marah, Nana hanya terdiam. Tiga puluh detik kemudian Nana kembali sibuk sendiri dengan kegiatannya. Tanpa komentar, tanpa ekspresi. Seakan tidak ada apa-apa.

Sebetulnya, Nana memang bersikap seperti itu ke semua orang. Di kelas Nana sering di jahili, tapi ia tidak pernah peduli. Malah, Bima curiga Nana tidak pernah sadar kalau ia sedang di jahili.

Keempat, karena Nana selalu berkata,

Bima orang baik.


November

Bima tau benar Nana tidak akan marah oleh apapun yang ia lakukan. Kenyataan itu malah membuatnya makin berulah.

Awal bulan ini, Bima dengan sengaja membagi mejanya dan Nana menjadi dua daerah menggunakan kapur.

Pasangan teman sebangku yang duduk di depan Nana dan Bima juga menerapkan sistem otonomi yang sama. Hasilnya, setiap hari mereka bertengkar berebut wilayah kekuasaan sampai di bawa ke ruang BK.

Bima diam-diam menunggu itu, ia ingin bertengkar dengan Nana.

Maka dari itu Bima juga menerapkan hukuman. Untuk setiap barang Nana yang melewati batas wilayah maka Bima akan menjatuhkan barang itu ke lantai. Kalau barang yang sama sudah lebih dari lima kali melanggar daerah, tanpa segan Bima mematahkan benda jadi dua.

Kalau di hitung, sudah tiga pensil Nana di patahkan Bima dalam dua minggu pertama.

Tapi di minggu ketiga, Bima menyerah kalah. Ia menghapus batas wilayah dan hukuman yang ia terapkan sendiri.

Karena kejadian di siang ini, saat Bima hendak mematahkan penggaris besi Nana menjadi dua.

Biasanya, Nana hanya terdiam. Menonton dengan ikhlas. Kali ini berbeda, Nana berseru," Jangan Bima!"

Bima menyeringai jahat. Akhirnya, akhirnya Nana melawan.

"Nanti tanganmu sakit." Lanjut Nana khawatir.

Seketika harga diri Bima ambruk.

Seakan belum cukup Nana berkata," Mau kubantu?"

Angin Pujaan Hujan (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang