Bima tersentak kaget saat ayahnya mencoba membuka salah satu jendela ruang keluarga yang menghadap ke taman. Jendela itu mengeluarkan suara melengking keras padahal jendela hampir hanya bisa terbuka separuh.
"Jendela-jendelanya semuanya sudah karatan ya? Kunci pintu depan juga susah di buka." Gumam ayah Bima lebih ke dirinya sendiri.
Perlahan Bima maju ke depan ayahnya lalu berhasil membuka jendela yang hendak di buka.
Ayah Bima mengangguk puas. Itu ekspresi berterimakasih. Ayahnya tidak pernah mengatakan maaf, terimakasih, menanyakan kabar, minta tolong secara frontal, kebanyakan hanya dengan gerakan kecil tapi Bima paham artinya.
Seperti sekarang, ayahnya mengendikkan kepala ke arah kabel-kabel tua yang tersambung ke arah lampu-lampu taman.
Selama berjam-jam kemudian, Bima menghabiskan waktu membetulkan setiap sudut rumah lamanya. Mulai dari sambungan pipa, kabel, pagar sampai pintu.
Sudah lama Bima tidak melakukan sesuatu bersama ayahnya selama berjam-jam. Sejak kecil. Sedikit banyak ayah Bima mengajarkan macam-macam. Mulai dari kelistrikan, pertukangan, mengganti ban mobil, cara menggunakan bor listrik, jenis-jenis mur dan baut. Waktu beliau itu belum sepediam sekarang dan ayahnya cukup cerewet menyuruh Bima belajar ini itu supaya ayahnya tenang kalau suatu saat beliau harus pergi lama. Jadi Bima tetap bisa diandalkan untuk membantu ibunya....
Tak perluh di katakanpun, Bima tau ayahnya menyayangi ibunya lebih dari apapun. Mungkin juga sampai sekarang.
Baru semenit yang lalu ayahnya kembali dari membeli cat. Beliau lalu mengecat dinding dekat garasi dengan warna biru. Bima ingat dulu, ibunya selalu ngeyel untuk mewarnai nyaris semua dinding rumah dengan warna biru.
Warna biru, sampai sekarang warna biru selalu identik dengan ibunya. Mungkin juga karena itu Bima menghindari warna biru dan di rumahnya yang baru, tidak ada satupun dinding atau benda berwarna biru.
Belum setengah jam mengecat tiba-tiba ayahnya terjatuh dari tangga. Bima segera berlari mendekat. Ayahnya malah tertawa sambil mengelus kepalanya yang membentur pot tanaman yang sudah kering. Pot itu terjatuh dan terbelah menjadi dua. Ajaibnya ayahnya tidak apa-apa.
"Kepala ayah keras." Gumam ayahnya sambil masih tertawa.
Bima mengecek kepala ayahnya, memastikan kepala ayahnya betul baik-baik saja setelah terbentur. Soalnya sekarang beliau tertawa sendiri. Biasanya ayahnya tidak tertawa seperti itu.
Untungnya kepala ayahnya ternyata betul-betul keras. Beliau betul-betul tidak terluka sama sekali.
"Udah ya? Ayah kaya'nya udah capek. Ayah istirahat dulu." Gumam ayahnya sambil merapihkan cat kemudian terdiam selama beberapa detik sebelum berkata ," Mungkin ayah harus istirahat dari kerja juga.."
" 'Istirahat dari kerja juga'? Ayah mau pensiun?" Alis Bima terangkat curiga.
"Ayah memang sudah lama mau pensiun. Tinggal di sini lagi. Ayah pengin kamu deket sama keluarga besar ayah.. Kamu jangan jauh-jauh dari mereka. Keluarga besarmu semua ada disini. Cuma mereka keluargamu."
Ekspresi Bima berubah dingin, "Balik ke sini lagi?"
Ayahnya memandang ekspresi Bima kemudian menghela nafas
"Masih ayah pikir-pikir lagi." Gumam ayahnya pelan kemudian berjalan duduk di kursi kayu ibu Bima kemudian beliau lagi-lagi terdiam sambil memandangi pagar bekas anggrek.
Bima menggertakan gigi. Tidak perluh dibilang bahwa ayahnya kembali tenggelam dalam masa lalu lagi. Entah ayahnya memang ingin Bima dekat dengan keluarga yang lain atau karena ayahnya kembali tidak bisa jauh dari bayangan ibunya.
Menyedihkan. Tapi ayahnya hanya satu-satunya keluarga inti Bima yang tersisa, tanpa ibu, tanpa saudara. Umur ayahnya nyaris enam puluh tahun. Umur siapa yang tau. Kalau Bima tidak pernah dekat dengan keluarga besarnya sekarang, Bima mungkin tidak punya keluarga lagi.
"Ya." Jawab Bima singkat.
Ayah Bima mendongak kaget," Apa nggak kamu pikirkan betul-betul dulu?"
Bima menggeleng, selama ayahnya tenang dan tidak banyak pikiran. Bima akan tetap menjawab ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin Pujaan Hujan (Completed)
Roman pour AdolescentsSejak pertama kali bertemu dengan Anna, Bima sudah bertekad membencinya. Anak perempuan mungil, polos, aneh, pendiam, berwajah seperti boneka yang selalu tersenyum dan tidak pernah marah. Tapi bagaimana bila takdir selalu mempertemukan mereka selama...