Tangan gadis itu menekan tombol merah yang ada di ponsel Harry, menolak panggilan dari Olivia. Lalu sedetik kemudian senyuman sinis terukir di bibirnya yang dapat dikatakan indah.
Kendall segera meletakkan ponsel Harry ke meja nakas kembali saat mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat kearah kamarnya, buru-buru ia membaringkan tubuhnya dan menarik selimut berpura-pura sedang lemas. Pintu kamar terbuka dan memunculkan pemuda berambut ikal yang membawa sebuah nampan berisikan makanan yang baru saja dimasak, terlihat dari asap kecil yang mengepul dari mangkuk yang ada diatas nampan.
"Aku memasak sup macaroni untukmu, sekarang makanlah." Pemuda itu berkata sembari meletakkan nampan diatas meja nakas.
"Terimakasih, Harry" gadis dihadapannya berkata sembari tersenyum. Lalu mengambil mangkuk berisi sup macaroni buatan Harry dan memakannya perlahan.
Harry membalas senyuman Kendall kemudian duduk di sisi ranjang milik Kendall.
"Sekarang katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi padamu? Bukankah waktu itu kau bilang padaku kalau kau sudah mulai sembuh?"
Pemuda itu berkata dan menatap gadis dihadapannya dengan lemah. Entahlah, hatinya masih terasa sama setiap kali ia berada di dekat gadis ini. Padahal ia sendiri juga menyadari kalau ia kini telah memberikan sepenuh hatinya kepada Oliv.
"Aku juga tidak tahu. Padahal belakangan ini aku sudah merasa sehat," Kendall membalas perkataan Harry kemudian menundukkan kepalanya, menatap kosong mangkuk ditangannya.
Harry yang merasa iba pun segera mengusap bahu Kendall dengan lembut sekadar untuk menenangkan perasaan gadis itu.
"Jangan lemah seperti ini, Ken. Kau harus bisa melawan penyakit ini. Aku percaya kau gadis yang kuat,"
Sedetik kemudian Kendall mengangkat wajahnya untuk menatap pemuda itu. Seketika hati Harry mencelos melihat pelupuk mata itu sudah digenangi oleh air mata yang siap-siap untuk terjun bebas.
"Aku merindukanmu, Harry," gadis itu berkata lirih dan setelahnya tangisnya pecah membuat bahunya naik turun karena terisak.
Melihat itu Harry dengan refleks meraih tubuh gadis itu kedalam pelukannya. Sambil ia yang terus mengelus lembut punggung Kendall. Gadis itu terisak di pelukan Harry, membuat baju yang Harry kenakan menjadi basah karena air matanya.
Tanpa sadar perlahan tapi pasti mata indah gadis itu tertutup mulai memasuki alam mimpi. Harry yang menyadari Kendall yang sudah tak menangis lagi pun melepaskan pelukannya dan cukup terkejut karena tubuh Kendall yang lunglai kembali ke pelukannya. Harry meraih mangkuk yang ada di tangan Kendall dan meletakkannya kembali keatas meja nakas.
"Kau senang sekali tertidur disaat aku memelukmu," Harry terkekeh kecil kemudian membaringkan tubuh Kendall dengan pelan.
Pemuda itu menatap nanar gadis yang sedang tertidur dihadapannya dan tersenyum sedih. Dilihatnya air mata yang masih menggenang di pipi Kendall dan kemudian menghapusnya dengan lembut menggunakan jari-jarinya.
Harry juga tak mengerti dengan perasaannya saat ini. Hati memang tidak bisa dibohongi, ia merasa separuh hatinya masih dimiliki gadis dihadapannya dan ia juga mencintai Oliv. Dan tak bisa dipungkiri lagi kalau ia juga sangat merindukan sosok Kendall, tapi mau bagaimana lagi, Kendall lah yang memintanya untuk menjauhinya. Apakah mungkin ia mencintai dua orang gadis sekaligus? Itu akan terkesan sangat jahat dan serakah. Tapi itu lah yang dikatakan hatinya yang tak bisa dielakkan olehnya.
Harry yang merasa sedikit pusing pun memijit pangkal hidungnya pelan. Lalu ia kembali menatap Kendall dan menarik selimut untuk menutupi tubuh gadis itu. Harry berbalik dan hendak melangkah keluar tetapi sebuah tangan menahannya. Dilihatnya kebelakang dan Kendall sedang menahan tangannya dengan masih keadaan tertidur. Harry juga dapat melihat dahi gadis itu yang mengernyit. Mungkin ia bermimpi buruk.