Suara deringan telepon membuat Harry menoleh dan melihat nama Jessie tertera disana, pemuda itu meraih ponsel yang ada disampingnya dan langsung saja ia mengangkatnya.
"Halo?"
"Harry, kuharap kau dapat tenang setelah aku mengatakan ini."
Harry mengernyit bingung tak mengerti dengan kata-kata Jessie tersebut, "Apa maksudmu, Jess?"
"Kumo---"
"Katakan padaku. Apa yang terjadi? Oliv baik-baik saja kan?" Harry memotong ucapan Jessie dan bertanya mendesak karena perkataan Jessie membuat perasaannya tidak enak.
Jessie menghela nafas disana dan sesaat kemudian suara isak tangis wanita itu terdengar, "Dia sudah pergi."
Harry membeku, "Apa maksudmu? Siapa yang pergi? Katakan dengan jelas Jess!"
"Oliv... dia... sudah pergi. Ia sudah tiada.."
Harry tersentak dan langsung bangkit dari sandarannya. Matanya menoleh kesana kemari. Namun sesaat kemudian pemuda itu menghela nafas seraya mengelus dadanya. Ternyata tadi itu hanya mimpi.
Harry memijat pelan pangkal hidungnya sebelum menarik nafas dan menghelanya cukup keras. Kepalanya terasa pusing akibat pekerjaan yang tak kunjung selesai sampai saat ini membuatnya tertidur dikursi besarnya. Pemuda itu menyandarkan kepala pada kursi besar yang saat ini sedang didudukinya seraya memejamkan mata dan kembali menarik nafas dan menghelanya.
Sesaat kemudian suara deringan telepon terdengar membuatnya melirik dan Harry dapat melihat nama Jessie tertera disana.
Deg.
Harry membeku, diangkatnya telepon dan menempelkan ponsel dengan ragu ditelinganya dengan perasaan was-was, takut terjadi de javu.
"Ha-Halo?"
"Harry!" Suara Jessie terdengar girang diseberang sana.
Baru saja Harry ingin bertanya, wanita itu malah kembali berkata, "Dia sadar!"
Harry terdiam dan tubuhnya kembali membeku. Pemuda itu merasakan gelenyar aneh ditubuhnya mendengar perkataan Jessie barusan, "Mak--"
"Olivia sadar!"
Jawaban cepat Jessie tersebut sukses membuat Harry tercengang. Entahlah bagaimana perasaannya saat ini tapi yang pasti mata pemuda itu terlihat sedikit berair dan ia tersenyum. Bahagia.
Harry tidak membalas perkataan Jessie dan ia malah mematikan sambungan telepon sebelum bergegas cepat pergi menuju rumah sakit untuk menemui gadis yang sudah 4 tahun ini selalu ia tunggu.
***
Harry membuka knop pintu itu dengan pelan membuat wajah tampannya menyembul dari balik pintu. Matanya melirik kedalam dan dapat melihat seorang gadis yang masih berbaring di ranjang rumah sakit tetapi matanya terbuka sempurna, menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
Harry tersenyum melihat itu, ini semua sangat berbanding terbalik dari mimpinya tadi. Ia tak pernah menyangka bahwa Olivia akan membuka mata untuknya saat ini.
Harry berjalan pelan mendekati ranjang rumah sakit tempat Oliv berbaring. Hatinya benar-benar bahagia setelah sudah dapat memastikan dengan benar bahwa Oliv memang sudah benar-bemar membuka matanya. Dan melihat bahwa gadis itu tak lagi memakai alat bantu di sekujur tubuhnya. Hanya meninggalkan selang infus yang masih menempel di tangan kirinya dan juga selang oksigen yang menancap di kedua lubang hidungnya.
"Hei."
Harry juga tak menyangka ia menjadi segugup ini saat menyapa gadis itu. Olivia menggerakkan matanya untuk melirik Harry. Tetapi gadis itu hanya diam dan menatap Harry datar.