Olivia's pov
Sudah 2 bulan semenjak aku sadar dari koma. Tapi, sampai saat ini aku masih berada di rumah sakit karena fisikku yang masih lemah akibat koma selama 4 tahun. Untungnya aku tidak hanya lagi berbaring di ranjang rumah sakit, kini aku sudah bebas bergerak walaupun tak jarang aku juga harus memakai kursi roda jika sedang ingin mencari udara segar.
Aku sangat terharu. Aku tak menyangka kini aku dikelilingi dengan orang-orang yang menyayangiku. Terspesial untuk Harry. Sungguh aku sangat berterimakasih pada Tuhan karena telah mempertemukanku dengannya. Ya, walaupun sampai detik ini aku masih belum melupakan momen pertama kali kami bertemu. Jika dipikir semua ini terasa lucu dan aneh. Tapi jujur, aku menyukainya. Aku menyukai proses pertemuan kami. Itu terasa seperti tidak biasa. Jika dulu kami saling membenci, tapi siapa sangka jika dia adalah orang yang kucintai saat ini. Orang yang akan selalu aku cinta sampai akhir hidupku. Terdengar manis bukan?
"Oliv!"
Lamunanku terbuyar ketika mendengar panggilan dari adik kesayanganku. Ya, siapa lagi kalau bukan Kelly. Aku menatapnya dan mendengus kesal.
"Apakah bisa kau memanggil dengan cara tidak mengejutkan seperti itu? Lama-lama kau terlihat seperti Niall,"
Kelly memutar kedua bola matanya setelah mendengar kata-kataku, "Kau harus ikut denganku. Ayo."
Aku menggeleng, "Tidak. Lagipula kau mau membawaku kemana? Aku sedang tidak mood, kau tahu? Harry belum datang menemuiku seharian ini."
Lagi-lagi Kelly memutar bola matanya sebelum menggeleng prihatin, "Hah. Kekasih macam apa itu? Daripada kau bosan menunggunya, lebih baik ikut denganku. Aku jamin kau pasti akan senang."
Belum sempat aku berkata, Kelly sudah membopongku naik ke kursi roda yang sedang ia bawa saat ini. Itu dikarenakan aku sedang duduk di ranjang rumah sakit.
"Tapi Kel, kurasa aku sudah bisa berjalan."
Kelly menggeleng, "Tidak tidak. Aku tidak mau kau jatuh untuk saat ini karena usahaku pasti akan sia-sia."
Aku mengernyit, "Usaha? Apa maksudmu?"
Dengan spontan Kelly menutup mulut dengan salah satu tangannya dan terlihat merutuki dirinya sendiri. Membuat alisku semakin mengernyit dan merasa bingung.
Kelly tidak menjawab pertanyaanku, ia malah mendorong kursi roda yang kududuki keluar dari kamar inapku. Kami berdua hanya diam hingga akhirnya Kelly membawaku ke taman rumah sakit.
Aku memutar sedikit kepalaku kebelakang untuk melihat Kelly, "Kel, kau membawaku kesini? Ya Tuhan, aku kira kau akan mengajakku ke suatu tempat. Tapi ternyata hanya ke taman, kau tahu? Aku sudah cukup bosan selalu mengunjungi taman rumah sakit ini."
Kelly memutar bola matanya mendengar ocehanku, "Tapi kali ini berbeda. Dan aku yakin kau pasti akan sangat menyukainya,"
Aku mendengus dan memutar lagi kepalaku ke arah depan dan merasa sedikit heran karena taman rumah sakit ini yang terlihat sangat sepi. Bahkan sama sekali tidak ada orang. Padahal biasanya taman ini selalu ramai dikunjungi para penjenguk, anak-anak, dan orang-orang sakit yang ingin menghirup udara segar.
Tapi tunggu, aku melihat sesuatu yang aneh sedikit jauh didepanku. Aku dapat melihat sebuah pohon besar. Tapi, bukan pohon besarnya yang menarik perhatianku, seseorang yang berdiri didepan pohon itu lah yang menarik perhatianku. Seorang pria yang sedang memakai sebuah jas dengan rambut panjang yang diikat membentuk sebuah sanggul, aku dapat melihat jelas dari sini.
Aku menoleh kebelakang dan ternyata Kelly sudah tidak ada lagi ditempatnya. Membuatku semakin bingung dan merasa bulu kudukku berdiri karena taman ini hanya berisikan diriku dan juga pria yang berdiri di dekat pohon itu.