Tak peduli seterik apapun mentari bersinar, gadis berpakaian syar'i itu tetap melangkahkan kakinya dengan cepat untuk keluar gedung. Matanya tak lagi fokus memandang ke depan, sedangkan tangan kanannya memegang erat berkas-berkas yang harus ia selesaikan siang itu juga.
"Huft ...."
Di arah lain, seorang pria keluar dari mobil suv putih. Setelan cukup formalnya membalut tubuh gagah itu yang dengan tanpa ragu menampilkan aura dingin darinya.
Drrrt...drrt...drrrt... hpnya bervibrate, mau tak mau ia mengangkatnya tatkala tahu nomor milik ayahnyalah yang sedang memanggilnya sekarang.
"Oh ya baik," jawabnya.
"...."
"Aku akan segera ke sana."
Tut ... sambungan terputus sepihak oleh sang ayah. Pria itu sempat mendesis sebal tapi tak ragu untuk melangkahkan kakinya kembali dengan lebih cepat dari sebelumnya. Bahkan, ia tak lagi melihat arah yang ditujunya saat ini. Panggilan dari ayahnya cukup menjadi alasan untuk meninggalkan mobilnya yang terparkir dengan segera.
Brukkk,
Ia menubruk tubuh sang gadis yang sama terburunya dari arah lain. Seolah tak punya salah sama sekali, ia kembali melangkahkan kaki tanpa mempedulikan gadis yang kini tengah berusaha berdiri, merapihkan beberapa berkas dengan embusan napas kesal.Hufttt ...
Sembari memegang berkas yang selesai dirapihkan, ia pandangi lekat punggung sosok barusan yang semakin jauh darinya. Entah apa yang ada dalam pikiran pria itu—sampai tak membereskan kekacauan yang tak sengaja dibuatnya. Setidaknya berucap maaf kalau tidak membantu tetapi—ya sudah mungkin dia juga sama sedang terburu sepertinya? Tak mau dipusingkan, lebih baik ia segera ke kantor untuk menyerahkan berkas-berkas ini.
***
Di lift.
Seorang wanita masuk, tepat tiga detik sebelum liftnya terpencet. Ia pun mempersilahkannya berdiri di sampingnya tanpa ragu.
"Hai?" wanita itu tersenyum dengan ramah padanya.
Dahinya mengernyit sebentar, tatkala baru menyadari bahwa ada orang lain selain dirinya dan juga si Pak tua yang barusan mempersilahkannya masuk ke lift yang kini berada di sebelahnya. Awalnya ia terkaget dan sempat memikirkan ekspresi apa yang tepat untuk mengesankan bahwa ia baik-baik saja tanpa kehadirannya selama ini. Lantas berpura untuk meramah adalah solusi.
Bersama senyum yang dipaksa manis, ia memulai.
"Hei, aku tak menyangka. Kau ada di sini? Apa kau juga bekerja di sini?" kata pria itu dengan menekankan ego yang menguasainya kini."Ah, berarti kita sama-sama akan bekerja di sini?" wanita itu membalasnya dengan senyuman senang. Ya, baginya kata 'juga' berarti 'akan' dan bersama dengannya adalah sebuah kesempatan untuk memperbaiki yang belum usai walau pun ia tak mengetahui secara pasti posisinya di perusahaan ini, tapi setidaknya ia bisa bersama bekerja di tempat yang serupa.
"Hmm mungkin," jawabnya agak acuh.
"Bagaimana kabarmu?" tanyanya balik, pria itu sedikit terkekeh."Kau bisa liat sendiri kan?" kemudian mendelik sebal. Menurutnya pertanyaan itu pertanyaan terbasi yang pernah ada.
"Hahaha, aku tau itu."
Hening. Menciptakan sepi yang tercipta di antara mereka seusai kata terakhir darinya terucap begitu saja dari mulut sang pria.
Tinggg ...
Bunyi lift menyadarkan pria itu dari keterdiaman. Tersenyum ramah padanya sebentar, lalu melangkahkan kakinya keluar terlebih dulu dibanding sang wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓Way of Love to Find Love [Completed]
Narrativa generaleRating (R-13+) #53 Highest rank in GenFict 17/05/18-20/05/18 Blurb: Saat takdir mempermainkan kehidupan, tangan Tuhan seolah menggoreskan tinta buruk baginya. Namun siapa sangka, jika yang selama ini yang dianggapnya buruk mampu menuntun ke pencari...