Melarikan diri mungkin ini hal tepat, setelah apa yang didengar terasa memusingkan kepala. Ai tidak sepenuhnya menyalah pun tak sepenuhnya mengikhlas. Tetapi, perasaan kecil di dalam sana tak tertahu rupa bagaimana bisa berbanding dengan logikanya? Ada apa dengan dirinya ini? Kenapa seperti ini?
Degup dada berdenyut dengan ritme cepat tak tertanding. Mendapati sang bos berbicara yang sebenarnya. Ada godam menghantam ulu hati Ai yang terlihat baik-baik saja menjadi buruk. Malam itu, seusai Ai menghabiskan waktu untuk melembur di kantor akibat banyaknya pekerjaan yang harus segera selesai—Ai fokus. Mengerjakan apa-apa yang memang diperintahkan oleh sang bos. Tiada hal berarti sama sekali kecuali hatinya merasa aneh. Ia ingin menyegerakannya untuk usai.
Jam menunjuk pukul 8 malam dan Ai sudah selesai dengan tugasnya. Tangannya ia gerakkan ke kanan dan kiri begitu pula dengan kepalanya. Sang bos—Pak Lio tengah melihat Ai di lobby kantor. Ternyata ia pun melembur seperti Ai.
"Ainina?!"Tersebut, memutar tumit menghadap Lio sang atasan yang tengah tersenyum.
"Ada apa pak Lio? Eh maksudku Lio? Apa pekerjaan saya belum selesai?"Lio menggeleng, menghapus jarak darinya yang jauh satu meter. Kini, mereka berdampingan dengan langkah sama. "Enggak. Semua pekerjaanmu sudah selesai hanya saja. Ehmmm—kau? Kau belum makan bukan? Bagaimana kalau saya traktir makan malam?" tatapnya gelisah takut Ai menolak. Tapi begitu dua pasang menatap sekilas, kepala mengangguk membuat Lio tersenang. "Boleh saja Lio. Tapi, saya ingin kita makan bukan di tempat yang seperti tempo lalu. Itu sangat mahal," kata Ai yang sebenarnya ingin menolak namun mata Lio yang nampak penuh harap, Ai terpaksa mengiyakan. Di samping tidak enak, ia pun ingin menebus kejadian waktu lalu yang berujung ke panti asuhan.
Mobil melaju dengan kecepatan normal, menuju ke sebuah kedai kecil di pinggir jalan yang kemudian keduanya turun begitu sampai.
Salah seorang pelayan menawarkan menu makan sesaat duduk di tempatnya yang nyaman. Lio tersenyum ramah begitu pesanannya usai.
"Kenapa Lio? Sepertinya bahagia sekali."
"Yang benar? Saya rasa tidak," ujarnya menggeleng pelan dengan kekehan.Begitu mereka menandaskan makanan, Lio berdehem Ai menatapnya heran. "Sebenarnya saya mengajakmu ke sini ingin menyampaikan suatu hal."
Ai mencoba bernapas normal saat Lio menatapnya lembut. Ada gejolak aneh dan Ai mengembuskannya. "Katakan saja jika ini masalah penting," ujar Ai usai cekatan di lehernya mengendur.
"Ini...saya enggak tahu harus mulai dari mana Ai." Lio memandang lain arah, membuang muka, "saya...kamu tahu kalau hal paling indah adalah saat hati menemukan impi yang digapai? Saat sang terkasih memiliki kesempatan untuk bersama menjalin kisah di antaranya?"
"Maksudnya? Apa Lio kena patah hati?" tebak Ai yang tahu jikalau dulu sang atasannya pernah mengalami. Ia tak senang bergosip hanya saja temannya sering berbicara demikian yang mau tak mau Ai akhirnya mengetahuinya.
Lio menghapus ingatan sakitnya dengan senyuman lemah.
"Bukan patah hati. Itu kisah lalu dan menyakitkan. Tapi yang kumaksud juga bukan demikian. Melainkan perasaan lain yang lebih besar sampai kau tak bisa mengungkapkannya. Hanya meraba rasa hangat menjalar dalam diri hingga denyutnya berdetak keras dan itu sangatlah aneh. Hangatnya sampai kau memanaskan pipi. Meninggalkan jejak rona yang nampak indah berseri."Ai sekali lagi menghentikan rasa detakan jantungnya yang terlalu cepat dari normal. Bahkan, ganjalan besar di tenggorokan membuatnya nampak tolol untuk menengguk saliva. "Apa, apa yang kau maksud Lio? Masalah hatimu dengan keluarga yang sudah tidak memperhatikanmu lagi?"
Lio menggeleng lucu mendengar penuturan Ai yang nampak polos. Apa sebegitu polosnya sampai tidak tahu kalau itu seperti hiperbola mengenai rasa yang ada? Dag dig dugnya mengeras, Lio mencoba mengutarakannya. Sekiranya sudah beberapa hari untuk memantapkan diri mengenai perasaannya dan mungkin ini adalah saat yang tepat. "Saya... Ijinkan saya menjadi imammu Ainina."
KAMU SEDANG MEMBACA
✓Way of Love to Find Love [Completed]
General FictionRating (R-13+) #53 Highest rank in GenFict 17/05/18-20/05/18 Blurb: Saat takdir mempermainkan kehidupan, tangan Tuhan seolah menggoreskan tinta buruk baginya. Namun siapa sangka, jika yang selama ini yang dianggapnya buruk mampu menuntun ke pencari...